6. BEKAL KALE

368 195 87
                                    

POV ALUNA

Kutuang nasi goreng ke dalam tupperware hitam yang kupersiapkan untuk Kale. Bi Mai membantuku mengangkat penggorengan berisi kentang goreng, lalu aku menatanya di atas nasi goreng. Tak lupa juga saus mayonese kesukaan Kale. Rencananya nanti aku akan memberikannya langsung begitu sampai di kelas.

Tiba-tiba, ponsel dalam saku seragamku bergetar. Aku mengambil benda pipih itu setelah meletakkan dua sosis di atas nasi goreng. Ada dua notif yang muncul bersamaan di layar.

Kale 1 Chat

Gema 2 Chat

Aku duduk di ruang makan, lalu menyeruput teh hijau yang telah disediakan oleh Mama. "Kenapa lagi nih anak? Tumben pada PC. Kenapa enggak di grup aja, sih?"

KALE: Gue mumet, Na. Help! :(

ALUNA: What's up? Msh pagi, lho. Nnt cerita ya. CU :*

Aku tersenyum usai membalas Kale. Entah apa yang tengah dialami cowok itu. Tapi, hal tersebut bisa menjadi tujuan tambahanku hari ini selain mengantarkan bekal dan memikirkan bagaimana caranya agar Kale mau menuruti permintaanku berikutnya, yakni sebagai pasangan di ajang Extraordinary School's Ambassador.

Omong-omong, siapa sih yang tidak menyukai membuat bekal untuk orang yang disukai?

GEMA: Gue otw ke rumah lo. Ada yg mau gue tanyain ke lo.

Eh, kenapa lagi, nih? Apa tingkah kemarin aku bikin dia curiga, ya? Terus aku harus bilang apa kalo dia nanya nanti?

"Aluna, udah sarapan?" sapa Mom dari arah selasar.

Aku segera meletakkan ponsel di meja, kemudian berjalan menyambut wanita berparas cantik berusia 40-an itu. Mama memakai dress hitam selutut. Wajahnya terpoles make up tipis nan elegan. "Hai, Mom. Cantik banget, sih. Mau ke mana?"

Sambil mengusap hangat punggungku, Mom berkata, "Hari ini Mom dan Dad ada rapat pemegang saham di hotel kita. Dianterin sama Pak Carl doang enggak apa-apa, kan?" Pak Carl adalah supir pribadi kami yang kini sudah berusia senja, tapi masih gagah. Seringnya diplesetin dengan sebutan Pacar oleh Javier jika sedang berkunjung kemari atau ketika bertemu. Iya, terkadang Mom masih ingin mengantarku ke sekolah, memastikan anak semata wayangnya ini selamat sampai sekolah. "Atau kamu ada temen yang bisa jemput? Mungkin Kale?"

Kami duduk di kursi makan, siap menyantap hidangan sarapan.

"Mom, enggak usah seprotek itu deh. Aku kan enggak kenapa-napa." Kuambil sepotong roti dan mulai mengoleskan selai stroberi di atasnya.

Sejak pulang dari rumah sakit awal tahun lalu, sewaktu aku tiba-tiba pingsan di lapangan sekolah, semua hal yang biasa aku lakukan sendiri seperti menyetir mobil ke sekolah itu dihentikan. Mom menjadi lebih protektif. Ya waktu itu karena memang itu kesalahanku juga karena terlalu lelah, makan sembarangan, dan tidur tengah malam terus karena banyak mengulur waktu untuk mengerjakan tugas sekolah.

Mom sebagai mantan dokter spesialis, bertindak laku meng-handle semuanya. Baik itu mengatur tata ruang aktivitas, obat-obatan, sampai pola makanku. Dan kalau boleh jujur, aku sebenarnya agak risi dengan perlakuan Mom. Tapi mau bagaimana lagi, aku tak mau membuat beliau khawatir.

Mom berdecak kecil seraya menuang jus jeruk favoritnya. "Protek dari mana?" tanyanya. "Mom kan cuma ngelakuin demi keselamatan kamu, Aluna. Itu wajar dong."

"Mom, please jangan ngelakuin hal yang seakan aku bener-bener sekarat."

Mom bergeming setelah mendengar lontaran dariku barusan.

SORRY [slow update]Where stories live. Discover now