24. TROUBLE MAKER

155 18 4
                                    

POV KALE

Sabtu kali ini mungkin akan menjadi hari yang sempurna bagi Aluna karena setelah latihan public speaking terus menerus di depan cermin, Mom dan Dad, serta Javier dan Lily, dia menjadi yakin seribu persen kalau dia akan berhasil. Cewek gue itu memang positive vibes sekali.

Sementara gue lebih tampak percaya diri setelah melatih diri untuk enggak grogi di depan panggung. Gue enggak mau Aluna kecewa dengan gue nantinya. Dia sudah seperti piala hidup gue yang patut gue perjuangkan, dan gue enggak mau merusaknya.

Adapun tiga tema yang harus gue, Aluna, dan peserta lain kuasai adalah Transformasikan Hidupmu, Kenali Dirimu Lebih Dalam, dan Keluargaku, Inspirasiku. Nanti saat di atas panggung, para peserta harus mempresentasikan tema yang disebutkan oleh dewan juri selama tiga menit.

Gue menatap para tamu undangan di ballroom SMA Extraordinary. Kedua orang tuanya Ada Mama, Papa yang sedang mengobrol dengan orang tuanya Venya. Ah... gue takut gue jadi emosi di atas panggung nanti gara-gara lihat mereka mengingat kejadian beberapa jam lalu di rumah.

"Kale sayang," panggil Kara sambil menuruni tangga, lalu dia tertawa, "geli ah gue manggil lo kayak gitu. Enggak jadi deh. Eh," dia menepuk pundak gue yang sedang memakai sepatu di ruang tamu, "gue enggak bisa dateng dari awal acara. Tapi gue usahain dateng, ya. Kan gue juga udah janji sama Aluna."

"Mau ke mana?"

"Calvin kecelakaan. Gue mau nengok."

"Udah putus, kan? Ngapain ditengok?"

"Gimana dong, Le? Semalam dia tiba-tiba nelpon gue ampe nangis gitu, minta balikan. Ya jelas gue tolaklah. Gue enggak mau hidup gue hancur lagi untuk kedua kalinya. Tapi pagi ini, gue malah dapet kabar itu."

Gue mengulas senyum tipis. "Gue aja masih enggak tahu nasib gue bakal gimana, Kak. Mama Papa sama sekali enggak mau dengerin gue. Mereka dukung penuh Venya, tapi enggak pernah dukung gue. Sebenernya yang anaknya itu Venya apa gue, sih? Aneh banget."

Kara menepuk-nepuk bahu gue. "Sabar ya, Le. Terus lo mau gimana?"

"Kayaknya gue ngekos aja deh. Enggak betah lama-lama di sini. Mau belajar juga enggak tenang kalo ditanyain soal Venya mulu."

"Ya udah. Nanti gue bantu cariin kosannya."

Tiba-tiba terdengar kehebohan dari lantai atas. Suara pintu berdebum keras disusul derap sepatu hak tinggi. "Ayo, Pa, nanti kita telat! Enggak enak sama Venya dan orang tuanya."

Gue menatap kedua orang tuanya yang menuruni tangga. Rasanya ada sesuatu yang menyangkut di tenggorokan. "Kak, gue mau kabur lagi aja."

Dan selama di perjalanan tadi, telinga gue merasa panas. Ingin sekali dia berteriak saat mereka terus menyebut-nyebut nama orang yang bahkan enggak ada di tempat.

Sebuah genggaman hangat menjemput gue kembali ke Bumi.

"Are you okay?" tanya Aluna. Penampilannya sangat serasi bila disandingkan bersama gue. Gaun putih selutut dengan rambut yang diikat pita putih di belakang membuat Aluna tampak cantik nan elegan.

Gue menghela napas, memijit pelipisnya. "Gue enggak yakin."

"Demam panggung lagi?"

Gue menghadap Aluna utuh seraya menggenggam kedua tangannya. "Na, kita pergi ke Laut Cina Selatan-nya kapan? Besok bisa?"

Baru saja Aluna ingin menjawab, Javier sudah lebih dulu berteriak. "Hei, calon pemenang ambasador!" Dia berjalan beriringan bersama Lily ke arah mereka. Sebuah kamera tampak tergantung manis di lehernya. "Foto dulu dong, Guys!" Dia mengangkat kamera dan bersiap memfoto. "Gila, kalian berdua emang mahkluk ajaib banget!"

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 16 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

SORRY [slow update]Where stories live. Discover now