21. THE FACT IS ...

73 18 0
                                    

POV ALUNA

Mataku terasa pusing sewaktu melihat berbagai jenis make up di meja rias milik Kara. Kara itu mirip banget sama Kale. Kalah cantik aku tuh sama Kale versi cewek. Jujur, aku kaget tadi pas Kara memeluk tiba-tiba. Tapi memang sepi sekali ketika aku memasukki rumah Kale. Lain halnya kalau Javier ikut masuk. Pasti ramai.

Oh ya, selepas pulang dari rumah sakit kemarin, aku disarankan oleh dokter untuk memakai smartwatch khusus sebagai aja pendeteksi detak jantungku. Yup, seperti di drama korea Extraordinary You. Aku memakai benda yang sama dengan Eun Dan-oh.

Aku mengela napas melihat banyak kuas, warna-warni eye shadow, lipstik, dan macam-macam blush on itu, membuat aku sadar aku bukan cewek yang benar-benar cewek. Lihat saja, di sini aku tampak seperti anak SD yang hanya tahu bedak dan liptint langganan.

"Lo baik-baik aja kan, Na?" Kale meraih lenganku. "Kok bengong?"

"Ng..., enggak kok. Mata gue bingung, Le, lihat make up segitu banyaknya."

Kale tersenyum. Mungkin senyum itu lebih ditujukan pada dirinya karena menyesal memilihku untuk menjadi kekasihnya. "Ya gitu, Na," dia duduk di tepian tempat tidur menghadap meja rias, "lo aja bingung, apalagi gue."

Obrolan kecil kami disambut dengan suara tawa Kara. "Emang lo enggak pernah dandan atau ke salon kecantikan gitu?"

Aku terdiam. Entah dia menyindirku atau apa, tapi ini sedikit membuatku tak nyaman.

"Eh, sorry, sorry. Jangan marah, ya. Gue cuma bercanda kok tadi," lanjutnya.

"Kak, jangan gitu dong. Gini-gini juga cewek gue. Jangan bikin dia hilang semangat lagi."

"Yah, kan gue udah minta maaf tadi." Kara menepuk kedua pundak dari belakang. "Ya udah, sekarang duduk. Gue mau langsung aplikasiin make up langsung ke muka lo."

Aku hanya menuruti perkataannya tanpa berpikir panjang lagi.

"Le, lo bisa keluar dulu enggak? Kayaknya cewek lo grogi dilihatin sama lo deh." Kara menaik-turunkan alisnya.

"Ya udah. Gue ke kamar dulu, ya." Kale beranjak dan menghampiriku. Dielusnya pipiku, membuatku sedikit memiringkan kepala karena geli. "Entar kalo udah selesai panggil aja."

Aku berkedip tanpa mengatakan apa pun. Aku... merasa salah tingkah karena menatapnya terlalu lama.

Kamar Kara cukup luas dan mendapat cahaya langsung dari jendela. Didukung dengan pemandangan pepohonan dari halaman belakang menjadikannya sejuk. Perlahan aku merasakan rasa nyaman.

"Jadi, sejak kapan deket sama Kale?" tanya Kara sambil menjepit serta menguncir tinggi rambutku. Setelah itu, diraihnya kapas dan pembersih wajah, lalu membersihkan wajahku dengan lembut. "Kok bisa jadian? Gimana ceritanya?"

Aku menghela napas sebelum menjawab. "Jadi—"

"Eh, bentar. Gue nyalain AC dulu. Gerah." Kara tertawa seraya meraih remot AC di tempat tidurnya. "Done. Terus gimana, gimana?"

Aku mengulum senyum sambil menatap wajahnya di cermin. Aku belum pernah merasakan memiliki seorang kakak. Hanya saat berkumpul dengan keluarga besar dari pihak Mom dan Dad, para kakak sepupu hadir semua. Mungkin kalau ditakdirkan Kale milikku seutuhnya, aku akan benar-benar mempunyai kakak. Kakak ipar secantik Kara.

"Eh," Kara tiba-tiba menjentikkan jarinya di depan wajahku, membuatku berkedip spontan, "jangan bengong, Aluna. Nanti kesambet, gue juga kan repot."

Aku mencoba kembali fokus. "Enggak bengong, kok. Cuma enggak nyangka aja bakal disambut se-effort ini sama Kakak."

SORRY [slow update]Where stories live. Discover now