Eotteokhe?!

574 61 2
                                    

"Alhamdulillah, seger banget!"

Padahal hanya mencuci wajah, namun sensasi yang dirasakan Zahra sungguh luar biasa. Air yang sejuk itu menenangkan pikirannya, membuat semangatnya naik kembali.

Setelah mematikan kran air di wastafel, Zahra mengusap wajahnya. Untung saja cadangan tisu di tasnya masih ada sehingga dia bisa lekas mengeringkan wajah.

Merasa wajahnya sudah tak basah lagi, seketika Zahra langsung memperbaiki hijabnya. Membentuk kain persegi panjang itu dengan style seperti semula.

"Okay, done!"

Merasa tuntas, akhirnya Zahra berjalan keluar dari kamar mandi. Dia harus kembali ke rombongan sebab jika tidak maka dia akan terpisah. Jika misalkan dia terpisah, wah, bisa repot nantinya.

Sayangnya apa yang diwanti-wanti oleh Zahra terlanjur terjadi. Takdir berkehendak lain. Dan takdir yang menimpanya saat ini benar-benar takdir yang sangat ingin Zahra tampik.

"Loh? Orang-orang pada kemana?"

Gadis itu bergegas menuju tempat dimana terakhir kali dia melihat rombongan tur dari Indonesia. Tak ada seorang pun yang berdiri di sana, kecuali Zahra, kecuali orang-orang Korea tulen yang berlalu-lalang sekedar numpang lewat.

Zahra berusaha tenang. Manik matanya melihat sekeliling bercelingak-celinguk kesana kemari. Tetapi sayang beribu sayang, objek yang dia cari tak kunjung dia jumpai.

"Aduh, mereka pada kemana, sih? Jangan-jangan gue ditinggalin lagi?"

Sejujurnya Zahra merasa agak takut. Mengingat dia saat ini sedang di Negara orang, perempuan, dan sendirian. Jujur saja, dia takut jika hal-hal buruk menimpa padanya. Namun rasa takut yang menggerayap di hatinya itu selalu dia tepis dengan motivasinya.

'Calm, Ra. Lo nggak sendiri kok. Kan ada Allah. Ada Allah. Ada Allah.'

Tak kunjung menemui rombongannya, Zahra pun berkeliling di sekitar luar Bandara. Berharap dengan begini dia bisa menemukan apa yang dia cari.

Dia tidak boleh menyerah dan pasrah. Pasti ada jalan keluar. Pasti Allah membantunya. Pasti dia akan segera menemukan rombongannya. Pasti semuanya akan berjalan lancar. Dan semua pasti akan baik-baik saja.

Sembari terus melangkah dengan menyeret koper, gadis itu sesekali menekan-nekan layar ponselnya. Dia berusaha menelpon Loli. Namun berkali-kali gagal.

Entah karena pihak sana yang tidak mengangkat atau memang ponsel Zahra yang bermasalah. Karena tak kunjung mendapat jawaban, Zahra semakin dibuat tak karuan.

Meskipun dia sudah berkali-kali meyakinkan dirinya untuk tenang, tapi tetap saja dia masih merasa takut. Takut dan khawatir dengan nasibnya ke depan.

"Ih, si Loli nyebelin amat, sih! Dimana sih ini anak? Pas lagi gak dibutuhin aja muncul mulu. Tapi pas lagi dibutuhin malah ngilang." Zahra menggerutu.

Wajanya tampak tak tenang selaras dengan suasana hatinya sekarang.

Hari semakin larut. Semburat mega di wajah angkasa sudah tampak nyata. Langit yang semula biru lembut beranjak berevolusi menjadi kekuningan. Semakin lama warnanya menjadi kejinggaan, beralih menjadi merah muda, lalu keunguan, biru tua, hingga akhirnya gelap.

Pelita-pelita yang berjajar di sepanjang jalan telah berpijar. Menggantikan peran matahari yang lelah dan payah sebab telah sehari penuh memancarkan sinar.

Meskipun waktu telah berganti, namun suasana di kota ini masih tampak sama. Masih ramai dengan lalu lalang orang-orang.

Setelah menjalankan sholat maghrib di Masjid kecil di sekitar Bandara, Zahra kembali memeriksa ponselnya yang ternyata sudah wafat karena kehabisan energi. Ah, kenapa hari ini sulit sekali untuknya.

Nice To Meet YouWhere stories live. Discover now