2 Days with Bangtan (2)

244 32 7
                                    

Surya tergelincir dari arah barat. Sinarnya menyeruak nanar menyampaikan salam perpisahan pada dunia yang sedang sibuk-sibuknya.

Seolah tak rela bila diabaikan begitu saja, benda bersinar itu meminta bantuan pada sang mega. Berharap dengan spektrum warna merah mempesona itu tiap-tiap pasang mata bersedia tertuju sejenak pada kepergiannya. Setidaknya memberikan perhatian sebelum ia benar-benar lenyap dari pandangan.

Bersuguhkan langit senja kepalang sedap dipelupuk mata, tungkai gadis berhijab ini menapak damai tepian jurang balkon berbataskan pagar besi. Satu tangannya menopang benda keras itu lantas tangan yang lain sibuk menempelkan ponsel di daun telinga.

Kepala itu mendongak menatap hamparan langit yang kian memanjakan mata. Sore hari ini suasana yang seharusnya bisa menenangkan hati, malah berbanding terbalik dengan apa yang Zahra rasakan saat ini.

"Iya, bang. Minggu depan Zahra balik. Udah pesan tiket pesawat juga, kok."

Ketenangan sore yang damai milik Zahra terpaksa tertunda lantaran omelan menyebalkan dari sanak saudara yang tak Zahra sangka akan melakukan panggilan suara.

Gadis itu memotar bola mata agak bosan. Bukan bermaksud durhaka kepada kakak sepupunya ini, hanya saja Iqbaal jika sudah mengeluarkan silat lidah, maka Zahra perlu menyetok kesabaran ekstra sebab pemuda jangkung ini pasti akan menceramahinya lama-lama.

Padahal kan, tertinggal pesawat juga bukan keinginan Zahra. Lantas mengapa dirinya di sini yang dijadikan tersangka bak telah melakukan kejahatan tak termaafkan.

'Makanya kalau udah jam nya mau terbang tuh jangan kelayapan. Kek gini kan jadinya.'

Helaan nafas kembali Zahra hembuskan. Entah sudah yang ke berapa Zahra tak menaruh peduli.

"Iya, bang. Maafin Zahra. Ke depannya Zahra gak akan gitu lagi deh, serius."

'Yaudah, bener ya? Awas kalau sampai ketinggalan lagi. Abang gak mau minjemin kamera baru abang lagi.'

"Ya gak papa. Kamera HP kan juga bisa."

'Heh?! Kok gak terancam sih?!'

Zahra terkekeh pelan. Sejujurnya dia mulai pusing mendengar ocehan Iqbaal yang berputar-putar. Tapi di lain sisi, tak dapat dipungkiri jika Zahra cukup terhibur. Ah, Zahra jadi merindukan sosok kakak menyebalkan itu.

"Ya emang Zahra harus gimana? Nangis kelesotan gitu?"

'Tau ah! Punya sepupu gak peka banget. Gak asik lo!'

Gadis ini terkekeh lagi. "Gitu aja ngambek. Sensi amat sih, bang? Lagi PMS ya?"

'PMS hidung kau! Gue cowok bego!'

Lalu sayup-sayup terdengar teguran Rike lantaran anaknya yang berkata di luar bayangan. Tawa Zahra meledak puas setelahnya. Wah, tidak di telepon tidak bertemu langsung, menggoda Iqbaal ternyata masih semenyenangkan biasanya.

'Ra, gara-gara lo nih abang dimarahin bunda. Pokoknya awas aja entar kalau udah nyampe, bakal abang kasih perhitungan'

"Dengan senang hati, bang Iqbaal yang jomblo belum dapat gebetan!"

Terdengar decakan kesal di kubu lawan hingga menyebabkan kedua sudut bibir Zahra melengkung lagi ke atas.

'Yaudah abang tutup. Kamu baik-baik di sana. Jangan telat makan. Cari juga makanan yang halal, jangan makan babi.'

"Iya bang, iya."

'Abang tutup, Ra. Assalamu'alaikum!'

"Wa'alaikum salam!"

Nice To Meet YouWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu