Ke Penginapan (3)

514 45 9
                                    

Mesin penyejuk ruangan berdengung halus. Suaranya nyaris tak terdengar meskipun hembusan udara tetap meluncur keluar.

Satu alat elektronik lain dalam diam sedang khidmat mengisi tenaganya. Ponsel Samsung keluaran terbaru itu terpapar lemah di genggaman tangan pemuda tampan yang tanpa ragu mengoperasikannya. Tak peduli meski keadaan ponsel baru tersadar dari koma.

Sebelah alis menukik tajam kala mendapati sembilan panggilan tak terjawab dari Jimin dan sebelas lainnya dari Jungkook.

Taehyung memaklumi jika Jimin akan melakukan panggilan sebanyak ini. Pria Kim itu telah melewati batas waktu keluarnya yang disepakati mereka berdua, jadi ia yakin jika Jimin pasti akan menghubunginya, menyuruh dia agar segera kembali ke Dorm.

Tapi ini, Jungkook?

Kenapa kelinci berotot itu juga ikut agresif menelfonnya?

Belum tuntas benak Taehyung bertanya-tanya, satu panggilan kembali masuk. Tertera nama Jungkook di layar kaca. Menjadikan jari Taehyung tanpa ragu langsung menggeser ikon bulat berwarna hijau.

“Ya? Ada apa?”

Taehyung pun tenggelam dalam obrolannya bersama satu lagi pria di seberang telepon.

Di sisi lain, gadis berparas cantik juga sedang hanyut tenggelam. Bukan tenggelam dalam obrolan seperti Taehyung, namun lebih tenggelam dalam pikiran berkelit nya.

Loli sedari tadi duduk diam sembari mengamati pergerakan Taehyung yang berjarak kisaran tiga meter di depannya. Fokusnya seolah terpusat hanya kepada Taehyung. Bahkan tak sadar dengan keberadaan Zahra yang beberapa menit lalu berpamitan keluar, izin untuk menuntaskan sembahyang.

Berada di sekitar Taehyung, yang notabene adalah idolanya, membuat dia tak bisa berpikir logis. Pesona Taehyung terlalu kuat meski wajah tampan bak dewa Yunani itu terlapisi masker sekalipun.

Degupan di dalam dada Loli masih menggelora, begitu pula dengan kinerja otaknya. Masih diambang antara percaya atau tidak dengan alur hidupnya yang benar-benar konyol tak terkira.

Tanpa aba-aba atau tanda yang jelas, Loli tiba-tiba menepuk-nepuk pipinya. Rasa sakit yang mendera di permukaan kulit menyadarkan ia kembali jika semua yang terjadi dari kemarin hingga kini bukanlah mimpi. Semua ini nyata, benar-benar ada tanpa rekayasa.

Matanya menangkap sekali lagi sosok pria yang masih bermesraan dengan ponselnya. Benar, itu Taehyung. Astaga, pipinya kembali memanas. Rasanya Loli ingin berteriak. Dia tidak kuat.

Tidak. Jangan seperti ini.

Kepala gadis itu ikut tergeleng kala sepintas pikiran menegaskan kata demikian. Satu jurus tarik-hembus napas menyusul. Lagi-lagi usaha yang cukup manjur untuk menenangkan hati dan pikirannya.

“Loli, lo itu penggemar high class. Itu artinya lo harus bisa professional. Gak boleh heboh, gak boleh lebay. Seneng boleh tapi jangan malu-maluin. Taehyung masih manusia dan lo juga manusia. Jangan terlalu excited dan fanatik, atau Taehyung bakalan ilfeel sama lo.”

Dengan mata terpejam, ritual itu terus berlanjut. Gumaman lirih bak mantra penenang ikut terucap, turut mendukung usaha keras Loli. Bersyukur tindakan kecil itu berhasil kala terbukti Loli telah mampu mengatasi sindrom fangirling nya.

“Loli-ssi. Sepertinya Jimin dan Jungkook akan datang kemari. Tidak apa-apa, kan?”

Tanpa memberi sepatah kata, kepala Loli mengangguk patah-patah. Sosok lain dalam dirinya yang baru saja dia tenangkan terbangun kembali. Membuat gadis itu lagi dan lagi harus menjinakkan detakan yang bergerilya. Loli melakukan ritualnya lagi.

Nice To Meet YouWhere stories live. Discover now