Oh Buku

365 41 9
                                    

Malam ini adalah malam terakhir mereka memijakkan kaki di bumi Korea Selatan. Sebab keesokan harinya para musafir ini harus bersiap-siap kembali ke kampung halaman.

Karena malam ini adalah malam terakhir, maka mereka tak akan menyia-nyiakan  liburan untuk  terakhir kalinya. Apapun yang bisa dipersiapkan lantas dipersiapkan guna mendukung trip mereka.

Sama hal-nya dengan Zahra. Sedari tadi gadis ini berjalan kesana-kemari, berkeliling  ke penjuru kamar hotel, mempersiapkan bekal berupa dompet, handphone, powerbank, camera, dan tetek-bengek lainnya.

Kendati benda-benda itu telah berkumpul di tas dalam ranselnya, akan tetapi kesibukan gadis ini tak juga usai.

Zahra mendesah frustasi. Dibongkarnya koper biru muda miliknya, mengangkat satu-persatu lapisan pakaian yang menumpuk sembari menggerutu membuat gadis satu lagi yang duduk manis di atas kasur ikut merasa frustasi.

“Ra, lo nyari apa sih?”

Loli akhirnya angkat bicara. Agaknya gadis itu sudah tak tahan melihat kegusaran Zahra, sementara saat ini mereka harus bergegas berkumpul di lobi Hotel sebab rombongan sebentar lagi akan segera berangkat.

Yah.. seharusnya mereka sudah ada di sana sekarang jika Zahra tidak kebingungan sendiri mencari sesuatu yang sedari tadi tak kunjung ia temukan.

“Buku gue. Buku trip gue yang sampulnya warna biru itu loh. Lo tahu nggak?”

Zahra menoleh menghadap Loli. Gurat putus asa bercampur lelah terpampang jelas di wajah cantik gadis ini, membuat Loli mendadak merasa iba.

“Gue nggak tahu kalo lo bawa buku. Soalnya jujur aja nih, dari pertama kita nginjakin kaki di  sini, gue belum pernah lihat buku itu.” Jawabnya yakin.

Zahra mendesah semakin gusar. Tak tahu lagi harus bagaimana lagi, sudah bersusah payah dia mencari kesana-kemari namun hasilnya nihil.

Buku penuh kisah dan kenangan itu tetap tak kunjung ia jumpai. Buku yang benar-benar berharga baginya, yang sekarang tak tahu kemana rimbanya.

Zahra akui jika dia harus membuang jauh-jauh sikap ceroboh yang sangat menjengkelkan ini. Tapi tak semudah itu, seolah-olah si ceroboh ini sudah bawaan sejak lahir, susah hilangnya.

Tapi jika terus begini, Zahra juga yang akan rugi sendiri.

Sorry Ra, gue nggak bisa bantu banyak. Soalnya gue emang bener-bener nggak tahu kalau  ternyata lo bawa buku itu.” Ujar Loli agak menyesal.

Dihampirinya gadis berhijab yang duduk bersila di sebelah koper. Perlahan telapaknya terangkat, mengusap lembut bahu Zahra guna memberi ketenangan.

Zahra tersenyum kecil sembari mengangguk. Mencoba berdamai dengan situasi yang menimpanya lagi. Gadis ini pun bangkit lantas beralih meraih ransel putih gading yang berbaring di sebelah bantal. Bersiap-siap melanjutkan kunjungan mereka ke tempat selanjutnya meski hati dan pikiran masih terbayang-bayang buku kesayangan miliknya yang saat ini tak tahu kemana perginya.

Berjalan melewati koridor hotel dengan Loli tepat di sebelahnya, Zahra mengencangkan pegangan pada kedua tali ransel. Berpegang teguh pada firasat juga ingatannya, jauh di dalam lubuk hatinya berkali-kali mengucap kata-kata penyemangat. Mencoba membangun kembali gelora optimis yang baru meredup beberapa waktu silam.

Sambil berjalan, sambil dia berpikir serta mengingat-ingat dimana gerangan dia membawa bukunya. Sambil memasuki elevator, sambil dia membayangkan tempat apa saja yang sudah ia kunjungi di sini.

Seperti kubus lift yang mengangkutnya kian ke bawah, kepala Zahra juga menyelam semakin dalam merinci tiap peristiwa yang telah terjadi semenjak menapakkan kaki di tanah Korea ini.

Nice To Meet YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang