Chapter 4

3.8K 592 97
                                    

"Happy Reading"

Vano melangkah santai ke meja panitia lomba menyerahkan hasil lukisannya. Dia tersenyum tipis saat Jisya menerima hasil lukisannya dengan wajah datar. Wanita dingin itu selalu berhasil membuat cintanya bertambah setiap hari. Jisya juga penuh misteri dibalik sifat dingin, jutek, dan cueknya. Hal itu lantas membuat Vano selalu merasa penasaran tentang kehidupan wanita di depannya ini.

Perlu kalian ketahui Vano sangat menyukai tantangan. Contohnya mendekati perempuan tertutup dan jual mahal seperti Jisya.

Setelah menyusun hasil lukisan para murid Jisya melangkah pergi mengabaikan keberadaan Vano. Dua langkah kemudian dia berhenti. Bahunya di cekal dari belakang.

Vano tersenyum tipis setelah memutar badan Jisya menghadapnya. "Buru-buru banget?" Vano mengitari tubuh Jisya. Menatap wajah cantik itu intens. "Hari ini pulang bareng saya" Ucap Vano. Nadanya lebih terdengar seperti memerintah.

"Memangnya kamu siapa berani memerintah saya?" Ujar Jisya tajam. Matanya mengedar berjaga-jaga agar tidak ada orang disekitar mereka.

Mereka saling pandang dalam sunyi. Yang satu menatap dengan kekaguman, sedangkan satunya menatap penuh kekesalan.

"Saya?" Tanya Vano menunjuk dirinya sendiri. "Saya masa depan Mis nanti di atas pelaminan"

"Vano saya gak punya waktu untuk mendengarkan ucapan konyol kamu. Minggir!" Tegas Jisya agar Vano menyingkir tidak menutupi jalannya.

"Mis setuju. Saya kasih jalan"

"Kalau saya gak setuju kamu mau apa?! Pemaksa!"

"Yaudah kita disini aja. Saya malah betah lama-lama berduaan gini sama Mis"

"Saya yang gak betah lama-lama berduaan sama kamu!"

"Makannya terima dong tawaran saya"

Jisya memilih mendorong tubuh Vano kuat. Mengambil ancang-ancang untuk segera pergi. Baru diambang pintu langkahnya kembali terhenti melihat kedatangan Tama dan Dion yang menghadangnya. Murid-murid nakal! Gerutu Jisya dalam hati. Ini semua pasti rencana Vano.

"Minggir! Saya harus pergi"

Tama dan Dion saling berpandangan kemudian menatap Vano yang tersenyum smirk dibalik punggung Jisya. "Gimana Van?" Tanya Dion meminta keputusan.

Vano mengalungkan dasi yang semula terlilit di tangannya ke leher. Berjalan perlahan mendekati Jisya dan kedua sahabatnya. Melepaskan Jisya semudah itu? Tidak akan. Dia bahkan sudah membayar dan melakukan banyak hal agar rencananya kemarin bisa terlaksana.
Apa yang Vano inginkan harus bisa ia dapatkan.

"Masih mau nolak tawaran saya?" Tanya Vano setelah berdiri di hadapan Jisya.

"Saya bilang gak ya enggak! Telinga kamu dimana?"

"Yaudah kalau cara lembut gak bisa. Jangan salahin saya kalau saya pake cara kasar"

Vano berjongkok. Tanpa aba-aba menggendong tubuh Jisya enteng seperti mengangkat karung beras. Jisya meronta minta dilepaskan namun tidak dihiraukan oleh Vano. Dia memilih berjalan santai ke luar ruangan tanpa memperdulikan Jisya yang meronta minta di lepaskan. Pukulan-pukulan Jisya dipunggung Vano membuatnya sesekali meringis kecil.

BUKAN CINTA TERLARANG {END}Where stories live. Discover now