Chapter 28

2.2K 298 67
                                    

"Happy Reading"



Jangan lupa spam komen ya!!
Seneng deh Chapter sebelah rame, Hihihih.... ^^




Pintu terbuka menampilkan wajah pucat Jisya yang terbaring di atas ranjang rumah sakit dengan mata terpejam. Hati Vano berdenyut melihat gadis itu seorang diri di dalam ruangan ini tanpa ada yang menemani. Jisya memiliki keluarga, lalu dimana mereka disaat seperti ini?

Dengan hati-hati Vano menarik kursi untuk duduk di samping ranjang. Tangannya menarik jemari Jisya untuk digenggam. Tanpa bisa dicegah air matanya jatuh menetes.

Jika kalian berfikir ini berlebihan, Maka bagi Vano tidak! Siapa yang tidak merasakan sakit saat melihat seseorang yang dicintai terbaring lemah dengan riwayat penyakit yang bisa mengambil nyawanya kapan saja.

"Sayang bangun..." Lirih Vano hampir terisak. "Kamu janji untuk sembuh dan menghabiskan banyak waktu sama aku. Memangnya kamu gak mau ke dufan? Kita bisa makan permen kapas dan naik banyak wahana seru" Cerita Vano begitu antusias.

"Ayo kuat, bertahan setidaknya untuk diri kamu sendiri. Kasih diri kamu sebuah apresiasi dengan sembuh karena telah bertahan sejauh ini"

Kecupan lembut Vano beri di jari-jari mungil pucat Jisya. Matanya sendu juga begitu teduh. "Ayah kamu pasti bangga lihat anak perempuannya sembuh dan kuat, Sya"

Tidak ada respon apapun dari Jisya. Gadis itu terlihat nyaman dengan tidurnya. Vano tidak bisa membayangkan jika mata teduh itu akan tertutup selamanya. Jika di saat tidur seperti ini saja dia berharap Jisya tetap membuka matanya, bagaimana jika–Vano tidak sanggup memikirkannya lebih jauh.

"Kamu punya banyak kesempatan buat sembuh. Ayo aku temani kamu berjuang. Kamu gak sendiri" Lirih Vano menyemangati.

Perlahan kelopak mata putih pucat itu terbuka. Jisya dengan setengah kesadarannya mulai terbangun seraya mengerjapkan mata sesekali coba menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam netranya. "M-minum..." Lirihnya membuat Vano terkejut.

"Kamu udah sadar sayang? Mau apa, hmm? Minum? Sebentar aku ambil" Vano bergerak cepat. Menuangkan air putih yang tersedia di atas nakas rumah sakit lalu kembali mendekati Jisya.

"Buka mulutnya. Minum pake sedotan dulu ya...kamu belum boleh banyak gerak" Kata Vano membantu Jisya untuk minum.

Tangan Jisya menjauhkan minuman itu dari mulutnya setelah merasa tenggorokannya sudah tidak se kering sebelumnya. "Udah..." Lirihnya.

Vano kembali meletakkan gelas kemudian menatap Jisya sambil tersenyum tipis. "Ada yang sakit gak? Mau aku panggilin dokter?"

"Kamu kenapa bisa ada disini?"

"A-aku...."

"Jisya!" Teriak Raisa bahagia melihat sahabatnya telah sadar. Gadis itu baru saja kembali setelah berbicara pada dokter dan menyelesaikan beberapa administrasi. Segera gadis berdarah campuran itu berhambur memeluk sahabatnya erat seraya terisak pedih.

Vano memundurkan tubuhnya memberi ruang pada keduanya untuk berbicara. Dia yakin Raisa orang yang sudah membantu Jisya untuk membawa kekasihnya itu ke rumah sakit.

"You're evil with me, Sya" Raisa melepas pelukannya menatap dalam Jisya yang memasang ekspresi tidak mengerti. "Kenapa bisa gini? Aku udah ingetin kamu untuk jangan banyak pikiran. Dokter bilang otak kamu terlalu lelah berfikir, banyak asupan nutrisi juga yang gak kamu dapati. Kamu niat sembuh gak sih? Come on learn to live, Sya..."

BUKAN CINTA TERLARANG {END}Where stories live. Discover now