Chapter 22

2.2K 316 109
                                    

"Happy Reading"



Jangan lupa spam komen!!
Chapter ini harus rame yaaa🙂

Siapin jantung juga biar gak kejedar kejedur 😂



Sudah delapan hari lamanya sejak Jisya menginap di apartemen milik Vano kemarin. Kini keduanya semakin terlihat akrab walau seperti biasa kalimat pedas dari Jisya tidak pernah absen walau hanya sehari.

Seperti sekarang ini, kedua insan itu tengah asik menyusun kepingan puzzle bersama anak-anak sambil sesekali bercanda dan tertawa bersama.

Vano melirik Jisya sekilas lalu kembali fokus menyelesaikan puzzle miliknya. "Kalau capek bilang. Saya takut Mis drop lagi kayak kemarin karena terlalu bersemangat" Ucapnya sesekali memandang ke arah Jisya.

"Saya udah minum obat sebelum ke sini jadi gak mungkin drop"

"Obat gak menjamin apapun. Lupa kalau Mis juga butuh kem–" Ucapan Vano tergantung saat tanpa sadar lelaki itu hampir mengucapkan kata yang seharusnya tidak dia ucapkan.

Mendadak pergerakan Jisya terhenti. Ini bukan yang pertama kalinya Vano menggantungkan kalimat setiap kali membahas kondisi kesehatannya. Jisya rasa lelaki itu tengah menyembunyikan sesuatu darinya.

"Enggh.... K-kita pergi makan yuk" Ucap Vano mengalihkan.

"Anak-anak masih seru mainin puzzle nya. Kasian kalau harus disuruh berhenti"

"Biarin mereka lanjutin mainnya, kita tinggal makan sebentar gak akan jadi masalah"

"Kamu gak lagi sembunyiin sesuatu dari saya kan?" Tanya Jisya menelisik. Pandangannya menyoroti Vano coba mencari jawaban melalui mata lelaki itu. "Saya lihat setiap kali kita membahas kondisi kesehatan saya kamu jadi aneh"

"Siapa bilang? S-saya cuma khawatir aja kejadian kemarin terulang" Vano menggaruk tengkuknya yang tidak terasa gatal.

"Saya benci kebohongan Vano! Ayo jujur sama saya kamu menyembunyikan apa"

"VANO!"

Tepat pada waktunya! Tama memanggil Vano disaat lelaki itu butuh menghindar atas pertanyaan Jisya barusan. "Kenapa?" Tanya Vano menoleh.

"Nih nyokap lo nelfon. Ponsel lo gak bisa dihubungi jadi dia nelfon ke nomor gue" Ucap Tama memberikan ponselnya.

Kening Vano mengernyit. Hal penting apa yang ingin mamahnya sampaikan sampai harus menelfon sahabatnya segala? Perasaan Vano mendadak gelisah. Perlahan dia berjalan menjauh mencari tempat yang aman untuk berbicara.

"Hmm?" Ucapnya malas.

"Dimana kamu Vano? Mamah telfon gak diangkat, pesan mamah juga gak kamu balas! Pulang sekarang!!"

Vano menjauhkan ponsel Tama dari telinganya saat kemarahan sang mamah terdengar menyakiti telinga. Merasa ponsel itu sudah kembali tenang di dekatkannya kembali untuk mulai berbicara. "Mau ngapain suruh aku pulang secepet ini?"

"Astaga Vano! Kamu lupa hari ini acara pertunangan kamu dengan Bella?! Bahkan kedua sahabat kamu saja ingat! Dasar anak nakal!"

"Hanya karena Vano gak inget bukan berarti Vano anak nakal Mah! Mau sampai kapan ngatain Vano anak nakal? Mamah gak tau aja apa yang Vano lakuin di luar rumah! Yang mamah bisa liat cuma sisi negatif aku!"

BUKAN CINTA TERLARANG {END}Where stories live. Discover now