Chapter 43

2.3K 322 110
                                    

"Happy Reading"


Jangan lupa spam komen yaa!!!

Seneng banget vote dan komen bertambah terus, chapter ini harus bisa lebih banyak dari sebelumnya okee.....

Pada mau kan cepet up nya? Gatel tau tangan nahan buat gak up karena ngelihat vote dan komen masih dikit 😂




Sejak tadi di meja makan Jisya tidak berhenti memperhatikan Bella yang masih terus mengaduk sarapan buburnya seperti tidak berniat makan. Adiknya terlihat kacau dengan kantung mata tebal dan wajah pucat. Sejujurnya Jisya tidak tega dan selalu ingin menangis merasa bersalah karena tidak bisa menjaga Bella dengan baik.

"Bell, buburnya keburu dingin loh. Ayo di makan" Jisya coba membuka suara mengambil perhatian Bella sambil sesekali menyuapi Deva di pangkuannya.

Masih belum ada respon. Gadis itu mengabaikannya. Jisya menghela nafasnya berat coba bersabar. Dia takut Bella yang berubah menjadi sosok pendiam karena psikisnya menurun akibat kejadian naas itu. Apalagi adiknya menyimpan masalah sebesar ini sendiri. Jisya tau itu semua bukanlah hal yang mudah.

"Kamu lagi pengen makan apa? Biar pulang sekolah kakak beliin. Jangan siksa diri kamu terus Bell, anak kamu juga butuh asupan makanan" Ujar Jisya menasehati. "Kalau yang kamu pikirkan soal tanggung jawab Vano. Kamu gak usah khawatir, Dia pasti mau tanggung jawab"

Entah kenapa perkataan Jisya membuat mata Bella memanas. Disaat dia sedang berada di posisi terbawah seperti sekarang kenapa harus Jisya yang mengerti tentang perasaannya? Bundanya sendiri yang selama ini selalu di pihaknya bahkan acuh padanya.

"Sejujurnya ini terlihat aneh buat kakak. Bagaimana bisa seseorang yang sudah memperkosa kamu harus bertanggung dengan menikah dengan kamu. Bukannya sama saja melempar kamu kedalam rasa sakit lagi. Rasa trauma itu pasti terus membayangi kamu, Bell"

Bella terkesiap. Menikah? Sungguh dia tidak menyangka jika Bundanya benar-benar meminta pertanggung jawaban dengan cara itu. Tadi malam setelah tidak sengaja melihat Jisya menangis hatinya langsung tersentuh. Dia berniat mengalihkan rencana dengan tidak membebani Vano. Apalagi kenyataan baru yang dia dapatkan mengenai Jisya membuat Bella merasa sangat bersalah.

Bella menghentikan kegiatan mengaduk buburnya meletakkan sendok seraya menatap Jisya dalam. "Siapa yang bilang aku akan menikah sama Vano?"

"B-bunda" Balas Jisya ragu. "Kakak gak bermaksud mempengaruhi kamu untuk gak nikah dengan Vano, cuma–"

"Aku akan tolak" Sela Bella memotong ucapan Jisya. "Vano gak akan pernah menikahi aku atas dasar tanggung jawab atau apapun itu. Aku juga akan minta Bunda untuk mutusin pertunangan kami nanti"

Mata Jisya membulat lebar merasa kaget dengan perkataan Bella. "A-pa maksud kamu Bell? Kakak setuju dengan penolakan kamu yang akan dinikahkan dengan Vano, karena kamu memang butuh waktu untuk menghilangkan trauma itu dulu. Tapi kalau sampai memutuskan pertunangan kakak rasa Bunda bisa marah besar Bella"

"Aku gak mungkin terus terikat dengan Vano dengan keadaan kayak gini, Hiks...." Tangis Bella pecah mengingat harus menyusahkan banyak orang dan menyakiti banyak hati karena kesalahannya.

"Kenapa nggak Bell? Kamu juga kayak gini karena Vano kan?"

"Aku hamil tapi bukan anak Vano kak!!"

Bagai godam jantung Jisya berdentang cepat atas pernyataan adiknya barusan. Kenyataan apa lagi ini? Dia tidak menyangka ada banyak kebohongan lainnya yang Bella simpan sendiri.

BUKAN CINTA TERLARANG {END}Where stories live. Discover now