Perkara Anggara

18.6K 1.9K 108
                                    

Voment dulu bund:v
Happy reading!!



Waktu yang di tunggu-tunggu Sarah pun tiba, jam baru saja menunjukan tepat pukul delapan malam yang artinya sebentar lagi ia akan makan malam bersama Arya. Sesuai kabar yang diberikan laki-laki itu tadi.

Selesai merapikan meja dan barang-barangnya, Sarah langsung melangkahkan kakinya dengan terburu-buru. Untung saja pekerjaannya bisa selesai dengan cepat meskipun masih tergolong lembur. Sesampainya di lift Ia lalu menekan tombolnya tak sabar. Takut-takut jika ternyata Arya sudah menunggu terlalu lama.

"Sarah!" Panggilan Arya menginterupsi Sarah yang tengah sibuk berlari menyusuri lantai dasar. Ia sontak berhenti. Arya berjalan menghampiri dirinya.

"Kenapa buru-buru? Saya baru sampai," ujarnya saat sudah berdiri di hadapan wanita tersebut.

"Saya kira bapak udah nunggu lama, makanya saya lari," jawab Sarah.

"Baiklah ayo."

-

"Gimana kerjaan kamu di kantor?" Arya bertanya sambil menyetir. Kini mereka sedang dalam perjalanan menuju resto yang telah Arya pesan.

Jalanan nampak lenggang. Menjadikan mobil yang sedang Sarah tumpangi berjalan disisi lampu-lampu jalan tanpa hambatan.

"Kaya biasa sih pak, lempeng gitu," jawab Sarah diakhiri tawanya.

"Kita sudah diluar jam kantor, manggil bapak kayaknya saya belum tua banget." Kali ini Arya bicara sambil tersenyum.

Sarah yang tak pernah luput memperhatikan Arya pun sontak ikut mengembangkan bibirnya. Ia ikut tersenyum melihat Arya yang juga tersenyum. Jarang sekali laki-laki disamping nya ini menunjukkan senyuman seperti ini.

"Kalo bukan pak mesti dipanggil apa ya? Secara bapak kan masih atasan saya juga di kantor," ujar Sarah bingung. Kalau bukan pak masa iya dipanggil Mas? Ah tidak! Sarah geli mengucapkan kata tersebut. Lalu kakak? Tapi justru terkesan seperti panggilan junior untuk seniornya.

"Panggil nama saya aja, Arya."

Usai mengatakan itu mobil yang mereka tumpangi sampai di tempat tujuan. Mereka datang ke sebuah restaurant yang nampak dipadati pengunjung. Setiap mejanya sudah terisi dengan banyak pasangan atau pun kumpul bersama teman.

"Saya kira gak akan seramai ini." Arya berujar disamping Sarah yang masih duduk di samping kemudi.

"Kalo pengen yang sepi ya di semak-semak," sahut Sarah lalu turun dari mobil.

"Buat apa?"

Sarah mengerutkan keningnya dalam. Apa benar Arya tidak mengerti maksud ucapannya barusan. Coba saja kalau Devan yang ada disini, bossnya itu pasti malah akan langsung mengajaknya ke semak-semak mengingat betapa sengklek-nya otak bosnya itu.

"Gajadi yo." Ajak Sarah menggaet lengan Arya layaknya sudah berteman lama. Dasar ganjen. Sarah sudah berniat, apa pun yang terjadi, dirinya harus bisa meluluhkan hati Arya, si manusia maskulin di kantornya itu.

Bunyi pintu yang Sarah buka sama sekali tak mengalihkan atensi pengunjung disana. Hal ini sudah cukup menunjukan kalau restaurant tersebut memang benar ramai saat ini. Lagipula siapa yang akan peduli dengan siapa dan apa yang muncul dari balik pintu masuk. Sarah dan Arya sama-sama mengedarkan pandangan, mencari-cari meja yang belum terisi lalu menempatinya.

Tapi Sarah sudah kalah cepat dari Arya. Kini giliran Arya lah yang menarik tangan wanita tersebut agar mengikuti dirinya ke tempat yang ia tuju.

"Disini tidak masalah kan?" Tanya Arya kala tempat yang ia pilih sedikit menjurus ke arah dalam. Yang artinya mereka berada di sudut ruangan. Jauh dari pintu masuk berada.

"No problem," jawab Sarah lalu duduk diikuti Arya.

Belum sampai semenit mereka duduk, satu pelayan pria menghampiri meja yang Sarah tempati sembari membawa catatan kecil di tangan. Arya lalu menyebutkan pesanannya, tak lupa menanyai Sarah yang nampak sibuk bermain ponsel.

Tak lama setelah itu, pelayan tersebut pamit undur diri, tak lupa mengatakan agar mereka menunggu pesanan datang.

"Bapak sering kesini ya?" tanya Sarah membuka obrolan. Tadinya mereka sama-sama bermain ponsel, tapi setelah Sarah memulai obrolan Arya langsung meletakan benda pipih miliknya itu.

"Lumayan, kalau saya males masak, saya makan malam disini."

"Loh bapak masak sendiri?" Sarah bertanya dengan sedikit terkejut. Apa laki-laki didepannya itu tak makan malam bersama keluarga.

Arya mengangguk. "Emang harusnya sama siapa?"

"Maksud saya bapak kenapa gak minta dimasakin ART atau ibu bapak mungkin. Maksud saya, emang gak makan malem bareng keluarga?"

"Saya tinggal sendiri di apartemen."

"Oh... emang ya laki-laki sukanya tinggal sendiri di apartemen." Sarah manggut-manggut.

"Memang siapa lagi yang tinggal di apartemen?"

"Tuh diktator di perusahaan alias pak Devan."

"Ngomong-ngomong kamu sering kesana?"

"Banget! Tiap pagi malah, udah kaya pembantu tapi gak digaji. Datang pagi-pagi, disuruh masak, beres-beres rumahnya, nyiapin bajunya baru deh nanti berangkat ngantor."

"Itu masuk ke job desk kamu?"

Sarah mengangguk dengan cepat. Tangannya lalu menyingkir dari atas meja setelah pesanan mereka sampai. Setelah pelayan berlalu pergi. Mereka kembali melanjutkan obrolan.

"Kalo dipikir lagi kayanya tuh pak Devan bakal sengsara kalau saya tinggal minggat! Soalnya gada yang ngurusin."

Arya tersenyum mendengar ucapan Sarah. "Begitu ya."

"Pak Arya sendiri kenapa milih tinggal di apartemen?"

"Menurut kamu kenapa?"

"Yah gatau pak, kali aja bosen tiap pulang ke rumah liatnya itu-itu mulu," ujar Sarah bercanda. Makan malam sudah dimulai sejak tadi, diselingi obrolan yang saat ini mereka lakukan.

"Iya bener. Saya emang bosen liat muka semua orang dirumah saya."

Arya bicara tanpa ekspresi. Sudah biasa. Tapi Sarah tetap saja canggung usai mendengar jawaban laki-laki itu.

Sarah berdehem. "Bercanda kan pak? Jadi canggung, hehe."

Lagi-lagi suara deheman terdengar di pendengaran Arya. Tetapi bukan Sarah lah pelakunya melainkan dua sejoli paruh baya berpakaian mewah yang baru saja tiba di meja mereka.

"Arya kalau lain kali ada waktu buat kencan, usahakan pulang ke rumah ya."

Sarah mendongak penasaran. Dan betapa kagetnya ia kala matanya menangkap sosok Velin dan juga Barack. Jelas ia ingat betul siapa mereka, mereka adalah orang tua Devina Anggara, perempuan yang awalnya akan dijodohkan dengan Devan.

Untuk apa mereka disini. Lalu hubungan apa yang mereka miliki dengan Arya. Sarah mengalihkan pandangannya menatap Arya. Anggara. Matanya membola sempurna kala menyadari sesuatu. Goddam!

Devina bermarga Anggara, dan nama lengkap Arya adalah Arya Anggara. Jadi, jadi artinya mereka berdua saudara bukan?! Matilah Sarah. Belum saja dia melakukan sesuatu untuk mendapatkan Arya, kini justru langsung dipukul mundur oleh kenyataan yang ada.

Disatu sisi ia menyukai Arya, dan disisi lain Devina batal menikah karena Devan memperkenalkan nya sebagai calon istri pada semua orang itu. Kalau begini, ia pasti akan langsung di blacklist dari daftar calon menantu, bahkan sebelum ia mulai memacari putra keluarga tersebut. Omaygot! Apa yang terjadi sekarang, seketika otaknya ngelag memikirkan betapa rumitnya masalah yang dihadapi. Sekarang ia bingung harus bersikap seperti apa saat Arya tahu pernikahan adiknya batal karena dirinya.

STRANGE BOSS Where stories live. Discover now