Kucing - kucingan

6K 725 53
                                    

“HUAAAAAAA GUE NGIDAM SUAMI GUE VI! GAK MAU TAU POKOKNYA LO BAWAIN SUAMI GUE KEMARI!”

Pekikan Sarah menarik atensi banyak orang. Dalam keadaan yang sedang hamil seperti sekarang ini wanita itu memang sering melupakan tentang apa itu rasa malu. Vivi yang sedang bersamanya pun hanya bisa meringis dan menimpali.

“Gue bilang juga apa, jangan percaya sama omongan cowok! Pak Devan dah pasti selingkuh disana! Masa pergi udah dua bulan kagak balik-balik anjir!”

Sarah menarik ingusnya yang hendak keluar. Didepan sana Vivi merengut sangat kesal. Pasalnya sejak tadi wanita hamil tersebut terus merengek meminta Devan. Apalagi saat wanita itu hendak menghubungi ponsel Devan, bukannya sang suami yang menjawab, justru layanan telepon lah yang terdengar. Ponsel lelaki tersebut tidak aktif, bahkan sudah dari semalam Sarah mencoba menghubungi. 

“Terus gue harus gimana?”

Kali ini suara Sarah terdengar pelan. Sambil melinting ujung bajunya, wanita itu menunduk.

“Lo jawab jujur, sebenernya Lo komunikasi nggak sih sama pak Devan.”

Sarah mengangguk. Vivi menghela nafas.

“Terus kenapa pak Devan belum pulang juga?”

“Katanya sebentar lagi pulang, tapi, nggak tahu kapan, soalnya Paman nya baru siuman dua hari lalu.”

Vivi menggaruk rambutnya kasar. “Gue tuh bingung harus gimana, Gue kayak nggak yakin aja sama pak Devan, masa doi betah jauh-jauh dari Lo selama ini?”

Sarah tak langsung menjawab ucapan temannya itu. Pandangannya ia alihkan pada jendela diluar ruangan tempatnya makan. Keduanya saat ini tengah berada di restoran. Bahkan sudah menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk duduk dan makan disana.

Getaran pendek kemudian terdengar dari ponsel Sarah. Wanita itu langsung membukanya sembari sibuk menyedot minuman miliknya.

“Siapa?”

“Nggak tahu, nomor asing, nomor darimana sih ini, pake ngirim gambar segala.”

Sarah menunjukkan layar ponselnya. Terpampang satu foto dengan dua orang didalamnya.

“Lo kenal Vi?”

Sarah bertanya usai melihat kerutan pada wajah temannya itu.

“ITU LAKIK LO BANGKE!”

Vivi geram ditempatnya. Jelas foto yang baru saja ia lihat adalah Devan bossnya. Dan Sarah justru dengan santainya terlihat biasa saja usai melihat itu. Lihat juga bagaimana sekarang wanita itu justru hanya menampakkan wajah cengonya.

“Astaga! Sarah itu pak Devan anjir!”

“Masa iya?” Pasalnya Sarah hanya mengunduh gambar tersebut kemudian langsung menunjukkan nya kepada Vivi. Wanita itu kemudian menarik ponselnya dari hadapan Vivi

“Terus nih cewek siapa? Kok suami gue sama bule sih, mereka ngapain disana? Pantesan aja telponnya mati, nggak taunya lagi nyari bini muda ternyata.”

Wajah Sarah yang semula adem, ayem, kalem dan hanya kepolosan yang tecetak jelas sekarang berubah menjadi seseorang yang siap menerkam siapa saja terutama suaminya sendiri.

Positif thinking aja, siapa tahu rekan bisnisnya, sekretarisnya, or something like that, Lo harus percaya sama suami Lo.”

Vivi ngeri sendiri saat melihat ekspresi Sarah. Padahal sejak tadi dia lah yang sibuk mencak-mencak. Namun sekarang, sepertinya Sarah lah yang akan seperti itu.

“Lo kok jadi belain suami gue!”

“Ya masa gue dukung Lo ribut sama pak Devan?!”

Vivi menjawab ketus. Sedangkan Sarah kini berusaha menghubungi Devan melalui ponselnya. Berulang kali Sarah mencoba, hasilnya tetap sama, ponsel lelaki tersebut sedang tidak aktif.

Vivi hanya diam mengamati. Tak mau lagi mengompori Sarah yang sepertinya sudah terbakar saat ini. Wanita hamil tersebut nampak menghela nafas kemudian berdiri secara tiba-tiba.

“Lo ikut gue sekarang.”

Sarah menyambar lengan Vivi saat wanita itu masih sibuk menyedot minumnya. Dengan terburu-buru keduanya lalu meninggalkan restoran usai mengurus pembayaran.

.
.
.

Pukul delapan malam. Sebuah mobil hitam terlihat memasuki pelataran rumah. Sang empunya terlihat keluar dengan tergesa. Meninggalkan barang-barang nya didalam mobil tanpa pikir panjang.

“Pak Devan sudah pulang.”

Bibi yang baru saja membukakan pintu untuknya sontak bertanya. Karena sejak pagi tadi, tak ada satu pun dirumah itu yang membahas kepulangan Devan.

Lelaki itu sengaja merahasiakan kepulangannya. Sang istri yang notabene paling ia rindukan saja sengaja tak ia beritahu, mengingat itu Sarah pasti akan terkejut dan terharu secara bersamaan bukan.

Dua minggu yang dulu ia janjikan sudah berubah hingga dua bulan kemudian. Lelaki itu tak  menyangka bahwa waktu yang akan ia habiskan jauh disana melebihi ekspetasi nya. Devan tahu ia sudah keterlaluan, dengan waktu selama itu, laki-laki itu bahkan tak sekalipun pulang. Hanya memberi dan menerima kabar melalui ponsel. Saat ponselnya ia hidupkan kembali pun terlihat banyak sekali pesan dan panggilan masuk dari Sarah.

Devan tersenyum.

Setelah ini, tak akan ada lagi jarak di antara mereka. Ia akan kembali bersama Sarah, menghabiskan waktunya dengan puas bersama wanita itu, Devan sangat merindukan bagaimana tidur dengan memeluk Sarah. Menciumi seluruh wajahnya sebelum kemudian bekerja, lalu pulang dan makan malam bersama. Aktivitas seperti itulah yang kira-kira Devan sayangkan harus terlewat selama dua bulan ini.

Setelah menyusuri setiap sudut rumahnya dengan senyum mengembang. Devan kini menampilkan wajah kakunya.

“Sarah dimana bi?”

Bukan raut wajah terkejut yang Devan dapati, sekarang laki-laki itulah yang nampak terkejut dan juga khawatir. Pasalnya di jam seperti ini Sarah sedang berada dimana. Mungkinkah karena panggilannya tak Devan jawab sekarang wanita itu kabur dari rumahnya.

Devan menekan ponselnya. Sama seperti dirinya tadi, kini ponsel wanita itu yang sedang tidak aktif. Sarah mungkin tengah membalas perbuatannya bukan. Ia lalu mengusap wajahnya kasar.

“Bi Sarah dimana?”

Devan menatapnya dengan wajah tak sabar. Sejak tadi ia sudah kalut. Namun asisten rumah tangganya itu hanya diam sambil tergagap menjawab pertanyaannya.

“Mbak Sarah pergi pak.”

Devan sedikit lega mendengar nya. Pikirannya masih berpikir hal positif mengenai Sarah yang mungkin saja pergi berbelanja, atau lain hal sebagainya.

“Pergi kemana?”

Setelah tahu dimana Sarah berada tentu Devan akan segera menyusul istrinya itu. Apapun yang terjadi Devan tak mau hanya duduk diam menunggu dirumah.

“Katanya mau nyusulin pak Devan ke Austria.”

“APA?”

“Tadi mbak Sarah pulang, terus pergi lagi, pas saya tanya katanya mau nyusulin bapak. Maka dari itu saya disini jagain rumah dan nggak pulang.”

“Sarah pergi sama siapa bi?”

“Sama mbak Vivi.”

“Astaga.”

Devan menyugar rambutnya kasar. Tak urung laki-laki tersebut kemudian berjalan meninggalkan rumah. Dia pulang, Sarah justru menyusulnya. Sekarang Devan yakin sekali kalau Sarah pasti sudah berada di pesawat saat ini. Mau tak mau lelaki itu juga harus kembali kesana menyusul istrinya itu. Sekarang Devan menyesal telah pulang tanpa mengabari Sarah. Jika sudah begini, maka dirinya yang paling kesusahan karena harus bolak-balik naik pesawat.




VOTE YE!
SEE YOU!

STRANGE BOSS Where stories live. Discover now