Because kaca

18.8K 1.7K 129
                                    

PENCET BINTANG KALO MAU DAPET PACAR! KOMEN KALO MAU DAPET SUGAR DADDY, HEHE.


"Penasaran?" Tanya Devan.

Vivi mematung ditempatnya. Matanya melirik melihat Sarah meminta pertolongan. Namun yang ditatap justru mengedikan bahunya acuh.

"Engga kok pak saya permisi."

Vivi berjalan menundukan kepalanya menahan malu. Demi apapun rasanya ia ingin tenggelam saja di lautan.

"Padahal kalo dia penasaran saya mau live ig." Gumam Devan menggelengkan kepalanya hingga satu pukulan keras terasa di dadanya

"Astaghfirullah hal adzim!" Ujar Sarah kemudian pergi meninggalkan Devan.

-

"Kamu yakin janjian dengan pak Andi?"

Devan duduk di kursi miliknya. Seperti kata Sarah tadi mereka akan bertemu dengan pria paruh baya bernama Andi itu. Namun sampai sekarang, pria tersebut belum menampakan batang hidungnya yang sudah terlambat lima belas menit.

Sarah tak menjawab pertanyaan tersebut. Matanya melihat pintu yang baru saja memunculkan orang yang selama ini mereka tunggu.

"Maaf sebelumnya ada sedikit masalah."

"Tidak masalah silahkan duduk."

Andi dan sekertaris nya itu kemudian duduk dihadapan Devan dan Sarah.

"Perkenalkan ini sekertaris sekaligus istri saya."

Devan memperkenalkan Sarah, begitu pun Andi yang juga membawa seorang sekertaris bernama Amel.

"Pak Devan sungguh protektif, sampai-sampai istri dijadikan sekertaris."

"Tapi ngomong-ngomong apa pernikahannya di luar negeri? Saya rasa tak pernah dapat undangan dari kalian."

"Pernikahannya mendadak. Karena itu belum mengadakan resepsi."

"Mau bagaimana lagi kalau mempelai wanitanya tak sabaran."

Sarah tersenyum kikuk sambil melirik Devan tajam. Sedikit puas setelah berhasil menggoda Sarah Devan juga berpikir untuk tidak pulang saja nanti malam. Pulang pun ia yakin akan tidur diluar bukan?

"Bisa kita mulai?"

"Ah iya."

Andi menjawab ucapan Sarah. Ia hampir melupakan kedatangannya kemari. Sarah kemudian memperlihatkan apa yang ada pada layar laptop miliknya. Menjelaskan secara rinci bagaimana kerja sama mereka akan berlangsung nantinya. Sebagai sekertaris tentu Sarah harus melakukan hal itu sebagaimana mestinya, dan, yang Devan lakukan hanya menyimak sesekali menambahi ucapan Sarah kemudian.

Satu jam berlalu dengan cepat. Devan berdiri menjabat tangan Andi sembari tersenyum. Menandakan jika kerjasama antara keduanya telah dilakukan.

"Senang bekerjasama dengan bapak."

"Begitu pun saya, jarang sekali menemukan pengusaha yang terbuka seperti pak Devan."

Devan hanya tersenyum. Usai saling menjabat tangan Sarah keluar mengantar Andi diikuti Devan dibelakangnya.

"Saya bahkan lebih terbuka kalau dikamar mandi." Gumam Devan sambil menatap kepergian Andi. Sarah tak tuli untuk bisa mendengar gumaman Devan yang baru saja menyapa indera pendengarannya itu.

"Ngomong ngangong-ngangong!"

"Jam berapa makan siang?"

Sarah berdecak malas. Anak sd bahkan tahu jam makan siang mereka.

"Untuk yang normal ya jam 12. Karena bapaknya abnormal makan siang nya ntar malem." Ujar Sarah lalu berjalan meninggalkan Devan.

"Itu makan apa olahraga kok malem-malem?"

Devan berjalan menjajarkan tubuhnya dengan Sarah. Melirik sebentar Sarah yang terlihat bingung dengan ucapan Devan.

"Orang mana yang malem-malem olahraga?" Sarah mendongak menatap Devan. Pria tersebut kemudian menghentikan langkahnya membuat Sarah spontan ikut berhenti.

"Tadi malem bukannya kita olahraga? Apa bukan ya?"

Mimpi apa Sarah mau menikahi pria didepannya itu. Sarah yakin sekali Devan pasti ingin membuatnya malu atas kejadian semalam. Dan ya, selamat karena Sarah benar-benar malu sekarang. Ia kemudian berjalan dengan cepat sembari menutup wajahnya.

Sarah berjalan sembari menunduk. Wajahnya tertutup penuh oleh telapak tangan mengindahkan panggilan Devan berkali-kali. Dalam hati Sarah berulang kali merutuk suaminya itu. Menjawab panggilan Devan hanya akan menambah "Arggh!"

Sarah meringis, baru saja ia menabrak kaca tebal didepannya itu. Sarah yakin tak akan sesakit ini jika ia berjalan dengan pelan. Tapi yang terjadi adalah ia berjalan dengan cepat. Membuat benturan yang terjadi padanya sedikit menimbulkan suara yang menarik atensi beberapa orang disana. Sakitnya masih tak seberapa dibanding malu yang ia tanggung karena semua orang sedang menatapnya sekarang.

Dan pria yang menjabat suaminya itu juga tertawa sembari berjalan mendekatinya. Sarah tak habis pikir kenapa hari ini ia merasa sangat sial karena mengindahkan ucapan suaminya itu. Devan berjalan sembari membuka kancing jasnya, sesampainya didepan Sarah tangannya kemudian menarik kepala istrinya itu agar terselip dalam jasnya. Sedang di atas sana bibirnya tak luntur menertawakan kesialan istrinya itu.

"Pengen tenggelam." Gumam Sarah pelan tanpa menolak perlakuan Devan. Kini seluruh wajahnya tersembunyi di balik dada bidang sang suami.

"Iya-iya ini kan juga udah tenggelam."

Devan menyahut sembari menahan tawanya. Jujur saja jika Sarah bukan istrinya ia akan menertawakan wanita itu dengan keras. Seakan azab langsung datang pada istri yang baru saja mengacuhkan ucapan suaminya, dan setelah ini Sarah seharusnya menuruti ucapannya bukan.

STRANGE BOSS Where stories live. Discover now