Gagal paham

16.3K 1.8K 136
                                    

Meja yang biasanya ditempati oleh sekretaris Arya kini telah berganti oleh Sarah. Sama halnya dengan meja kerja ditempat sebelumnya, ruangan sesama sekretaris itu tak jauh berbeda. Hanya oranganya saja yang membedakan apalagi dengan sang empu yang sejak tadi duduk dengan gelisah.

"Shhhhh," berulang kali Sarah mendesis menahan sesuatu. Sudah berbagai posisi duduk ia coba namun tak kunjung meredakan rasa sakitnya. Tangannya melingkar diperutnya sendiri sembari sedikit membungkuk. Rambutnya berantakan sebab menjuntai ke arah bawah menghadap lantai. Keringatnya bahkan sudah sampai membasahi kening mulusnya.

"Sue gue kena karma lagi." cicitannya itu mungkin ada benarnya juga. Sebab telah berbuat dosa dengan bossnya sendiri dan sekarang ia kena batunya.

Sarah tahu hari ini sedang pms. Dan saat haid rasa sakit diperutnya itu jarang sekali timbul. Biasanya hanya sekadar pegal pegal di area pinggul lalu selesai. Tapi tak disangka ini kali pertama setelah sekian lama ia mengalami sakit perut sebab pms. Kalau boleh memilih sih ia lebih baik pegal pegal daripada mulas seperti orang akan melahirkan saja.

"Mbak Sarah dipanggil pak Devan ke ruangannya sekarang!" suara Risa terdengar dipendengarannya namun ia masih tak bergeming menanti kelanjutan ucapan rekan kerjanya itu.

"Ngapain sih? Gue lagi kerja nih!" Risa sontak mengerutkan keningnya bingung. Yang ia lihat Sarah hanya sedang duduk sembari menunduk. Pekerjaan apa yang dikerjakan dengan gaya seperti itu.

"Kerja apa nyari tai ayam dilantai mbak?"

"Ya lo liat sendiri lah!" kali ini ia menjawab sembari mengangkat kepalanya. Menatap horor ke arah Risa dengan rambut menutupi separuh wajahnya.

"Terserah deh yang penting mbak Sarah kesana sekarang, buruan, udah ditunggu soalnya," usai mengatakan itu Risa segera kembali keruangannya. Meninggalkan Sarah bahkan tanpa bertanya ada apa dengan dirinya.

Sesampainya disana, Sarah tak langsung masuk. Ia berdiri dihadapan pintu berusaha menenangkan diri. Bagaimana pun jika Devan melihatnya dalam kondisi menyedihkan, pria itu pasti akan mengejeknya, tahu sendiri julidnya Devan ngalahin ibu ibu.

Hingga sahutan menyuruhnya masuk dari arah ruangan barulah Sarah masuk kedalam.

"Bapak lupa ya tiga hari ke depan saya gada urusan sama bapak," Sarah melontarkan basa basi pertamanya sembari berusaha tersenyum. Walaupun pahit ia tetap harus tersenyum bukan.

"Berani banget kamu bilang begitu setelah kamu buat saya mondar mandir ke kamar mandi sampe 12 kali." Devan berkata sembari menatap Sarah tajam.

"Ehe terus hubungannya sama saya apa ya? yang mondar mandir kan bapak?" ujar Sarah tak mengerti.

"Saya pikir kamu lebih tahu kenapa saya sampe begitu." Kini Devan beranjak dari duduknya. Berjalan menghampiri Sarah. Mendudukan bokongnya di atas meja sembari menatap sekretarisnya itu.

"Bukan salah saya itu pak! Keknya ibu saya lupa kasih cabenya kebanyakan!" ujar Sarah berusaha menghindari tatapan Devan. Ia gugup jika berbicara dengan lawan jenis hingga sedekat ini. Apalagi Devan terlihat jauh lebih tampan dengan posisi seperti itu.

COBA AJA NYINYIRNYA GA KEBANGETAN DAH GUE SIKAT NIH BOSS SATU!

"Begitu rupanya..hmm sebagai anak gadisnya yang berbakti kamu harusnya siap untuk gantiin hukuman buat ibu kamu, iya kan? Ga mungkin saya hukum calon mertua sendiri-"

"Idih busset sape lu anjirr! Ngadi ngadi!" belum selesi Devan menyelesaikan ucapannya Sarah sudah memotongnya lebih dulu tanpa sadar. Lihatlah dirinya bahkan spontan menolak kalau disangkit pautkan dengan Devan apalagi sampai menikah. Mana mungkin! Batin dan jiwanya sudah kompak menolak apapun yang terjadi.

Sedang ditempatnya, Devan tak bergerak sedikit pun, terkejut sebab perkataanya dipotong tiba tiba, ia juga sedikit jengkel kenapa Sarah begitu tidak menyukainya. Aish kalau begini Devan jadi berpikir Sarah tidak menyukai laki laki. Padahal Devan kan termasuk golongan calon menantu idaman yang rupawan. Sudah tampan, kekayaan melimpah bagai terumbu karang di laut. Apalagi yang kurang? Yang paling penting gen miliknya adalah yang terbaik. Devan yakin keturunannya nanti akan penuh visual seperti dirinya. Hitung hitung menambah populasi orang tampan.

"Saya kasih tiga pilihan kamu yang tentukan! Gaji kamu bergantung dengan pilihan ini!"

"Hmm apa?" tanya Sarah ragu ragu

Dalam hati Sarah sudah siap siaga dengan permintaan Devan. Siap siap saja kalau tidak non logika ya bukan Devan namanya.

"Kalau ga pilih salah satu gaji kamu selama tiga bulan bakal saya tahan dengan alasan sudah membuat bossnya sendiri menderita! Membuang buang waktunya sampai tenaga dan tidak mengakui perbuatannya!" ujar Devan yang sekarang sudah berdiri dibelakang Sarah.

"Lah kenapa tuduhannya banyak banget? Cuma karena sakit perut kenapa kesannya saya penjahat kriminal ya?" ujar Sarah menolehkan kepalanya.

"Perbuatan kamu ini termasuk kriminal, nyerempet ke percobaan bunuh diri. Kamu gatau kan kalau saya ada penyakit lain didalem perut?" tanya Devan sinis

"Tahu kok!" Sarah mengangguk cepat "Cacingan kan?" ujarnya menahan tawa sembari menunduk.

"Pertama, jadi teman ketika saya terlelap menunggu fajar tiba," ujar Devan menatap Sarah lekat.

"Hah apa apa? Jadi temen ketika saya terlelap menunggu fajar tiba?" Sarah mengulangnya dengan pelan sebab yang Devan ucapkan belum tersampaikan kepada otaknya . "Lah ya ogah! Ngapain coba nunggu matahari terbit, ditinggal tidur juga ntar matahari terbit kali pak, ngapain sih? Kurang kerjaan amat? Yang ada paginya jadi jombi karena ga pernah tidur nungguin matahari terbit!"

Devan mengindahkan jawaban Sarah. Kembali melanjutkan ucapannya.

"Kedua, jadi tempat saya pulang dikala lelah selepas bekerja, jadi yang pertama kali menyambut saya saat baru pulang dari kantor."

Harusnya sekarang Sarah mengerti kan?

"Jadi pembantu maksudnya?"

JEDERRR!

Susah susah puitis, ceweknya gak peka. Mau jujur juga gak bisa.

"Saya serius Nona, tolong jangan dibuat bercanda," suara Devan jauh lebih lembut sekarang. Mungkin sebab sudah terlalu jengkel dengan wanita didepannya itu.

"Y-ya saya juga serius pak! Yang suka bukain pintu rumah orang kaya kan emang pembantu, abis itu bawain tasnya, ditanya mau makan sekarang atau nanti? Kan dirumah besar bapak juga begitu, tuh bi Siti yang ngelakuin." tanpa beban Sarah berujar, seakan pura-pura tidak mengerti atau memang sungguh tidak mengerti. Mereka sama sama bingung ditempatnya. Devan bingung bagaimana menjelaskan sedang Sarah bingung mencerna ucapan sang boss.

"Sebelumnya kamu pernah pacaran gak sih?" ujar Devan mengacak rambutnya frustasi. Susah sekali meromantisi wanita kolot seperti sekretarisnya ini. Tak bisakah dia paham maksud dari kalimat indahnya itu. Astaga Devan benar benar frustasi sekarang.

"Ya pernah lah!" sahut Sarah sedikit tak terima

"Nah terus kenapa masih ga ngerti apa yang saya bilang! Pacar kamu dulu gimana sih? Ga pernah kasih kata kata romantis?"

"Kalo itu saya mana inget pak orang terakhir putus aja sama tali pusar gimana mau romantis?"

"Kamu becanda?"

Sarah menggeleng "Engga serius sumpah!"

"Itu berarti gak pernah pacaran, udah lah pusing saya," ujar Devan lalu kembali duduk dengan kasar.

"Terus gaji saya gimana? Masih aman kan pak? Ga jadi dipotong?"

"Iya terserah kamu saya udah ga mood pergi sana!"

Dengan antusias Sarah pergi meninggalkan ruangan Devan. Selamat sudah gaji bulanannya dari ujung tanduk. Dan ditempatnya Devan menatap tak percaya kepergian Sarah sembari menggeleng pelan.




Gimana kalo kalian jadi Sarah? Waktu Devan bilang begitu apa kalian langsung paham? Atau malah kek Sarah wkwk. Sampai jumpa!

STRANGE BOSS Donde viven las historias. Descúbrelo ahora