Ekhem

18K 1.4K 36
                                    

Di sebuah ruangan Devan baru saja menyelesaikan ritual mandinya. Dengan handuk yang terlilit dipinggang ia keluar sambil mengusap rambutnya yang basah dengan handuk lainnya.

Langkahnya kemudian berhenti secara tiba-tiba. Alisnya menyatu menunjukan kebingungan dengan apa yang Sarah lakukan. Wanita tersebut duduk di atas ranjang dengan mata terpejam. Tubuhnya masih terlilit kimono tebal berwarna putih dan satu tangannya mengelus perutnya tak berhenti. Ditatapnya wajah sang istri, mengamati pergerakan sang bibir yang terlihat sedang merapalkan mantra.

"Kamu ngapain?"

Sarah kemudian membuang nafasnya kasar. Membuka matanya yang langsung bertemu dengan netra hitam milik suaminya itu. Bibirnya kemudian tertarik untuk menyunggingkan senyum manis yang mengawali pagi.

"Bismillah kembar tiga." Ujar Sarah menepuk perutnya dua kali.

"Apanya?"

"Anaknya lah, apalagi, biar sekali proses langsung dapet tiga."

Sarah bangkit dari duduknya. Hendak bersiap untuk berangkat ke kantor hari ini.

"Gabisa dong harus satu-satu biar-"

"Biar apa?"

Devan menggantungkan ucapannya, ia berdiri menatap Sarah yang sedang berkacak pinggang disana

"Biar kamu gak kewalahan pas ngurus."

"Kan bapaknya masih hidup."

"Astaghfirullah, emang kamu mau jadi janda?"

"Nikah lagi lah biar gagal jadi jandanya."

-

Mobil yang Sarah kendarai melenggang masuk ke area parkir yang nampak sudah padat diisi kendaraan. Selama perjalanan Sarah dan Devan lebih banyak diam dikarenakan suaminya itu sibuk mempelajari materi untuk rapat pagi ini.

Usai memarkirkan mobilnya mereka berjalan memasuki kantor dengan biasanya. Bahkan untuk orang luar perusahaan pun tak akan mengira kalau mereka pasangan melihat formalnya keduanya saat ini. Tak ada gandengan tangan, bahkan obrolan ringan layaknya pengantin baru. 

Terlepas dari semuanya seorang wanita sejak tadi sibuk mengamati Sarah dari kejauhan. Wanita itu adalah Vivi teman dekat Sarah di kantor. Dari balik meja kerjanya Vivi memandangi dua orang sejoli yang baru saja melewatinya dengan diam. Wanita itu adalah salah seorang yang mengatahui pernikahan dadakannya dengan Devan.

Sesampainya diruang rapat Sarah mempersilahkan Devan duduk, kemudian diikuti petinggi perusahaan lainnya yang turut berdiri saat sang empunya perusahaan datang.

Rapat hari ini ialah rapat triwulan perusahaan, dimana rapat ini berlangsung selama tiga bulan sekali membahas penjualan dan hal lainnya. Tak semua karyawan mengikuti rapat ini, hanya pimpinan dari setiap departemen yang terlibat lah yang akan hadir.

"Apa jadwal saya setelah ini?"

Devan bertanya disela-sela matanya yang  sibuk membaca proposal ditangannya itu. Rapat sudah selesai tapi sebab Devan yang belum keluar maka tak ada satu pun yang berani mendahuluinya untuk kembali bekerja ke tempatnya masing-masing

"Jam sepuluh nanti pak Andi akan datang menemui bapak."

Sebagian peserta rapat sejak tadi bertanya-tanya mengapa Sarah masih menjadi sekertaris Devan bahkan setelah wanita itu menjadi istrinya. Masalah uang seharusnya Sarah tak perlu memikirkannya lagi. Sekalipun wanita itu ingin resort juga Devan pasti sanggup membelinya.

"Lalu?"

"Setelah makan siang kita akan meninjau proyek di Bandung."

Devan hanya manggut-manggut saja mendengarnya "Sebelum itu jadwalkan makan siang dengan istri saya."

"Ha?"

"Apanya yang ha?" Tanya Devan menatap seorang pria yang ia kisar sebaya dengan Sarah. Semua peserta rapat ikut melihat ke arahnya. Sebagian dari mereka merasa terwakilkan dengan ucapan laki-laki tersebut. Mereka yang disana memang sudah tahu akan status baru pimpinan mereka itu. Sebelum rapat dimulai tadi, Devan lebih dulu mengumumkan hal tersebut.

"Ah bukan apa-apa maafkan saya." Ujarnya menunduk. Ia hanya heran dengan ucapan Devan tadi.

Devan mengangguk kemudian pandangannya menatap semua orang disana "Kalian kenapa masih disini?"

Semua orang saling berpandangan. Meminta satu sama lain agar menjawab pertanyaan anying dari bossnya itu.

"Maaf, kan nunggu bapak."

"Kenapa? Emang kita mau pergi kemana?"

Mendengar ucapan Devan barusan seketika membangkitkan keberanian mereka untuk pergi tanpa menjawab. Anggap saja ini bentuk kekesalan mereka yang tak mungkin diungkapkan, bisa-bisanya Devan mengatakan hal itu setelah mereka sebagai karyawan ber attitude tak pergi sebelum bossnya yang pergi lebih dahulu.

"Salah mereka kenapa diem aja saya kan mau berduaan sama istri saya."

Devan menoleh ke samping dimana Sarah berdiri. Dan betapa tercengangnya ia karena ternyata Sarah juga ikut pergi bersama yang lainnya.

"Saya kira bu Sarah mau berduaan sama pak boss kok keluar?" Tanya seorang wanita yang berjalan sejajar dengannya.

"Saya laper belum sarapan." Jawab Sarah kemudian menghampiri Vivi.

"Vi makan dulu yuk."

Sarah berdiri disamping Vivi sedang wanita lajang itu justru menatapnya dari kepala hingga kaki. Bersedekap dada kemudian berdiri memutari tubuhnya. Sarah yang melihat itu hanya mengerutkan keningnya tak mengerti.

"Ngapain Lo?" Tanya Sarah akhirnya.

"Ck dah kebobolan lo?"

"Apanya?"

Vivi memutar bola matanya malas. Menghela nafas pelan sebelum kembali berujar. "Maksud gue Lo udah buka segel?"

"Emang apaan yang disegel? Kek mantra aja bahasanya disegel."

"Astaghfirullah! Maksud gue lo udah… udah… udah apa ya… itu lo khem." Vivi berusaha menjelaskan dengan pelan. Bagaimanapun tak hanya mereka yang ada disana saat ini. Bisa gawat kalau orang lain sampai tahu.

"Ekhem." Sarah berdehem sambil menutupi mulutnya. Pandangannya lalu menunduk.

"Nah iya gitu lo udah gituan?" Tanya Vivi bersemangat.

Sarah kembali berdehem. Kali ini ia sembari celingukan sambil menggaruk rambutnya. Dimata Vivi temannya itu pasti salting.

"Spill dong! Gue juga mau nikah tapi takut malem pertama." 

"Ekhem!" Sarah mengeraskan dehemannya. Membuat beberapa karyawan lain ikut memandangnya sedang Vivi menunjukan ekspresi keinginan tahuannya semangat. Tak menyadari sesuatu di belakangnya.

"Di belakang Lo ada pak Devan anjirr! Astaga pulang nanti rinso tuh kepala. Ekham ekhem mulu pikiran Lo."

Vivi kemudian meraba-raba meja kerjanya. "Aduh hp gue dimana ya kok gak ada."

"Ngapain kek orang buta? Tuh hp lo pegang dari lahir!" Ujar Sarah tak habis pikir.

"Nikah sama Psikopat biar langsung malam terakhir." Celetuk Devan.

Vivi meringis, ia lalu membalikkan tubuhnya menghadap Devan. "Hehe, iya pak, maaf."

STRANGE BOSS Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu