Fall For Somebody Else

22.3K 1.9K 69
                                    

Pagi ini SMA Artara mengadakan UKK hari pertamanya. Bahasa Indonesia dan PKn. Luna harus menerima ocehan Mama sepanjang sarapan. Belum lagi Raka, yang tahun ini Ujian Nasional.

Cewek itu tidak pernah bersemangat untuk ujian selain Bahasa Inggris dan Seni Musik. Dari sekian mata pelajaran IPA, yang agaknya ia sukai hanya Matematika. Pasalnya, bagi Luna yang tidak suka membaca, Biologi tidak akan cocok.

"Lo ngapalin gituan? Yaelah, nih, gue kasih tau. Lo hapal segala jenis penyakit itu nggak bisa menghindarkan lo dari kematian. Sesungguhnya hidup manusia itu di tangan-Nya."

Fisika? Baginya mempelajari Fisika hanya akan membuka rahasia-rahasia alam.

"Perahu jalan berlawanan arah dengan arus air, ya udah, lah, ya. Biarin aja lewat!"

Kimia? Mungkin kini alasannya bertambah. Diandra.

"Mending gue bego Kimia terus, deh! Daripada dikira sok nyaingin Diandra."

Dan sekarang, cewek itu menutup buku PKnnya. Ia menatap sekeliling yang sibuk belajar PKn, karena semalam mungkin mereka menuntaskan Bahasa Indonesia. Ditulisnya beberapa kata kunci di bagian kaki yang tertutup kaos kaki. Ia menepuk-nepuk bagian itu dengan bangga.

"PKn itu jangan terlalu dipikirin. Hak asasi itu bisa dikarang! Gue kasih contoh, nih. Sebagai manusia, gue berhak mendapat hak untuk mengetahui alasan kenapa gue diputusin. Dan gue berhak atas hak untuk mengeluarkan pendapat, doi cocok apa enggak sama ceweknya yang sekarang. Benar begitu?"

Cewek itu tersenyum miring pada Juna. Ketika dilihatnya Juna balas tersenyum, senyum miringnya luntur seketika.

"Lo ngomong kaya belajar itu nggak penting," sahut cowok itu masih membaca buku di tangannya.

"Lo pikir neken-neken tuts piano sama metik-metik senar gitar, terus nari-nari, penting?" Tambahnya.

"Gue--"

"Karena itu yang lo suka. Lo cuma mau melakukan apa yang lo suka, nggak mikir."

Luna bungkam. Ia menggigit bagian dalam pipinya kuat-kuat. Untung saja, bel masuk berbunyi.

*****

Luna menghentak-hentakkan kakinya dengan kesal. Bibirnya maju beberapa senti. Ia menyebrangi lapangan dan menuju parkiran tanpa menghiraukan tatapan heran seantero sekolah. Sementara itu, Adrian hanya mengikutinya dari belakang. Mengusik cewek itu sama saja dengan memancing keributan.

Langkah lebar-lebarnya terhenti ketika ia melihat penyebab utama kekesalannya hari ini. Ia mendekati Juna yang hendak masuk ke mobilnya.

"Maksud lo apa? Nyuruh anak-anak kelas buat nggak ngasih contekan sama sekali ke gue?"

Juna mengurungkan niatnya. Ia berdiri di hadapan Luna.

"Segitu patheticnya lo nggak dapet contekan sampe ngelabrak gu--"

"Bukan masalah contekannya! Ini masalah kenapa lo nyuruh anak-anak buat kompakkan ngelakuin sesuatu ke gue?!"

Juna menghembuskan napas kasar. Ia melirik sekilas Adrian yang duduk di salah satu kap mobil tidak jauh dari mereka berdiri.

"Kalo niat lo cuma mau main musik, lo nggak perlu sekolah. Kalo lo nggak niat sekolah dan belajar, lo nggak perlu buang-buang duit bokap nyokap lo--"

"Urusan lo?"

Juna menaikkan sebelah alisnya, kemudian ia terkekeh pelan.

"Gue kasian aja. Orang yang dielu-elukan seantero Artara-bahkan seantero Jakarta, attitude-nya jongkok kaya lo. Harusnya lo mikir. Bokap nyokap nyekolahin lo pake duit. Nyekolahin lo buat belajar, bukan dance, cheerleading, dan main musik nggak jelas git--"

The Ex [Completed]Where stories live. Discover now