With You

18.4K 1.7K 18
                                    


People come and go. The best will stay. Either in your life, or in your memory.


*****

Hari-hari itu berjalan seperti biasa. Tidak ada tegur sapa lagi. Tidak ada senyum dan tawa lagi. Tidak ada yang berubah, baik Luna, Juna, maupun Adrian. Raung dan waktunya lah yang tidak sama lagi.

"Eh, ternyata kelas sebelas tinggal bentar lagi, ya?"

Luna yang tengah mengenakan sepatu cheersnya menoleh. Tampak Kania yang berdiri di sebelahnya tengan mengikat rambut sambil bercermin.

"Bentar lagi udah turnamen terakhir," sambung Lita. "Bakal kangen banget sama seragam ini," lanjutnya sambil mengedikkan bahu, menunjukkan seragam cheers yang tengah dikenakannya.

Luna mengangguk pelan tanpa menanggapi. Gerakannya memelan. Ia baru sadar, setelah tahun kelas XI berakhir, ia harus mulai fokus pada pelajaran. Harus secepatnya lepas dari belenggu kisah cinta masa putih abu-abunya kini.

"Lo sama Adrian," ujar Kania tiba-tiba. "Lanjutannya gimana, sih?"

Luna mengedikkan bahu.

"Nggak tau, Kan. Dia jauhin gue kayanya. Udah ada yang baru paling," tanggap Luna.

"Atau yang lama udah balik?" Cibir Lita.

"Emang dulu Sasha sama Adrian, tuh, deket banget, ya?" Tanya Luna penasaran.

"Nggak tau, deh. Kemana-mana bareng aja gitu. Katanya dulu tetanggaan, jadi biar nggak sekelas, tetep aja nempel mulu," sambung Fio.

Luna membulatkan mulutnya. Ia menyandarkan punggung pada pintu loker. Matanya mengamati teman-temannya yang sedang merapikan seragam.

Kalau seseorang menjauh atau kembali karena masa lalu, kita bisa apa?

*****


Permainan piano itu mengalun indah di sepanjang koridor. Pintu ruang musik terbuka setengah. Namun, Adrian hanya duduk di dekat pintu tanpa berniat masuk dan mengganggu Luna di dalam.

Ia ingin terus berada di dekat gadis itu. Tapi, dengan berada di dekatnya justru perasaannya semakin tidak terkendali. Bahagia, kecewa, tenang, dan damai. Berada di dekat gadis itu menenangkan, sekaligus menjatuhkannya ketika terlintas fakta-fakta yang ada.

"Kenapa nggak masuk?"

Adrian terlonjak kaget mendengar suara perempuan di sebelahnya. Ternyata, ia tidak sadar kalau Sasha kini duduk di sebelahnya. Entah sejak kapan.

"Kenapa, sih, lo sama Luna kucing-kucingan gini?" Tanya Sasha pelan. "Munafik nggak menyelesaikan apa-apa, Yan."

Adrian menengok ke arah pintu. Ketika didengarnya Luna masih memainkan pianonya, ia kembali bersandar pada tembok.

"Nggak segampang itu."

Keduanya diam. Sama-sama menikmati alunan piano yang telah berganti lagu.

"Udah dalem banget, ya, Yan?"

Adrian menghembuskan napas berat. Dalam hati, ia membenarkan ucapan Sasha. Semakin jauh, semakin ia memikirkan gadis itu, dan semakin pula ia jatuh.

"Ambil kesempatan yang lo punya, Yan. Mumpung dia masih sendiri."

Adrian menoleh pada Sasha yang kini menatap lurus-lurus ke depan. Tampak menghindari kontak mata dengannya.

"Di luar sana pasti ada cewek yang naksir lo. Kalo lo udah taken, gue rasa dia bakal nyerah dan berhenti ngarepin lo," lanjut Sasha.

Adrian tidak lagi fokus pada alunan musik. Kini ia duduk bersila menghadap pada cewek di sebelahnya. Bohong kalau Adrian tidak peka bahwa cewek yang Sasha maksud adalah dirinya sendiri.

"Maafin gu--"

"Ngapain pada di sini?"

*****


"Jadi, kamu sama Adrian-Adrian itu?"

Luna membuka kaleng softdrink-nya. Sambil membawa sepotong cokelat, ia duduk di sebelah Zahira yang tengah berbaring di sofa.

"Aku bilang dia sama ceweknya ngintipin aku di ruang musik. Sama ceweknya," sahut Luna sambil menekankan kata 'sama' dan 'ceweknya'.

Zahira terdiam sejenak. Ia berdeham kecil.

"Ada baiknya kamu jangan deket sama Adrian lagi. Cowok yang nggak konsisten jangan diperjuangin," sarannya.

Luna melirik kakaknya, kemudian beralih pada televisi. Ia tidak menjawab.

"So, kapan Kajah wisuda?" Tanyanya, mengalihkan pembicaraan.

"Lagi skripsi," sahut Zahira. "Kamu mau ngelanjut di musik?"

Luna membenarkan posisi duduknya. Ia menggeleng pelan. Sekilas, diliriknya grand piano hitam yang berada di sudut ruangan.
Sejak kecil ia memimpikan menjadi seorang musisi. Seorang pianis terkenal. Berkecimpung di blantika musik Indonesia maupun luar negeri.

"Luna," panggil Zahira, menarik perhatian Luna dari lamunannya.

"The future is not about what you want to be, but it is about what you will be,"  kemudian, "Tapi kamu harus berusaha agar apa yang kamu inginkan menjadi what you will be next day."

Musiklah yang memdekatkan Luna dan Adrian kala itu. Adrian yang bisa memeluk nada-nada. Adrian yang mengajarkan bahwa musik bukan sekedar alunan indah piano.

Haruskah Luna memperjuangkan mimpinya? Karena itu artinya, ia harus masuk ke dalam dunia cowok itu lagi. Mengingatnya lagi. Jatuh lagi. Dan terluka lagi.


Bersama Adrian, Luna ingin mewujudkan mimpi-mimpinya.

*****

Yeayyy hope you guys like it❤

The Ex [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang