Firework

16.8K 1.5K 56
                                    


Pagi itu Juna muncul begitu tiba-tiba. Ketika Luna tengah asyik video call dengan keempat sahabatnya yang memamerkan keindahan Bunaken dari balik layar ponselnya. Yang Luna tahu Juna tidak ikut karena ada urusan penting yang tidak bisa ia lewatkan. Meski diam-diam Luna mendengarkan perbincangan Juna dengan teman kelas, ia tetap tidak tahu urusan apa yang membuat cowok itu tetap di sini.

Perasaan bodoh itu jelas pernah muncul. Terlalu percaya diri untuk memikirkan kalau Juna tidak ikut studytour karena Luna tidak bisa ikut juga. Awalnya, Luna hanya terkekeh memikirkan kisah dalam otaknya yang too good too be true. Namun, melihat Juna yang kini duduk di bangku teras rumahnya membuat angan-angan itu tercipta lagi.

"Hai. Gimana kabar lo?" Kalimat pertama Juna yang ia ucapkan setelah sekitar seminggu hari libur mereka terlewat tanpa berjumpa. Seharusnya selama libur itu mereka berada di lapangan yang sama, jika tidak mengingat lutut Luna yang cedera.

"Gue baik."

Luna hampir menggigit lidahnya sendiri. Dari sekian banyak tanggapan nyeleneh yang melintas di otaknya, hanya itu yang terucap. Seperti mereka telah berpisah begitu lama. Kemudian, bertemu lagi di satu titik yang diliputi kecanggungan. Its been a while. Iya. Sudah lama. Bukan sejak mereka bertemu, melainkan sejak mereka berhenti untuk bersama.

"Lo, free, kan?"

Luna mengangguk pelan. Bukan anggukan untuk menjawab pertanyaan Juna. Akan tetapi sebuah anggukan untuk menjawab tanda tanyanya sendiri akan perasaannya. Luna tidak akan terlalu naif kali ini. Meskipun mereka telah berhenti bersama, ternyata status bukanlah segalanya.

*****

"Kenapa nggak ikut studytour-nya?"

Salah satu pantai di deretan pantai utara pulau Jawa sore itu menampakkan matahari senja yang memantul menciptakan kilauan di laut sana hingga batas cakrawala. Pasir putihnya kasar dan bersih pada waktu yang bersamaan karena tampak jarang didatangi orang. Juna dan Luna hanya melihat satu dua orang yang tengah menikmati pantai sore itu.

Deru ombak yang lembut khas laut utara bagaikan kotak musik yang menggema bagi Luna. Angin segarnya brrhembus, membuatnya sesekali menyipit karena rambut yang tergerai berterbangan hingga menutup wajahnya.

Luna menyukai pantai dan laut. Juna tahu itu. Cowok itu memang sudah dengan gamblang mengutarakan maksudnya untuk mengajak Luna ke pantai. Come on, girl, there is no surprise anymore, batinnya menahan tawa. Namun kenyataan bahwa Juna memilih untuk mengajaknya ke pantai mau tak mau mengusiknya. Bohong kalau Luna tidak tersentuh.

Belum lagi betapa repotnya Juna harus membawakan kursi roda karena kondisi kaki Luna belum baik betul untuk digunakan berjalan. Dengan sabar cowok itu menggendong Luna hingga ke salah satu posisi pasir yang tidak begitu landai. Lalu, mereka duduk bersisian. Maksudnya apa?

"Ada urusan penting di Jakarta, jadi gue nggak bisa ikut. Urusannya udah kelar, sekarang gue justru gabut," jelas Juna tanpa mengalihkan pandangannya dari semburat oranye di langit.

"Kenapa gue? Kenapa di sini?" Tanya Luna tanpa tendeng aling-aling.

Juna tampak terkejut meski ia sudah mengenal Luna dengan baik dan tahu Luna pasti akan langsung menanyakan apa maksudnya. Sebelum menjawab, Juna menoleh sekilas untuk melihat cewek di sebelahnya tengah mengikat rambut kuncir kuda.

"Gue mau minta maaf," jawabnya.

Hening. Luna tidak merespon tanda ia ingin Juna melanjutkan penjelasannya dengan lebih jelas.

"Waktu itu dengan nggak dewasa sama sekali gue mutusin lo gitu aja."

"Lo memang nggak beralasan waktu--"

The Ex [Completed]Where stories live. Discover now