Against All Odds

13.2K 1.1K 32
                                    

Adrian memarkirkan motornya tepat di depan pagar sebuah rumah. Ia sudah turun dan melepas helmnya sambil menenteng sebungkus plastik putih, tetapi belum juga memantapkan diri untuk masuk ke dalam. Sesekali ia menatap rumah di depannya, lalu melirik plastik di tangannya. Begitu terus sambil melangkah mondar-mandir di depan pintu gerbang rumah itu.

Pembicaraan terakhir dengan Luna tentang ikatan persaudaraan itu menyisakan ketegangan karena berakhir dengan ia yang mengungkit masalah kondisi Luna yang belum bisa move on dari Juna.

"Lo daritadi gue tanyain jawab enggak mulu," ujar Adrian memotong kalimat Luna. "berarti lo belum move on, nih?"

Luna mengernyitkan dahi. "Apaan, sih?! Kok, jadi nyambung ke Juna?"

"Mungkin sebenernya, kalo lo nggak terbuka sama Juna kaya gini, mereka nggak bakal putus, Lun," sambung Adrian tanpa menanggapi pertanyaan Luna barusan.

Kernyitan di dahi Luna mengendur, diikuti kekehan singkat. "Jadi lo setuju sama pendapat orang-orang tentang gue?"

Adrian berdecak dan rasanya ingin menggigit lidah sampai putus karena kalimat yang dengan kurang ajarnya keluar tanpa ia pikirkan. "Bukan, bukan git-"

Luna menutup piano di depannya, lalu membenarkan kaus kaki yang agak melorot. "Kalo lo mau ngajakin gue ribut masalah sepele kaya gini, gue nggak ada waktu. Gue nggak mau mikirin hal-hal kaya gini."

Bodohnya, Adrian diam saja ketika Luna melewatinya. Tangannya terangkat untuk menahan lengan cewek itu, namun di urungkannya ketika Luna bergerak menjauh.

"Kalo lo mau minta maaf, gue sama sekali nggak marah," ujar Luna sambil berbalik sebelum menutup pintu.

"Tapi satu hal yang gue nggak ngerti apa memang cuman gue yang ngerasa," Luna menimbang-nimbang kalimat untuk melanjutkan kalimatnya yang menggantung. "atau memang lo yang udah berubah."

******
******

Kertas-kertas berisi coretan-coretan berserakan di karpet dan setoples camilan yang tutupnya entah ke mana tergeletak begitu saja. Luna meletakkan kepalanya miring di atas meja di antara tumpukan buku-buku bertuliskan Kimia besar-besar. Sesekali ia mencoba menyelesaikan perhitungan kadar. Sedihnya, ia mengulang-ulang menjawab soal-soal tentang perhitungan kadar itu karena otaknya sudah tidak sanggup memproses persoalan yang lebih sulit.

Luna mengangkat kepalanya bersamaan dengan kedua sikunya yang bertumpu pada meja, lalu ia bertopang dagu. Matanya memandang kosong pada soal-soal yang terhampar di hadapannya.

Andai aja ia masih punya rasa percaya diri untuk meminta Diandra mengajarinya malam ini....

Diandra apa kabar, ya?

Tapi, bukannya melanjutkan belajar, ia jadi ingat Juna gara-gara memikirkan Diandra. Pertemuan dengan Juna setelah pertandingan waktu itu, menimbulkan tanya. Juga dilemma.

Hubungan Juna dan Diandra dulu...seperti apa, sih?

Luna akhirnya menyerah dan memilih untuk mengambil ponselnya, lalu merebahkan diri di sofa. Mencari akun Arjuna Redianata.

Nihil.

Tidak ada apa-apa yang muncul pasca putusnya mereka. Pun juga kabar tentang patah hati Diandra. Semuanya nihil.

atau...Diandra yang minta putus?

Berarti Juna belum tentu udah lupain Diandra dong....

Mau tak mau Luna memikirkan kemungkinan itu juga.

Tapi kan, katanya Diandra nangis....

The Ex [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang