The End?

15.1K 1.3K 149
                                    


When you're dreaming with a broken heart
The waking up is the hardest part
You roll outta bed and down on your knees
And for a moment you can hardly breathe
Wondering, "Was she really here?
Is she standing in my room?"
No she's not, 'cause she's gone, gone, gone, gone, gone

Dreaming with a Broken Heart - John Mayer

*****


Lantai satu tampak sepi. Beberapa anak kelas dua belas yang datang hanya untuk mengurus berkas-berkas untuk masuk Universitas, sisanya sekedar ingin mengenang masa-masa SMA. Salah satunya Juna. Pagi itu, ia melihat perpustakaan yang baru buka dan buru-buru mencari sesuatu. Sebuah novel, lebih tepatnya. Setelah hampir satu bulan tidak melihat batang hidung Luna, rasanya Juna kangen. Cewek itu tidak mengaktifkan ponselnya, akun-akun sosial medianya mendadak tenggelam. Seolah Luna benar-benar ingin dilupakan oleh seluruh dunia.

Sebenarnya Juna tidak tahu persis duduk permasalahannya. Tahu-tahu ada kabar tentang orangtua Luna yang bercerai. Bahkan ada saja gosip yang mengabarkan Luna bunuh diri, yang tentu saja cukup membuatnya khawatir.

Dibukanya halaman terakhir sambil mencari tempat duduk paling strategis karena beberapa anak kelas sepuluh dan sebelas mulai bermunculan. Juna mengusapnya. Di buku ini, kisahnya dengan Luna berawal. Masa-masa cinta monyet yang konyol, tapi juga yang paling ingin ia kenang sekarang. Sejak kapan, ya, tepatnya ia menyadari bahwa Luna masih tersimpan rapi di hatinya?

Mungkin, waktu Juna memilih untuk meninggalkan Luna, bukan karena cewek itu yang overprotektif. Bukan karena sikap centilnya yang kadang membuat Juna risih. Bukan karena ia otak Luna yang kosong dan kadang bertingkah bodoh. Tapi, karena ia belum tahu ternyata kehilangan Luna bisa sesulit ini. Ia belum tahu bahwa setiap bagian dirinya membutuhkan cewek seperti Luna untuk mengimbangi langkahnya. Kalau saja waktu itu ia lebih bersabar menghadapi cewek itu....

Menolak untuk terus berandai-andai sesuatu yang tidak mungkin terulang, Juna memilih untuk mencoba menata ulang perasaannya. Ia menyobek
lembar terakhir novel itu diam-diam. Melipatnya hati-hati dan memasukkannya ke saku celana. Malam ini, ia harus mencoba membujuk Luna lagi untuk keluar dari kamarnya. Meskipun harus dilempari dengan buku, vas bunga, atau makian sekalipun, ia mau. Asalkan dia orang yang bisa membuat Luna keluar. Sekali saja, dia ingin berada di depan Adrian. Dan kalau Luna menanyakan Adrian, maka dengan senang hati ia akan mencarikan cowok itu, menyeretnya untuk menemui Luna. Adrian, cowok brengsek yang mungkin belum mencoba membujuk Luna. Kemana saja, sih, dia?

Baru saja langkahnya keluar dari perpustakaan, seseorang menepuk bahunya. Juna belum sempat menoleh, ketika orang itu secepat kilat berdiri di hadapannya.

"Juna."

Ia hampir tidak mempercayai matanya sampai cewek di depannya kini melambai-lambaikan tangan di depan wajahnya. Cewek itu, Luna, tampak baik-baik saja. Tidak kurang suatu apa pun. Rambut yang dikuncir satu itu masih menyisakan anak-anak rambutnya di sekeliling wajahnya yang tampak berseri-seri. Senyumnya melebar dengan pandangan heran menatap Juna yang terpaku.

Juna bahkan tidak bisa mengedipkan mata. Tidakkah mimpi ini terlalu indah? Kalau ini benar-benar mimpi, Juna berharap tidak ada yang membangunkannya.




*****




Rama tampak gusar, kakinya bergerak-gerak gelisah. Sesekali menyesap secangkir kopi di hadapannya untuk menenangkan diri, tapi sia-sia. Lalu, melihat Anastasia menuruni anak tangga, punggungnya kembali tegak. Matanya menangkap Raka dan Zahira yang mengekor di belakang Anastasia. Ia mendesah kecewa. Sudah pasti Luna tidak akan sudi melihat wajahnya sekarang.

"Papa mau pamit. Besok Papa berangkat," ujarnya setelah keheningan beberapa saat.

Raka yang pertama kali merespon dengan anggukan. "Raka sama Kak Zahira bisa nganter Papa. Jam berapa?"

The Ex [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang