One Step Closer

18.6K 1.7K 26
                                    


Enjoy!


Gadis itu tampak merapikan cardigan hitamnya sebelum akhirnya menutup pintu loker dan membawa tas ranselnya yang tampak berat. Kemudian, ia meninggalkan koridor loker tanpa memperhatikan sekelilingnya yang masih cukup sepi.

Dari sini, Luna bisa mengamati Diandra tanpa takut ketahuan. Tadinya, ia akan menuju lokernya yang tentunya berdekatan dengan loker Diandra. Namun, rasa itu ternyata masih ada. Benci, marah, dan memusuhi. Bagaimanapun, Luna menyadari bahwa perasaannya pada Juna masih tersisa. Sedikit. Sayangnya, perlakuan cowok itu tempo hari memporak-porandakan benteng yang susah payah telah ia buat.

"Luna!"

Ia menoleh dan mendapati Kania dan Sheila yang tengah melambai-lambai padanya. Setengah berlari, Luna menghambur pada kedua sahabatnya dan menarik mereka menuju koridor kelas XI IPA.

Bagi Luna, sahabat-sahabatnya lah kini tempatnya berpulang. Selalu.


*****

"Thanks, ya."

Kemeja itu telah berpindah tangan. Luna terdiam sebentar, menghirup napas dalam-dalam dan mendongak lagi. Menatap Juna.

Cowok itu menaikkan sebelah alisnya, heran.

"Gue cuman mau mastiin sesuatu," jawab Luna sambil menoleh ke sekeliling yang sepi. Hampir semua anak kelasnya berada di kantin sekarang.

"Kalo lo mau pergi, pergi aja. Nggak seharusnya lo kaya kemarin. Itu, cuman bikin gue susah," ujarnya sambil mengedik pada kemeja cowok itu.

Juna memasukkan kemejanya ke dalam tas. Ia duduk di meja dengan kedua tangan yang bertumpu pada meja.

"Lo baper?" Tanyanya.

Luna terkekeh pelan. Ia menggeleng sambil melenggang pergi. Sebelum akhirnya tangannya ditarik dan ia terduduk di kursi.

"Lo belum selesai."

Luna tersenyum.

"Dari kemarin, gue emang belum pernah selesai," sahutnya.

Juna mengerutkan keningnya. Ia tidak begitu mengerti arah pembicaraan ini.

"Kalo lo nunggu gue selesai, gue sendiri nggak tau kapan gue bakal nyelesaiin semuanya," Ujar Luna beranjak berdiri.

"Lo-- gue nggak ngerti maksud lo apa. Bisa lebih singkat dan padet? Jangan bertele-tele gini lah. Too much drama," potong Juna.

Luna menghembuskan napas kasar. Ia dihadapkan pada dua pilihan, melenggang pergi dan esok akan tetap seperti ini. Atau jujur dan hubungannya dengan Juna mungkin akan semakin merenggang.

"Lo udah berhenti sayang sama gue dari lo mutusin gue. Dan gue? Sampe sekarang belum juga berhenti sayang sama lo. Gue bukan baper. Lo jelas-jelas pernah ada. Sikap lo yang kemarin itu, seolah-olah lo ada lagi. Padahal, harusnya enggak. Jadi, gue minta sama lo--"

"Gue ngerti," potong cowok di hadapannya sambil turun dari meja dan melangkah pergi.

"Baguslah kalo ngerti."

Luna berharap ia tidak pernah menyesalinya. Ia tahu ia egois dengan mengusir Juna dari hidupnya untuk kepentingan perasaannya sendiri. Tapi, ini bukan hanya tentang ia dan Juna. Tapi juga Diandra.


*****

Mobil itu pergi. Tepat setelah Luna memasuki kediamannya. Pasalnya, tadi ia melihat ayahnya tampak keruh, kecewa, entahlah. Luna sendiri tidak sempat menyapa beliau karena tampaknya sangat terburu-buru.

The Ex [Completed]Where stories live. Discover now