Holiday

21.2K 2K 34
                                    

Kamar bernuansa merah biru itu tampak berantakan. Ranjang medium di bawah wallpaper bergambar bendera Inggris itu apalagi. Di balik selimut yang bergambar bendera Inggris juga, Luna masih memejamkan mata.

Usai sholat Subuh tadi, ia buru-buru kembali memejamkan mata hingga kini jam menunjukkan pukul 11.30. Hari libur begini, ia bisa menghabiskan lebih dari 12 jam untuk tidur.

"Kak Lun? Kak Luna?"

Radinka Radita atau biasa dipanggil Dinka, sepupu Juna, melongok ke dalam. Memastikan sang empunya kamar masih hidup.

Tahun ini ia baru saja lulus dari SMP Artara dan ia memilih untuk melanjutkan di SMA Artara. Cewek satu ini sangat akrab dengan Luna sejak mengenal Luna sewaktu mengikuti ekstrakurikuler Seni Musik.

Ditariknya selimut yang masih menutupi hampir kaki hingga kepala Luna.

"Apa, sih!"

Dinka menarik cewek itu hingga terjatuh ke lantai. Membuat cewek itu mengaduh kesakitan.

"Ini kriminal banget, Din!" Teriak Luna sambil memegangi pantatnya.

"Apaan? Liat, noh, udah hampir tengah hari lo masih merem aja!"

"Lagian, lo ada angin apa coba main ke rumah gue?" Tanya Luna sambil menggapai-gapai tepian ranjangnya. Ia duduk di tepi ranjang masih sambil mengaduh.

"Tadi gue jalan sama Kak Juna, Kak Diandra. Terus mereka lanjut nonton, nah, pas mereka nonton, gue mau balik, eh, ketemu Kak Kania sama Kak Sheila. Terus gue tanya, deh, kenapa lo nggak ikut."

Luna memutar bola matanya. "Yang bagian Juna-Diandra nggak penting kali," cibirnya. "Sheila sama Kania doang?"

"Rame-rame. Ada Rian, Arvin, Danis, Adrian, Rara, Lita, banyak, deh. Pokoknya alumni SMP Artara. Mayoritas, sih, anak kelas IX 1," tanggap Dinka. Ia berdiri di dekat pintu dan ber-selfie.

"Adrian, kan, IX 2? Kok, bisa ikut?"

Dinka tersenyum jahil. "Kan, gue bilang IX 1 cuma mayoritas. Tapi, kali aja mau ketemu sama gebetan secara nggak sengaja," ujarnya dilanjut dengan dehaman-dehaman yang dibuat-buat.

"Lo udah move on beneran?" Tanya Dinka ketika Luna tidak menanggapi kalimatnya.

"Menurut lo?"

Dinka berdecak. "Enak banget, sih. Udahan sama Juna, dapet Adrian!"

Luna mengernyitkan dahi. "Enak apaan? Lagian, Adrian sama gue gitu-gitu aja."

Dinka beralih ke dekat grand piano yang berada di sudut ruangan. Selfie.

"Udah ngode?"

Luna menghembuskan napas berat. "Boro-boro ngode. Dia hampir nggak pernah ngechat gue. Persis kaya Juna."

Luna menatap Dinka yang sedang sibuk mengambil fotonya. "Lo ngapain? Norak! Hapus nggak?!"

Dinka beringsut mendekat ke arahnya.

"Sumpah Juna orangnya kaku? Nggak pernah ngechat?"

Luna menggeleng. "Dia lebih suka skype-an. Kalo nggak, dateng ke rumah langsung."

Dinka melempar bantal pada Luna dengan gemas. "Itu malah sweet pea!"

"Sweet pala lo! Hampir tiap skype-an gue ditinggal main game. Hampir tiap dia ke sini main game doang sama Raka. Pokoknya, gue kalah telak sama game."

Dinka menaikkan alisnya. Sepersekian detik setelahnya, tawanya menyembur begitu saja.

"Terus, aja, terus," cibir Luna sambil beranjak ke depan cermin.

The Ex [Completed]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz