7. (b) Melacak Jejak Darah

53.3K 1.7K 51
                                    

Aku bertanya-tanya tentang berapa banyak Reizen Ashida mampu mengejutkan aku dalam satu kali pertemuan saja. Seingatku tidak terhitung. Aku berpikir tentang itu saat pesawat telah jauh mengangkasa.

Aku mencerna setiap kata-katanya dan berharap bisa menemukan bagian paling meragukan sekaligus rahasia yang dia sembunyikan dalam permintaannya itu.

“Kau tidak perlu menerimanya jika tidak ingin” bisiknya ditelingaku pelan. Kami berada disofa panjang diruang santai pesawat jet yang tentu saja menjadi bagian dari aset milik Ashida Holding Company, dan aku berbaring nyaman disebelahnya, menjadikan lengan bagian dalamnya yang berotot sebagai bantal bagi leherku.

“Katakan padaku apa alasannya?” desakku “apa yang kau cari dalam darahku?”  aku benar-benar tidak dapat menahan diri untuk bertanya.

“Semata hanya karena rasa penasaranku pada gen-gen yang kau miliki, kau tahu kau adalah bagian misteri yang harus aku pecahkan.”

Aku! Misteri!
Tidakkah itu bertentangan dengan akal sehat.
Reizen Ashidalah misteri, dia bagai Amber Room atau Tabut Nabi Musa yang hilang. Sedangkan aku…, oh! Dasar sial, sebenarnya apa yang dia cari dariku.

“Apa kau sedang sakit dan butuh donor untuk…”
“Runee-chan, aku tidak sakit, tidak pernah…” dia memotongku dengan tidak sabar.

“Jadi..kenapa kau ingin memeriksa DNA ku? Apakah kau ingin memastikan kalau aku punya gen yang sehat untuk…” aku menelan ludah kelu, kalau aku meneruskan kalimatku akan sangat terlihat sekali harapanku pada dirinya, tapi sepertinya aku harus mengakui karena dengan sebelah alis yang terangkat saat menatapku dia terlihat bagai benar-benar menanti lanjutan kalimat itu.

“Untuk apa Rune-chan?”
“Hmm…untuk..meyakinkan kalau aku tidak akan menularimu dengan penyakit menular, mungkin.”

Dia tersenyum menyambut pengakuan itu “aku tahu kalau kau sehat”
“Kau tahu?” tanyaku “darimana kau tahu? apa kau menyewa detektif swasta untuk menyelidiki medical recordku di Indonesia”

Suara tawanya terdengar mengalun diantara dengung mesin pesawat “Aku tidak perlu melakukan itu Runee-chan, aku tahu sendiri sejak awal. Warna auramulah yang memberitahukan aku betapa sehatnya dirimu.”

Dahiku berkerut, berpikir tentang anehnya laki-laki yang satu ini, dia bisa melihat warna auraku? itu bercanda atau bukan sih?.

“Kau tentu bertanya-tanya bagaimana bisa aku membaca aura” tebaknya, jemarinya membelai bagian diantara kedua alisku tepat diatas batang hidung dengan kelembutan dan perhatian ekstra “aku menerapkan prinsip Reiki dalam pola hidupku dan itulah yang membuatku bisa membaca chakra yang keluar dari tubuh siapapun disekitarku.”

“Kau tahu” bisiknya pelan “aku bahkan terpaksa menggunakan cara licik dengan mengajakmu mandi bersama untuk melihat seluruh keindahan chakramu.”

“Oh!” aku melebarkan mata takjub “Itu cara yang sangaaat hebat” lain kali kau tinggal bilang saja kalau kau ingin melihat seluruh aura atau bahkan auratku, tuan ninja, aku menggerutu kesal dalam hatiku.

Ninjaku terkekeh geli mendengar nada sinis itu “aku tak dapat menahannya Runee-chan, aku sangat ingin tahu segalanya tentang dirimu..dan aku tidak menyesalinya, kau tau warna chakra jantungmu sangat indah... merah muda dan sedikit keperakan luar biasa terang. ”

“Well, kurasa aku tahu apa sebabnya, Mr. Ashida” aku mengangkat bahuku tak berdaya “Kau ingin tahu segala sesuatu tentang aku, apakah itu termasuk menyelidiki seluruh unsur genetikaku?” sambungku lagi.

Dia mengangguk mantap, menatap memohon pengertian kedalam mataku berusaha menyampaikan kalau apa yang dia minta bukanlah sesuatu yang berbahaya untuk kelangsungan hidupku setelahnya.

Meski demikian instingku mengatakan hal yang sebaliknya. Bagaimana kalau tes itu dia lakukan untuk mengetahui garis keturunanku. Aku sepenuhnya yakin ini cuma khayalanku, tapi bagaimana jika dia melakukan tes untuk menemukan salah satu anggota keluarganya, dan bagaimana jika akulah orang sial itu.

Membayangkan kalau aku bisa jadi saudara seorang Reizen Ashida benar-benar membuatku ingin tertawa sampai muntah. Benar-benar pikiran konyol dan menjijikkan.

Tidak. Aku tidak mau melakukan tes itu kalau ternyata malah membuatku akan kehilangan kesempatan untuk memiliki seorang Reizen Ashida.

Oh, ini bukan berarti aku mencintainya, tidak mungkin dalam waktu secepat ini aku sudah jatuh cinta lagi, ini baru kira-kira tiga hari setelah aku dicampakkan Julian dan seharusnya aku masih memerankan akting normal sebagai cewek patah hati dengan mata yang bengkak dan hidung memerah bekas tangisan semalam suntuk, bukannya terus-terusan berpikir mesum dengan libidoku yang melonjak naik dan memposisikan aku bagai kucing betina sedang birahi.

“Jika aku bersedia menjalani tes itu, apa yang akan terjadi dengan kita setelahnya?”

Reizen Ashida terpaku menatapku, membisu dan terlihat sangat tidak siap dengan pertanyaan itu, terbukti dari kerjapan matanya yang sekilas terlihat hampa dan entah kenapa itu membuatku merasakan firasat tidak baik dengan hubungan ini.

Hati kecilku mengatakan betapa banyaknya harapan yang aku tanam pada kebersamaan singkat ini. Aku merana saat berpikir kalau ini bisa melukai hatiku dengan intensitas jauh lebih besar dari apa yang telah Julian lakukan, dan untuk pertama kalinya aku memikirkan perasaan Hegel saat bersama tuan ninjaku yang sempurna.

Sangat tidak adil jika aku menjanjikan pada Hegel hati yang tidak utuh. Padahal selama ini dialah yang menjadi sandaran hidupku, tempatku bernaung. Aku menggigit bibirku saat cekaman rasa bersalah menyerang hati dengan kuat.

Aku menarik punggungku dari sofa yang kutiduri bersama Reizen, menatap kosong pada layar plasma televisi berukuran lebar yang menempel pada foyer didepan kami. 

“ Ashida-san…” aku tak dapat melanjutkan kata-kataku akibat kebingungan dengan pilihan kata  apa yang ingin aku sampaikan “aku…aku…”

Tangan yang memeluk erat tubuhku dari belakang menghentikan semua kata-kataku
“Shhh…Runee-chan, kumohon jangan buat aku merasa tak dapat memberi kepastian
 padamu.”

Aku berbalik untuk menatapnya dan seketika merasa malu dengan apa yang berhasil dia baca dari jalan pikiranku “tidak aku…” jari telunjuknya yang menempel didepan bibirku menghentikan kalimatku sekali lagi. Aku menatapnya tak berdaya, dan dia berusaha keras menenggelamkan suaraku dalam keyakinan yang dia pancarkan dari matanya.

“Runee-chan, jika kau mau komitmen dariku maka aku akan berkata iya.”

Iya! Apa?.

“Sejak melihatmu untuk pertama kalinya aku tahu seluruh dunia akan berkata padaku kalau kaulah takdirku.”

Ya Tuhan! Tidak!

“Hanya saja aku takut bertanya dan takut kau akan beranggapan ini terlalu cepat.”

Ya! benar sekali ini sepenuhnya cinta kilat.

“Dan aku…” tatapan bersalahnya menyeruak diantara kebahagiaan yang hadir dari dasar hatinya “belum menyiapkan cincin atau apapun sebagai bukti...”

“TIDAK!! TIDAK PERLU BUKTI APAPUN..” akhirnya aku meledak dalam kekuatan emosional dari nada suaraku yang pecah namun terdengar bahagia, lega dan tak percaya.

Aku tidak percaya, ini sangat abnormal.
Sialaaaann! Ini baru tiga hari dan…sekali lagi aku dilamar oleh seseorang.
Ya Tuhan, fenomena apa ini? Well, terlalu banyak hubungan yang ditawarkan takdir untuk kujalani setelah aku mengakhiri hubungan dengan Julian, sebenarnya apasih yang terjadi padaku akhir-akhir ini? Ledakan feromonkah? Atau justru fase purnama cakra jantung? Benar-benar tidak bisa dimengerti.

Ninja sialan yang baru saja melamarku itu tersenyum miring, memamerkan sejuta pesonanya yang selalu berhasil membuat aku bungkam bagai penderita gangguan jiwa “Kau akan mendapat buktinya segera Runee-chan.”

“Oh! Ashida-san, tolonglah! ini terlalu cepat, seperti Shinkansen…aku takut kita justru akan celaka.”

Dia menatapku dalam-dalam mencoba meyakinkanku sekali lagi “Kau tahu, bahkan setelah lebih dari empat puluh tahun beroperasi, Shinkansen adalah transportasi paling aman di seluruh Jepang, aku bisa meyakinkanmu kalau tidak ada kecelakaan fatal yang pernah terjadi, kalau kau tidak percaya aku bisa mendapatkan data resmi dari sembilan perusahaan yang masuk dalam grup Japan Railways.”

Lagi-lagi humor ala Ashida, karena dia bisa dipastikan sedang bercanda aku hanya memutar mata sambil menggerakkan bibirku sekilas “Jangan pamer kekuasaanmu Tuan Ashida, aku sudah tahu kalau kau sangat kaya, sangat berkuasa dan sangat…”

Matanya menatapku menyelidik ada binar harapan untuk pernyataan resmi yang akan aku nyatakan.

“Sangat, apa? Rune -chan”
Lezat, seksi, enak dimakan dan aku ingin mengunyahmu. Haruskan aku mengatakan itu?
“Sangat…tidak layak untukku” aku menemukan sangkalan ini secara kebetulan tapi jadi sangat terkejut saat tahu kalau apa yang aku nyatakan adalah suatu kebenaran, dia tidak layak untukku, terlalu hebat dalam pesona dan statusnya.

“Siapa yang mengatakan itu?”
“Aku” sahutku cepat “dan pastinya berita gosip publik figure.”
Dia menganggukkan kepalanya setuju “tapi bukan berarti hubungan kita tidak mungkin, bukan!”
“Kemungkinan” desahku panjang “aku melihat hal itu bagai jalan buntu.”
“Runee-chan tolong dengarkan aku…”
“Tidak Ashida-san, kau yang harus mendengarkan aku lebih dulu” pintaku sambil menatapnya muram.

Dia mengangguk, memutuskan untuk pasrah dan jadi pendengar yang baik “baiklah.”

Aku terdiam untuk beberapa detik lamanya, kemudian menggetarkan pita suaraku dengan terbatuk kecil, mengangkat wajahku untuk kemudian mematri mataku pada telaganya yang selalu tenang tak beriak. 

“Pertama-tama aku ingin mengingatkanmu kalau aku kesini hanya untuk kunjungan kerja dan aku akan segera pulang besok” mataku memanas menyadari hal itu “dengan situasi yang seperti itu kemungkinan besarnya kita tidak akan pernah bertemu lagi Ashida-san, dan itu artinya tidak akan ada jalinan atau suatu hubungan apapun antara kita… bahkan untuk dimulai.”

Ashida menggelengkan kepalanya dan mendesah lambat-lambat “Runee-chan…”

Aku menaruh jari telunjukku didepan bibirnya “aku masih belum selesai Ashida-san,” kataku “jauh dari kata sele…” dia tidak memberiku kesempatan untuk menyelesaikan kalimat itu karena secara tiba-tiba udara seakan direnggut paksa dariku.
 
Dan aku merasakan lumatan lembut namun posesif menyibak bibirku, mencecap lidah dan melumpuhkan sendi gerak serta mematikan perasan buruk yang sedetik lalu menusuk-nusuk jantungku.

Ketika dia memutuskan untuk berhenti yang aku bisa –dalam waktu yang lama- hanyalah menatapnya dengan tubuh yang separuh berubah jadi batu separuh lagi menjadi jelly.

“Ashida-san” keluhku dengan suara kecil “apa kau punya pabrik pengolahan konyaku*?”
Sesaat dia menatapku dengan dahi berkerut “ aku tidak terlalu ingat, tapi sepertinya itu bagian dari produksi Ashida Food Industri, akan aku cari tahu untukmu nanti, kenapa?”

Aku menggeleng dengan lunglai “hanya saja kupikir baru saja kau telah membuat tubuhku jadi separuh jelly” demi Tuhan aku tahu ini banyolan konyol ala Andre Taulani tapi saat melihatnya tersenyum aku merasa itu enggak buruk-buruk amat.

“Runee-chan sekarang waktumu untuk mendengarkan aku” saat mengatakannya dia kembali membawaku dalam pelukannya, membaringkan aku kembali disebelahnya memelukku erat dari bagian depan dan belakang tubuhku, kepalaku bersandar sempurna didadanya yang bidang.

“Runee-chan, aku tidak akan membiarkan hubungan kita berakhir sampai disini saja”
“Tidak!” seruku “lalu bagaimana?”
“Aku sudah merencanakan semua hal untuk mempermudahnya, kau jangan khawatir tentang apapun, kau hanya perlu menjawab iya dan setelahnya kita akan menjalani semuanya seperti air yang mengalir dari gunung ke laut.”

“Itu…kedengarannya sangat mudah” gumamku ragu “pada kenyataannya long distance relationship sangatlah rentan..”

“Kau tidak akan pernah merasa aku jauh darimu Runee-chan.”

Aku tertawa mencemooh “ dari Narita ke Soetta itu memakan waktu paling tidak delapan jam penerbangan, dan dengan kesibukanmu maka aku akan mengenang hubungan kita sebagai kisah pungguk merindukan bulan.”

Matanya menatapku tajam, begitu mengintimidasi membuatku merasa seakan-akan aku telah menyinggungnya dengan mengatakan itu. Tapi aku tidak bisa peduli, bila dia begitu idealis dengan harapan yang muluk tentang hubungan kami maka aku hanya mampu berpikir sebaliknya. Kurasa semua itu sesuai dengan kemampuanku, sangat wajar mengingat aku bukanlah dari kelas sosial yang sama dengannya, Billionare yang mampu membeli separuh isi dunia dan bahkan –jika mau- bias mengontrak neraka.

“Kau hanya perlu mempercayakan takdir sesuai dengan kehendaknya Runee-chan, kumohon jangan pesimis.”

“Aku bahkan tidak dapat berpikir tentang apapun” kilahku cepat.

“Itu jauh lebih baik” sambutnya tetap tenang, tangannya mempererat dekapan ketubuhku sementara matanya menatap pada jam digital yang tergantung diatas  pintu menuju kabin kerja pribadinya “masih tersisa waktu satu jam lagi Runee-chan, aku ingin kau beristirahat sebelum kita sampai ke Asahikawa, disana aku akan menjelaskan padamu tentang rencanaku” bibirnya menempel ketelinga kananku saat dia membisikkan kalimat itu dengan suara selembut beledu, gelitikan sensasi hangat nafasnya mengusik gejolak alami yang setengah mati aku tahan-tahan sejak berada didekatnya.

“Aku tidak yakin bisa tidur” keluhku pelan.
“Cobalah” pintanya.
Aku tidak menjawab dan hanya balas menatap kearahnya, menelusuri tiap detail kesempurnaan seorang Reizen Ashida.

“Mau kubantu untuk tidur?”.
Pertanyaannya seketika membuat sentakan aliran listrik menyetrum perut bagian bawahku, mengejutkan setiap sel-sel syaraf milik otot yang paling sensitif dibawah sana, dan aku mulai ingin menangis karena rasa laparku akan dirinya.

Tepat disaat yang sama dia melepaskan pelukannya disekeliling tubuhku, membuat aku merasakan frustasi mendalam sebagai mana yang aku rasakan dikamar mandi sebelum dia menemuiku tadi pagi.

Reizen Ashida kemudian melepaskan sepatu yang dikenakannya, menyisakan kaus kaki abu-abunya yang menutupi jari jemarinya, lalu duduk bersilang kaki dalam posisi siap untuk melakukan meditasi.

“Lakukan hal yang sama dengan apa yang aku lakukan Runee-chan” suruhnya tegas.

“Tidak mau” bantahku cepat sambil memandangi bagian bawah tubuhku, aku memakai rok pinsilku yang membalut ketat dari pinggang sampai bawah lutut dan akan sangat tidak nyaman rasanya kalau aku duduk bersilang kaki seperti apa yang dia lakukan.

Aku melihat ninjaku mengangkat kedua alisnya tinggi-tinggi, kilat nakal menggeliat dari dasar mata kepusat tatapannya, betisku yang terbalut stocking warna gelap.
“Hmm” gumamnya datar sambil menganggukkan kepalanya sejenak “aku tahu solusinya.”  
.............................


Aku menatap solusi ala Reizen Ashida yang kini melekat ditubuhku dengan penuh ketidak percayaan. Kuputar mataku sesaat sebelum keluar dari dalam ruang ganti yang ada dikabin pribadi Ashida hanya dengan mengenakan kimono tidur tipis dari sutra berwarna keperakan.

Mata Reizen Ashida bergelimang dengan cahaya kepuasan dan humor tersembunyi yang masih belum aku ketahui.
“Kau sudah siap,” serunya senang “ untuk tidur?”

Ah! Demi Tuhan, aku sudah siap untuk apa saja.
Dia memberi tanda supaya aku mendekat, dengan jemarinya “kemarilah “suruhnya dengan gaya yang amat sangat seksi dan mengundang.

Tanpa ragu aku mendekat, kembali duduk disebelahnya pada sofa lebar didalam kabin utama, menekuk menyilangkan kedua lututku satu sama lain tepat dihadapannya.
“Sekarang apa?” tanyaku penasaran “kita akan meditasi bersama?” kata-kataku keluar bagai tantangan duel untuknya dan aku yakin aku segera akan dia tahlukkan dalam permainan apapun yang akan dia mulai.

“Pejamkan matamu Runee-chan dan berusahalah untuk menjaga otakmu dalam posisi santai ”

“Yeah!” sahutku tak sabar sambil segera melakukan apa yang dia suruh, aku pernah bermeditasi dikelas yoga yang aku ikuti dan aku tahu cara membuat otakku masuk dalam gelombang alpha.

“Aku akan menerapkan pijatan reiki padamu Runee-chan aku harap setelahnya kau bisa rileks dan cepat tidur.”

Sebenarnya aku agak kecewa dengan ini, aku membatin dalam hati. Hanya saja aku takut untuk bicara jujur padanya tentang betapa jurus cunnilingus seperti yang dia terapkan waktu itu jauh lebih efektif untuk membuatku tertidur dibanding yang ini.

“Ini tidak akan jadi acara memijat biasa Runee-chan” peringatan itu membuat ribuan kupu-kupu menari didalam perutku, aku mendengar suaranya dalam jarak yang sangat dekat, sampai nyaris terasa dia berada tepat didepan wajahku dan aku mati-matian berusaha menahan diri untuk tidak membuka mata.

Aku memilih untuk tidak menjawabnya dan berusaha untuk berkosentrasi penuh, memasang kewaspadaan penuh pada pikiranku, berjaga-jaga untuk tidak memikirkan apapun, bagai kucing yang menunggui kemunculan tikus didepan lubangnya.

Kemudian yang aku rasakan berikutnya adalah kehangatan nyaman yang melanda di bagian-bagian tubuh.  Dimulai dari leher dan bahu kemudian bergerak menelusuri ruas tulang belakangku berputar diantara kedua belikat. Energi yang ia salurkan bagai telapak tangan yang membelai-belai seluruh bagian tubuhku dengan penuh kelembutan dan penuh kenikmatan alami.

Aku terkesiap, dan langsung membuka mata dan menatap membelalak syok pada ninjaku yang mesum saat merasakan hawa panas energi reikinya menjalar dengan nakal diantara ketiakku, melesat maju lalu menangkup tepat dipuncak dadaku, dan aku langsung gemetaran karena lonjakan gairah yang tidak mampu dibendung lagi.

“A-apa yang  kau lakukan?” suaraku lebih terdengar bagai desah tertahan.

Reizen Ashida mengembangkan senyum tenangnya yang begitu identik dengan kemurnian, sangat tidak sejalan dengan kecabulan manapun yang dia lakukan saat ini padaku.

“Pernahkah kau mendengar jika Reiki biss dijadikan alternatif mencari kepuasan yang aman Runee-chan?” desisnya dalam ketenangan “dan itulah yang aku lakukan saat ini, aku sedang berusaha memuaskan dahaga tanpa harus menyentuhmu”

Aku menelan ludahku tak percaya. Bagaimana mungkin ini bisa kualami! dan apa yang dia katakan tadi? Merangsang tanpa menyentuh, membuat orgasme tanpa perlu penetrasi, oh ya ampun!!.

“Ini sama amannya dengan naik Shinkansen” dia menatapku dengan pandangan paling menggoda seorang Reizen Ashida “jadi izinkan aku menyenangkanmu Runee-chan..”

Aku menatapnya waspada, namun kehangatan yang masih kurasakan didadaku benar-benar membuatku lupa daratan. Lagi pula aku sudah pernah tahu rasanya dibuat melayang dalam nikmat surga oleh ninja satu ini, aku tidak ingin mati penasaran jika kali ini menolaknya.

“Anggap saja aku sudah gila” aku menggelengkan kepala sambil tertawa tak percaya dengan pilihan yang aku buat untuk diriku sendiri.  Tapi aku terlanjur terbakar oleh gairah yang meledak-ledak dan yakin tidak dapat bertahan lebih lama untuk kembali merasakan puncak kelegaan besar usai dicumbui olehnya. Saat kubalas menatapnya kulakukan itu  dengan penuh semangat “ ayo kita lakukan sekarang juga Ashida-san.”
..................
TBC





Badless LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang