11. Ichigo Ichie (One chance in a life time)

51.1K 1.6K 118
                                    

Aku duduk diam di dalam mobil, menatap ke arah pemandangan di luar jendela yang gelap. Malam membuat jalanan terasa lenggang, tapi sesuatu telah membuat dadaku begitu sesak menahan emosi dan keinginan untuk tidak menangis.

Jadi seperti ini rasanya kena tolak cowok, benar-benar mengerikan ternyata.

 Rasanya sulit untuk mempercayai kalau semuanya begitu nyata. Bagaimana bisa orang yang  aku percaya tega melakukan ini, maksudku menolak untuk ehm …. Oke!! Aku enggak bisa menyebutkannya tanpa merasa diriku seperti cewek murahan.

 Kupikir aku akan terbangun di pagi hari dengan suasana hati yang lebih baik. Menjadi wanita seutuhnya, meski itu kudapat bukan dari lelaki yang aku cinta.

Kupikir aku bisa segera merasa lega, karena dimiliki oleh seseorang, aku bahkan dengan bodohnya berharap dengan satu kali tidur dengan Hegel saja aku bisa segera punya anak.

Tapi ucapkan terima kasih untuk Hegel dan sisi malaikatnya yang tahan uji  rangsang. DASAR SIALAN!!.

…………………………….

 Aku pikir semuanya akan berjalan mulus, sesuai dengan rencanaku.

 Lambat-lambat serangan rasa kebas yang kurasa setelah bertindak luar biasa nekad hilang.

 Aku bisa merasakan bibirnya menekan bibirku, melumatnya dengan gerakan yang sama sekali tidak bisa dikatakan halus, tapi tidak juga kasar. Yang pasti gerakan bibir Hegel terasa liar dan penuh gairah.

 Dengan tubuh gemetar aku merespon dengan  membuka mulutku agar Hegel bisa lebih dalam mengekplorasi.

 Hegel cukup ahli mencium.

Tapi aku tidak merasakan gelombang emosi menyerang dan menyalakan gairah sepenuhnya dalam usaha penahklukan oleh pria yang  telah aku kenal sejak masa kanak-kanakku ini. 

 ‘Belum saja’ kataku dalam hati, kupaksakan diri untuk terus menekan penerimaan  yang datar atas Hegel, sambil terus mencoba untuk mengikuti alur yang dibangun lidahnya.

 Kami menjelajah bersama, dengan ikut aktif aku berharap diriku mampu jadi lebih reaktif.

 Namun ketika setiap usaha pada akhirnya gagal, aku menarik diri dan kembali bersikap pasif cenderung dingin.

 Hegel menarik bibirnya dariku,ketika merasakan penolakan dalam diam itu.

 “Menyerah?” pertanyaan itu sama sekali tidak aku duga.

 Aku menatap kedalam matanya dan memutuskan untuk bicara jujur.

 “A-aku hanya sedikit takut.”

 Dalam temaram kamarnya aku bisa melihat Hegel menyeringai samar seperti mengejek.

 Jemari Hegel yang membelai wajahku terasa begitu hangat, “Yang aku lihat dari wajahmu lebih dari sekedar rasa takut, Runi.” Hegel merundukkan kepalanya untuk mengecup dahiku.

 “Untuk kau tahu sayang, aku tidak pernah benar-benar ingin mengikuti kehendakmu untuk melakukan ….” Hegel membuat gerakan dengan salah satu jemarinya yang bebas.

 Satu kali lagi kejutan dan pengakuannya menyerang mentalku.

 Satu-satunya yang aku pikirkan adalah, kenapa para lelaki yang kuberi izin untuk menyentuhku malah menolak melakukannya.

 Apa aku sejelek itu dimata mereka? Tidak berharga?

Aku tidak tahu harus bereaksi bagaimana saat rasa sedih menusuk dengan tajam ke dada, mengalirkan nyeri akibat penolakan .

Badless LoveOù les histoires vivent. Découvrez maintenant