2(a) Lost in Kabukicho

77.6K 2.4K 48
                                    

Aku menahan diri untuk tidak mengeluh betapa pegalnya pinggang dan bokongku pada lelaki tampan yang duduk tepat disebelahku. Sudah lebih dari sembilan jam kami terus-terusan duduk dipesawat JAL penerbangan dari bandara Soetta ke Haneda Airport dan sempat transit selama tiga jam di Bali.

“Kapan kita sampai?” tanyaku pada Hegel yang sibuk membaca berkas penawaran yang diberikan oleh perusahaan distributor yang menyalurkan mesin-mesin penghancur serbuk kayu untuk dijadikan bubur bahan baku utama dalam proses pembuatan kertas.

“Sebentar lagi sayang” jawabnya datar tanpa menoleh sama sekali padaku.

Aku menarik selimutku sampai kebahu, mataku terus menatap apa yang dikerjakan oleh sahabat sekaligus bosku dengan penuh ketertarikan, orang ini kalau otak mesumnya tidak sedang aktif sebenarnya akan terlihat sangat keren.

Sedang asyik-asyiknya aku memandangi Hegel, tiba-tiba dia menoleh dan balik menatapku secara mengejutkan, sebelah alisnya terangkat demi memergoki itu.

“Ada apa?” dia bertanya penuh perhatian “kau butuh teman curhat?”

Perlahan kugelengkan kepalaku tanpa bicara apapun, membuatnya tampak sangat keheranan.

“Kau terlihat tidak terlalu sedih untuk ukuran wanita yang baru saja dicampakkan pacarmu” Hegel menggumam pelan “jujur aku agak sedikit heran dengan kenyataan itu.”

“Siapa bilang aku enggak sedih” jawabku lesu “aku benar-benar sedang merasa hancur saat ini, kupikir tahun ini juga aku akan segera menyandang status sebagai nyonya Pradana, tahun depan aku sudah jadi ibu dari anak-anak kami tapi tahunya....”

Hegel terkekeh mendengar keluhan itu.

“Aku beryukur itu tidak terjadi” kepalanya menggeleng “kau tahu, akan lebih mengerikan kalau dia meninggalkanmu saat kalian sudah menikah dan memiliki anak.”

Aku terdiam seketika, namun hatiku membenarkan apa yang dikatakan oleh siotak cabul ini.

“Aku selalu percaya kalau suatu hari lelaki bodoh itu pasti akan melakukan ini padamu” ungkapnya dingin, aku segera menoleh karena kaget, dari caranya mengatakan itu jelas terdengar kalau Hegel mengetahui sesuatu yang tidak aku ketahui tentang Julian.

“Apa maksudmu?” aku bertanya “kau tahu sesuatu?”

“Tidak ada apa-apa” Hegel melirik keluar jendela pesawat “kita sudah hampir mendarat nih lampu-lampunya kelihatan tuh.”

Sialan. Dia sedang berusaha mengalihkan perhatianku rupanya.

Oke kalau dia tidak mau cerita sekarang baiklah. Tapi lihat saja suatu saat dia pasti akan membuka mulutnya untuk apa yang telah dirahasiakannya padaku, lihat saja nanti.

........................

Kami tiba di Haneda Airport sekitar jam sebelas malam waktu setempat.

Untungnya pihak perusahaan distributor telah menkonfirmasi aku kalau mereka menyiapkan mobil jemputan untuk kami pakai selama berada di Tokyo, yang mengejutkan ternyata sopir yang mereka sewa itu ternyata orang Indonesia yang telah lama tinggal di Jepang dan melayani jasa penyewaan berbagai kendaraan dari sekedar untuk menjemput orang sampai jasa pindahan rumah.

Badless LoveWhere stories live. Discover now