3. Obrolan dini hari

69.8K 2.4K 53
                                    

Rasanya sangat nyaman. Hanya itu yang aku pikirkan saat aku setengah berbaring dalam pelukannya. Mungkin memang benar aku sudah gila karena melakukan ini, tapi sungguh, ini benar-benar menyenangkan.


Ujung jemarinya mengembara disepanjang garis tulang belakangku dengan satu gerakan lembut penuh kehati-hatian dan apa yang dia perbuat menghadirkan sensasi relaksasi yang bahkan tidak pernah aku dapatkan dari layanan pijat spa manapun yang pernah aku datangi.


Aku menggerak-gerakkan kepala yang menempel didadanya. Menikmati sensasi aroma bergamot dan teh hijau yang bercampur bau keringatnya, memperkuat imej tentang maskulinitas yang bertoleransi pada kelembutan sekaligus mengingatkanku akan aroma teh Earl Grey yang rutin kuseduh dipagi hari.


“Apa yang sedang kau pikirkan?” Reizen bertanya saat mendapati diam-diam aku tersenyum  sambil tetap berbaring santai dalam pelukannya.


“Kenyataan kalau wanita Indonesia tidak seberuntung wanita Jepang karena tidak ada profesi host disana, setidaknya sepengetahuanku begitu....” gumamku sambil mempererat pelukan lenganku dipinggangnya.

“kalau tidak pergi berdinas kesini, mungkin aku masih tetap menangisi kenyataan menyedihkan karena baru saja dicampakkan pleh mantan kekasihyang berselingkuh dengan mantan teman baikku.”

Sentuhan jemarinya beralih kekepalaku, membelai puncaknya dengan lembut.
“Jadi itulah yang kau alami sebelum sampai kesini?”
“Ya…” aku mengangguk cepat “dan ajaibnya kau tahu itu”

'“ Hebat sekali kau ini, apa itu insting alami seorang Host? Jika begitu tentu mudah bagimu mencari mangsa empuk seperti aku inikan?” aku terus bercoleteh tanpa beban.

Reizen tertawa pelan, kemudian jemarinya bergerak menyentuh daguku membawanya bergerak saat dia mengangkat dan, mempertemukan mata kami berdua dalam jenis tatapan paling intim yang bisa dimiliki oleh dua orang  yang baru saling kenal namun telah hanyut dalam suasana romantisme berjangka dan berbiaya ini.

“Jika seseorang melihat menggunakan hatinya maka dia bisa melihat segalanya” terangnya bijak “dan sungguh ini diluar kebiasaanku, sudah cukup lama seingatku, aku tak pernah mencari mangsa diluaran, sebaliknya…oranglah yang mencariku.”


Aku mengerutkan dahi masih sambil menatapnya. Menyadari kalau dia pasti sungguh-sungguh saat mengatakannya. Dia terlihat penuh percaya diri dan berpengalaman, Reizen Ashida pasti sudah sangat lama berada dalam bisnis ini, dan itu menerbitkan satu pemikiran yang mengkhawatirkan…


“Berapa tarif jika menggunakan jasamu?” tanyaku ingin tahu dan kemudian mengakui dengan jujur apa motif dibalik pertanyaan itu “aku khawatir aku harus menghabiskan setengah isi deposito untuk mendapatkan layanan ini selama satu jam, walau kau menyenangkan dan aku puas dengan layananmu kurasa aku harus tetap logis dan lebih mengutamakan jaminan masa tuaku…”


Benar-benar tak kusangka saat melihatnya tertawa lepas, usai aku menanyakan itu.

Saat dia tertawa dominasi raut Asia Timur pada wajahnya begitu kental, terlihat begitu jelas saat matanya menghilang sampai hanya menyisakan garis kelopak saja.

“Kau benar-benar lucu Runee…” gumamnya diantara desah tawa yang dia tahan sedapat mungkin.

Dan kau benar-benar Hot, keren, juga seksi. Aku memendam kata-kata itu dibalik senyumku. Kami saling bertatapan dan jemarinya kembali bergerak menjelajah bagian belakang tubuhku memberikan kejut yang menginstruksikan neuron pada syaraf-syaraf tulang belakangku untuk mengalir kebagian lainnya.

“Apa kau tahu kalau penghasilan setahun para Host muda bisa menyaingi pendapatan pengacara pemula di Amerika?”

Dan Reizen Ashida adalah senior dan professional Host.
Matilah aku kalau memang begitu, kutelan ludahku kelu. “tolong katakan saja berapa tarifmu, please?” desakku cemas.

Badless LoveWhere stories live. Discover now