Melody From the Past

2.9K 631 905
                                    

Song Dain
Ulsan, 23rd October 2018

Boots plastikku berdecit setiap kali aku melangkahkan kaki di lantai berkarpet plastik rumah makan milik ibu Sooah. Ia menyapaku dengan dialek Ulsan yang kental, menggantikan huruf 'eo' dan 'o' menjadi 'e' dan penekanan di huruf tertentu.

Wanita paruh baya itu memanggilku hari ini untuk berbicara tentang kebun strawberry miliknya yang sejak beberapa tahun belakangan ini diurus oleh anak tertuanya, Seonho.

Tapi anaknya itu berhasil lolos ujian PNS tahun ini dan pindah ke Seoul untuk kuliah, jadi ia ingin menawarkan pekerjaan itu padaku.

Jujur, mengurus kebun strawberry itu tidak begitu sulit karena lahannya tidak besar dan perawatannya cukup mudah meski harus dilakukan serutin mungkin.

Belum selesai aku bercengkrama dengan ibu Sooah, Namjoon membuka pintu masuk, menyebabkan lonceng keramik yang tergantung berbunyi.

"Selamat siang," sapanya sembari membungkuk. Lelaki itu kemudian memamerkan senyumnya, lalu meletakkan payung di samping pintu masuk. "Tidak apa jika saya letakkan di sini?"

"Tidak apa-apa, santai saja," jawab ibu Sooah dengan suara keras.

"Kalguksu hana juseyo," sahut Namjoon kemudian menghampiri salah satu meja dan melipat kaki panjangnya itu untuk berlesehan. (Kalguksu: Korean cut noodles) (Saya pesan satu kalguksu)

Aku tersenyum pada ibu Sooah, "aku akan melakukannya, tapi sebelum membahas lebih jauh lagi aku juga ingin kalguksu."

Begitu mendapat anggukan dari ibu Sooah, aku segera bergabung di meja tersebut. "Pilihan makananmu tidak buruk," ucapku begitu duduk di hadapan Namjoon.

Lelaki itu tersenyum sekali lagi. "Itu makanan wajib saat hujan."

Aku mengangguk cepat, "setuju."

"Ah, tadi kau membahas apa dengan pemilik restoran?" Ia menaikkan kedua alisnya, "kalau boleh tahu."

"Oh, itu. Aku akan jadi petani strawberry. Kebunnya tepat di samping," ucapku lalu menggerakkan kepalaku sedikit ke arah kanan, mengisyaratkan bahwa lokasinya di kanan bangunan ini.

"Wow, selamat. Tapi bukannya kau mengirim pos?"

"Tidak, aku hanya membantu saja waktu itu. Sebenarnya aku menjaga salon, tapi tidak apa. Aku akan lakukan dua-duanya, pagi-pagi sekali aku akan ke kebun, lalu ke salon, dan petang mengecek kebun lagi lalu pulang."

Namjoon terlihat terkejut, "kau sibuk bukan main."

Sebelum aku mengatakan sesuatu, ponselku bergetar.

Aku mengeluarkan benda tersebut dari saku celanaku, sebuah notifikasi email. Alisku mengerut begitu menyadari pesan yang masuk berbahasa Inggris.

from: ivankalhous@gmail.com
Dear Ms. Song,
I am Ivan Kalhous fromAustria. I'm writing this email with a hope that my words will give you the strength to go on, just like how your play at KNUA Hall back then in 2015 gaveme the reason to live my life.

I was an assistant for David Novacek, a pianist professor in Vienna when I visited Korea and watch your performance by a chance. Its three years late, but I would like to express a very heartfelt appreciation to you because the way you play Chopin was so beautiful that I shred tears.

Since that day till now, that sound was always a part of my life. You were still a student (maybe you already graduated now) but I can feel that you will be famous because you have this talent that makes the audience feel your emotion when you piano.

Arcadia | KNJTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang