Before It's Too Late

1.8K 470 843
                                    

Kim Namjoon
Tokyo, 22th December 2018

"Byeee, ARMY!"

Jimin menurunkan ponsel begitu siaran langsung terhenti. Kami bertujuh sedang duduk di sofa pada ruang tengah suite room hotel berbintang lima di Tokyo.

Ini adalah malam terakhir kami di Jepang setelah menyelesaikan acara hi-touch, besok pagi kami akan kembali lagi ke Seoul untuk mempersiapkan penampilan akhir tahun kami.

Ruangan itu hening seketika, meski baru beberapa menit yang lalu nyaris semuanya berseru dan tertawa. Jungkook menghela napas lalu mengubah posisi dan berbaring di pangkuan Taehyung.

Menilai dari ekspresi ketujuh member, mereka semua kelelahan. Sudah dua bulan kami pulang pergi dari Korea dan Jepang, bahkan masih akan terus begitu hingga pertengahan Januari nanti.

Aku berdeham, memecahkan keheningan. "Jangan lupa siapkan barang kalian malam ini, besok pukul enam kita sudah harus ada di bandara."

Seokjin menarik bibirnya hingga membentuk garis tipis. "Kenapa kita selalu diberikan flight pagi buta?" tanya lelaki itu sembari menggeleng-geleng.

"Besok malam kita shooting Run BTS, kan?" ucap Yoongi memastikan.

Kuanggukkan kepalaku, "eoh, jam tujuh malam." Tepat setelah menjawab, atensiku teralihkan pada ponselku yang bergetar.

Ada pesan masuk dari Dain, menyebabkan senyumanku muncul secara otomatis.

"Ooh.. Kim Namjoon," Hoseok menyahut dengan jahil. "Sekarang kau sering senyum-senyum sambil melihat handphone. Kau punya pacar?"

Ucapan tersebut menarik perhatian seluruh member yang tadinya sibuk dengan pikiran masing-masing.

Jimin bahkan kini tersenyum lebar sembari menaikkan alisnya berkali-kali. "Bureopda, hyung!" serunya. (Aku iri)

Aku dengan cepat mengelak, "bukan. Pacar apanya, aku tidak punya."

Taehyung yang sedang memainkan rambut Jungkook kini menghela napas, "semua orang berpacaran belakangan ini. Namjoon hyung punya, Sejin hyung punya, bahkan psikiaterku pun juga punya pacar."

"Bagaimana kau bisa tahu kehidupan pribadi psikiatermu? Jangan aneh-aneh, Taehyung-ah," tegur Seokjin dengan nada santai.

"Aku tidak sengaja melihatnya. Beberapa kali aku lihat pacarnya menunggu di lobi," jawab lelaki itu.

"Wah. Romantis juga," timpal Yoongi.

Alisku berkerut. Aku punya asumsi bahwa dokter Haein adalah pacar Dain, tapi aku masih belum sepenuhnya yakin karena bukti yang aku miliki hanya sebatas mug yang mirip. Meski begitu, intuisiku berkata ada sesuatu yang salah.

"Dokter Haein? Kau yakin itu pacarnya?" tanyaku. Pasalnya, selama dua kali pertemuanku dengan psikiater tersebut, aku tak pernah melihat perempuan lain selain resepsionis dan sekretarisnya.

Taehyung mengangguk yakin. "Eoh, aku melihat mereka keluar dari klinik bergandengan tangan saat menunggu Sejin hyung di parkiran mobil."

Aku mengernyit. Teka-teki baru lagi bagiku. Aku tak suka membawa beban pikiran terlalu lama, jadi aku memutuskan untuk menelepon Dain malam ini.                        

"Oh ya, karena sedang membahas hal ini. Aku penasaran tentang konselingmu, apakah berjalan lancar?" tanya Yoongi yang dulunya pernah mengunjungi psikolog.

"Di pertemuan terakhir aku menerima diagnosa," Taehyung terdiam sejenak. "Major depressive disorder, aku akan menerima beberapa terapi dan obat-obatan setelah ini."

Arcadia | KNJTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang