Healing Souls

19K 2.6K 2.5K
                                    

Kim Namjoon
Apartment, 13th September 2018

Aku tiba tepat sebelum matahari terbit.

Hening menyambutku begitu aku membuka pintu masuk. Semua pasti sedang tidur sekarang.

Aku berjalan gontai memasuki kamarku yang terletak di pojok kanan. Kulempar jaket serta topiku sembarangan di kasur, lantas mengirim pesan pada Manajer Sejin bahwa aku baru saja tiba.

Setelah mencoba untuk tidur, aku memutuskan untuk berjalan ke arah dapur untuk minum. Tepat saat itu, aku mendengarkan suara langkah kaki yang mendekat.

Ternyata itu Jeongguk, ia mengenakan kaos hitam kebesaran yang sering ia pakai. Rambut magentanya yang sudah mirip warna cokelat terlihat acak-acakan.

Lelaki muda itu kemudian duduk di kursi yang berada di hadapan meja makan.

"Beolsseo ireona?" tanyaku setelah meneguk air. (Kau sudah bangun?)

Jeongguk menggeleng pelan. "Tidak, Hyung. Aku belum tidur."

"Kenapa?"

"Aku khawatir. Sejak tadi malam Taehyung belum pulang. Sekitar pukul sepuluh ia izin untuk pergi ke suatu tempat, tapi sama sekali tidak memberitahu tujuannya."

Aku berjalan mendekat, lalu bergabung bersama Jeongguk di meja makan itu. "Dia pergi sendiri?"

Sorot mata Jeongguk tampak sangat sedih. Ia mengangguk, "Taehyung melarang kami untuk mengatakan apa pun pada Sejin hyung. Teleponnya juga dimatikan."

"Jadi Sejin hyung belum tahu apa-apa tentang ini?!"

Kuhela napasku, "aku tahu bahwa belakangan ini Taehyung mengalami kesulitan, ia sering terlihat gelisah belakangan ini. Tapi aku tak tahu bahwa separah ini. Ah, sial. Ini karena aku terlalu fokus untuk mengerjakan mixtape-ku."

Wajah lelaki itu memelas. "Jangan salahkan dirimu, Hyung."

"Tentu saja ini salahku. Seharusnya aku segera mengajak Taehyung berbicara semenjak aku melihatnya menangis. Tapi aku tak pernah sempat melakukannya."

"Apa maksudmu setelah kita pulang dari Billboard bulan Mei lalu?"

Kuanggukkan kepalaku. "Eoh, apa kau melihatnya juga?"

Jeongguk semakin menundukkan kepalanya. "Iya. Saat itu aku berniat untuk menghiburnya tapi Taehyung memintaku pergi. Beberapa hari kemudian aku membujuknya untuk berbicara padaku dan mengatakan apa yang terjadi."

"Jadi, dia bilang apa?"

"Hm, Taehyung berkata bahwa ia takut semuanya akan berakhir begitu saja. Ia sering merasa gelisah dan sulit untuk mengendalikan dirinya sendiri, setiap ia memikirkan hal-hal itu dadanya sesak dan rasanya ia akan meledak."

Aku membeku untuk beberapa saat. Kubasahi bibirku, "ia benar-benar berkata begitu?"

Jeongguk menggoreskan kukunya pada meja dengan pelan, tapi nampaknya ia tak menyadari hal itu.

Lelaki itu mengangguk tipis, "mungkin tekanan dari satu-dua tahun belakangan ini membuatnya seperti itu."

Tentu saja. Aku yakin setiap orang dari kami merasakan tekanan tersebut.

Bertambahnya jam kerja, ekspektasi masyarakat, goals dari perusahaan, privasi yang nyaris mustahil. Kami semua memikul beban berat di pundak. Dan masing-masing dari kami harus mencari jalan keluar untuk tetap waras.

Dalam kasusku, aku lebih suka mengasingkan diri. Untuk Taehyung, melukis. Ia selalu melakukan itu terutama sebelum dan sesudah kami melakukan penampilan besar.

Arcadia | KNJTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang