Like a Mirror

1.9K 543 1.3K
                                    

Kim Namjoon
Ulsan, 13th November 2018

Desiran angin berhembus mengisi kesunyian jalan. Tak ada satupun kendaraan yang berlalu sejak tiga puluh menit aku berjalan kaki.

Sore itu aku tiba di Ulsan dan tanpa berbasa-basi segera menuju rumah Dain yang rupanya lebih jauh dari ingatanku. Semakin lama langkah kakiku semakin berat akibat jalanan berliku yang menanjak itu. Sesekali, aku berlari kecil seolah sedang berolahraga, tapi itu hanya membuatku lebih lelah dari berjalan biasa.

Besok aku pergi ke Jepang, tapi hari ini aku memutuskan untuk bertemu dengan Dain. Aku menganggap ini adalah kesempatan terakhirku untuk mengetahui kebenaran tentangnya tahun ini.

Karena jika pesawatku telah mendarat di Tokyo besok malam, aku tidak akan punya waktu luang karena kami punya schedule padat berhari-hari, kemudian pulang ke Seoul di akhir bulan hanya untuk bersiap mengisi acara akhir tahun.

Suara kerumunan jangkrik dari hutan di sisi kananku terdengar seperti sirine. Aku pernah membaca bahwa suara jangkrik dapat menunjukkan suhu udara. Semakin tinggi nada yang terdengar, maka semakin hangat suhu yang ada.

Oleh karena itu kau akan lebih sering mendengar suara jangkrik di musim panas. Hal ini disebabkan karena reaksi kimia yang terjadi dalam tubuh jangkrik saat udara bersuhu tinggi menyebabkan mereka menggerakkan sayap lebih cepat.

Ya. Fakta yang mengagetkan, bukan?

Saat kecil aku sangat terkejut akan fakta bahwa suara jangkrik bukan berasal dari mulut mereka, namun dari sayapnya. Saking kagetnya, aku pernah menangkap seekor jangkrik hanya untuk mengobservasi suara sayapnya.

Sepuluh menit kemudian, aku sudah bisa melihat pohon kesemak milik Dain yang rindang.

Akhirnya.

Begitu tiba, aku melihat sepeda Dain terparkir. Syukurlah, jika dia tak ada di rumah mungkin aku hanya akan tidur di rumput depan rumahnya dan menunggu ia pulang.

Aku tak punya cukup energi untuk ke kebun strawberry atau ke restoran di samping kebun itu untuk bertanya lokasi salon tempat Dain bekerja.

Kuketuk pintu rumah Dain dengan pelan.

"Siapa?"

Aku mendengar suara gadis itu, disertai langkah terburu-buru menuju pintu. Begitu ia menggeser pintu, indraku kini menangkap suara air mendidih dan aroma yang menggugah selera.

Gadis itu mengenakan sweater dan celana kain, rambutnya sedikit berantakan. Ia menatapku terkejut. "Namjoon?"

Kuangkat satu tanganku dan tersenyum tanpa memperlihatkan gigiku. "Halo."

Dain menaikkan alisnya, "apa yang kau lakukan di sini? Kau tidak sibuk?"

"Eoh?" untuk beberapa saat, aku bingung. Kemudian aku teringat bahwa beberapa hari yang lalu aku sempat memberitahu kepadanya bahwa aku akan sibuk akhir tahun. "Ah.. ya, aku masih punya satu hari waktu luang."

Gadis itu mengangguk, lalu mundur dan mempersilahkan aku masuk. "Tidak ada schedule hari ini?" tanya Dain begitu aku melangkahkan kaki di lantai kayu.

Aku tertegun, sementara gadis itu tetap terjalan santai tanpa melihat ke belakang. "Artis papan atas ternyata tidak sesibuk yang aku kira," lanjutnya.

"Kau sudah tahu?"

Hanya itu kalimat yang dapat aku keluarkan.

Dain kini duduk di kursi yang terletak di ruang tengah. Ia menatapku dan menaikkan kedua bahunya. "Kau tidak bisa mengekspektasikan aku tak tahu selamanya."

Arcadia | KNJTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang