Last Day of Winter

1.1K 267 367
                                    

Begitu tiba di Seoul, Namjoon memutuskan untuk menemaniku ke rumah sakit. Kami juga sempat membelikan makanan untuk ibuku dan Jena. Seketika, aku baru ingat bahwa Jena adalah penggemar lelaki itu.

Aku menunggu kami tiba di koridor rumah sakit yang lebih sepi, lalu memutuskan untuk bertanya.

"Adikku penggemar beratmu. Apa kau tidak keberatan?" tanyaku pada Namjoon. Jaga-jaga apabila ternyata ia tidak nyaman jika bertemu dengan penggemarnya di luar schedule.

Namjoon tersenyum lalu mengacak rambutku, "tentu saja tidak. Dia kan adikmu."

"Ah," aku pun terkekeh. "Tapi sebelumnya aku akan meminta maaf jika ia nantinya melakukan hal yang membuatmu tidak nyaman."

Lelaki itu hanya tertawa.

Tak lama, kami tiba di kamar ibuku. Dengan pelan aku membuka pintu, membiarkan kedua orang dalam ruangan itu dapat melihat kami.

Hal pertama yang kusadari adalah Jena masih mengenakan seragam sekolahnya, sementara hal pertama yang gadis itu sadari adalah kantongan ayam yang berada di genggaman Namjoon.

"Wohoo! Ayam!" sahutnya lalu berlari cepat ke arah pintu, dengan mata yang masih tertuju pada kantong kresek berwarna putih.

Begitu tiba di hadapan kami, ia baru menaikkan pandangan padaku dan pada lelaki yang berada di sampingku.

Wajahnya yang berbinar-binar kesenangan kini berubah menjadi terkejut, diikuti dengan jeritannya.

"Ah!!!!"

Jena menutup kedua mulutnya, hanya menunjukkan kedua matanya yang membelalak. Lalu, ia menatapku sekilas, lalu kembali menatap Namjoon yang kini membuka maskernya dan mengulurkan tangan padanya.

"Salam kenal, Jena-ya. Aku teman kakakmu," ucapnya.

"Ha.. hah.. haha, woah. Dia mengetahui namaku," ucapnya lebih pada ke diri sendiri. Kemudian ia membasahi bibir dan mengatur napas. Perlahan, Jena menurunkan tangan dan menjabat tangan Namjoon dengan sedikit bergetar.

"Salam kenal, oppa." Gadis itu memaksakan senyum tanpa gigi di wajahnya. Ini pertama kalinya aku melihat Jena terlihat salah tingkah.

Aku menggelengkan kepala dan meninggalkan mereka berdua, kemudian berjalan ke kursi yang terletak di samping ranjang ibuku. "Jena penggemar beratnya, dia artis," ucapku menginformasikan pada ibu.

Tak lama, Namjoon menyusulku dan membungkukkan badannya. "Anyyeonghaseyo, eomonim. Saya Kim Namjoon, teman Dain." (Halo, ibu)

Ibuku tersenyum padanya. Entah bagaimana, aku merasakan bahwa situasi itu agak sedikit aneh. Pasalnya, ini pertama kalinya aku memperkenalkan laki-laki pada ibuku. Aku bahkan tidak pernah mempertemukan Haein dan ibuku.

*

Song Dain
Seoul, 8th March 2019

Dalam satu minggu penuh, aku hanya memikirkan tentang email itu.

Tidak, aku belum membalas sama sekali, juga belum mengatakannya pada siapa pun. Itu adalah penawaran yang sangat menarik, namun sangat absurd dan tiba-tiba. Hal itu sungguh membuatku mempertanyakan keberuntunganku dalam hidup. Diantara sekian banyak pianis yang berhenti, mengapa aku yang mendapatkan penawaran itu? Diantara sekian banyak penampil di acara kampusku tahun 2015, mengapa aku yang diingat oleh Ivan?

Tapi itu adalah pertanyaan yang sampai kapan pun takkan bisa aku jawab, aku hanya manusia biasa. Semesta bekerja dengan caranya sendiri. Penjelasan yang bisa aku berikan pada diriku sendiri adalah: hal-hal misterius memang sering terjadi dalam hidup, dan salah satunya secara kebetulan terjadi padaku.

Arcadia | KNJTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang