The Realest of Them All

1.6K 415 484
                                    

Lantaran nilai rapor Namjoon teramat bagus selama sekolah, aku penasaran mengapa ia memilih untuk menempuh karirnya yang sekarang.

Padahal, dengan nilai itu, ia bisa memasuki kampus terbaik di Korea, lalu sangat mungkin untuk bekerja di kantor besar.

Hari ini rupanya adalah hari keberuntunganku, karena aku mendapatkan jawabannya kala berjalan menyusuri kota Seoul yang nyaris membeku.

"Mendengar lagu rap adalah caraku untuk melarikan diri dari stress yang kudapatkan dari belajar keras," ucapnya sembari menaikkan kedua bahu.

Namjoon mengeluarkan tangannya dari saku jaket abu-abu tebalnya, kemudian merapatkan topinya yang memiliki warna senada. "Saat aku belajar, aku tidak punya tujuan. Aku mungkin bisa mendapatkan jalur karir yang pasti karena baik dalam belajar, tapi lambat laun aku sadar aku menjadi orang yang tidak punya keinginan dalam hidup," lanjutnya.

Kuamati raut wajahnya yang tampak serius. Namjoon kembali menceritakan masa lalunya. "Jadi aku mulai menggeluti genre rap dan membentuk grup rap pertamaku bersama teman saat kelas tiga SMP."

Aku mengangkat alis, "ternyata kau memulai cukup awal juga."

Namjoon tersenyum tipis. "Tapi menjadi idol tidak pernah menjadi bagian dari rencanaku. Saat aku mengikuti audisi dan diterima di Bighit, grupku seharusnya adalah grup rap yang tak perlu dance sama sekali."

Seketika, Namjoon menghentikan langkahku dengan memegang sikuku. "Tali sepatumu lepas," ucapnya.

Lantas, aku menurunkan pandangan. Tali putih sepatu kets bagian kiri yang aku kenakan teruntai di trotoar.

"Ah, terima kasih," ucapku kemudian menjongkok dan segera mengikat tali sepatuku.

Setelah terpasang kembali, kami berjalan.

"Pasti sulit menerima perubahan sebesar itu," ucapku, merespon obrolan Namjoon yang sempat terhenti tadi.

Ia menganggukkan kepala. "Untung saja Bang PD mengkomunikasikan segalanya dengan jelas dan membebaskan pilihanku. Pada akhirnya aku memilih untuk melanjutkan dan menerima perubahan itu."

"Mengapa kau pilih untuk lanjut? Bukannya kebanyakan rapper tidak akan sudi mengubah titelnya menjadi idol?"

"Semuanya memang terasa sulit, bahkan setelah debut aku terus-terusan mempertanyakan identitasku. Namun sejak awal aku punya tujuanku sendiri. Aku ingin musikku didengar oleh banyak orang. Menjadi rapper atau idol, tujuan itu tetap bisa dicapai. Jadi akhirnya aku memutuskan untuk membuang label-label itu atas diriku, artist atau idol, aku tidak peduli."

Ucapan Namjoon itu membuat diriku mempertanyakan tujuanku sendiri. Tentang mengapa aku ingin berkarir sebagai pianis selain karena memang bermain piano adalah hal yang menyenangkan bagiku.

Jujur, pada beberapa menit pertama tidak ada alasan lain yang muncul di kepalaku selain karena ibuku. Tapi beberapa saat kemudian, email yang aku terima dari Ivan Kalhous muncul di kepalaku.

Aku berdeham, menatap lelaki itu ragu. "Kurasa aku sedikit mengerti tentang bagian itu."

"Bagian yang mana?" tanya Namjoon.

"Hm.." aku memiringkan kepalaku sedikit. "Mengapa kau ingin musikmu didengarkan."

Namjoon hanya menatapku datar, menungguku melanjutkan.

"Kau ingin menyalurkan rasa tenang bagi orang lain? Meski terdengar klise, tapi semacam membantu mereka melalui musik.. begitu?"

Kami tiba di tent bar bertirai plastik warna merah, tujuan kami.

Arcadia | KNJTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang