--04. Singa--

354 53 8
                                    

[BAB sudah direvisi]
Happy reading dan happy kiyowo. Jangan lupa vote cerita ini dan Follow aku♥♥
.
.
.

Yeri mengerucutkan bibir berbaring di salah satu ranjang. Ia menghela napas panjang meraskan perutnya yang nyeri akibat tamu bulanan datang pagi tadi. Belum lagi si darah rendah yang menyerbu begini. Pusing.

Tapi lebih pusing lagi karena tidak ada satupun yang menemaninya. Ranjang UKS ini harusnya nyaman sih. Tapi Yeri sama sekali tidak bisa memejamkan matanya. Justru ingin meraung-raung dengan lebay.

Pada akhirnya gadis itu memilih untuk duduk. Mengintip sang perawat yang berjaga di meja depan. Kemudian turun dari ranjang uks siang itu. Mbak Mona--si perawat yang tengah merapikan beberapa obat yang baru datang jadi menoleh.

Matanya agak melebar melihat gadis mungil itu berjalan sempoyongan ke arahnya.

"Loh, udah baikan?" tanya perempuan muda itu halus.

Yeri yang benar-benar sampai di depan meja mbak Mona hanya menggeleng pelan. Duduk di depan meja perempuan itu. Menempelkan pipi kanan pada dinding di sebelahnya. Merasakan pipinya mulai agak dingin meski AC menyala.

"Kalo belum baikan dibawa tidur aja. Mau di kompres? Atau minum paracetamol ya?"

Yeri mengerucutkan bibir. Dengan hela napas panjang kembali menggeleng. Rasanya, semua hanya bisa diobati dengan cara meraung-raung seperti singa kelaparan.

Memegangi perutnya, mengusap dengan gerakan lembut berusaha meredakan nyeri yang terasa, Yeri mendengus lagi. Duduk menegak meski pada akhirnya merebahkan kepala pada meja UKS siang ini.


"Gak biasa minum obat mbak, takut ketergantungan," katanya pelan. Kembali mengangkat wajah menatap mbak Mona yang masih sibuk.

"Paracetamol aman kok Yer, kamu belum tau aja ada yang lebih parah dari kamu," kata mbak Mona santai. Membuat radar Yeri langsung menyala terang.


Seperti ada lampu yang berpendar cerah di matanya yang berkedip-kedip. Gadis itu kemudian memajukan diri tiba-tiba merasa penasaran.

Apalagi, mbak Mona ini termasuk salah satu manusia yang menjadi sumber Informasinya. Stay di UKS dan melihat sendiri bagaimana drama-drama remaja terjadi.

"Eh siapa mbak? Anak sini?" tanya Yeri dengan antusias.

Mbak Mona mengangguk kecil. Sementara tangannya masih sibuk memilah obat yang beberapa memang akan kadaluarsa. Ia kemudian mendongak, hanya untuk menemukan wajah Yeri yang berubah seratus delapan puluh derajat jadi lebih ceria.

Padahal beberapa menit yang lalu gadis itu jelas tengah merasa kesakitan. Bahkan beberapa kali dirinya mendengar Yeri merintih di salah satu ranjang. Membuatnya kini melengos pelan, memang sudah tahu tabiat gadis ini yang sering berubah seketika setelah mendapat berita-berita baru.


"Hm, itu si Chia. Biasanya tiap bulan ke sini, dia sampai pingsan loh. Padahal udah dikasih dispen sama pak Herman biar tiap hari pertama haid di rumah aja,"

Yeri menghela napas panjang jadi menggerutu. Tidak bisa menahan diri untuk tidak mencibir Chia. Untuk seorang Yerina Mauryn, dia akan memperjuangkan hak mendapat dispensasi jika semasa tamu bulanan datang.

Menyia-nyiakan waktu dispen yang diberikan itu membuat suatu ke-mubazir-an. Jika dirinya jadi Chia, sudah leha-leha di kasur seharian. Yeri jadi herman sendiri dengan gadis itu.


Gadis itu akan membuka mulut sebelum atensinya beralih pada suara pintu yang terbuka. Memunculkan satu kepala disusul tiga kepala lain. Membuatnya mendengus ingin sekali melempar apapun pada orang-orang itu.

Fur Eye ✓ [MARK | YERI] Donde viven las historias. Descúbrelo ahora