--38. Something In The Dark--

191 29 4
                                    

Mark berdeham pelan menarik atensi beberapa orang yang duduk memutar meja panjang di ujung ruangan itu. Cowok dengan jaket denim itu lantas melirik kanan kiri.

"Jadwal gue sama Yeri aja hari Kamis kedua," cowok itu melirik Boban lagi. Membuat cowok berwajah bulat itu mengernyit.

"Ada apaan nih?" Boban melirik Yeri yang sedari tadi justru sibuk mengoreksi skrip naskah untuk siaran mereka bersama Liana.

"Gue mencium something in the dark," Boban kembali bersuara. Membuat Jaidan yang ada di sisinya ikut mengangguk-angguk setuju.

"Gue emang udah curiga sih. Kenapa kalian duduk aja harus mepet-mepet padahal di samping Yuri masih banyak spache kosong. Awas aja nih ruang radio jadi tempat mesum,"

Yeri mendelik. Menendang kaki Boban di bawah meja. Meski hasilnya agak sia-sia karena bocah itu lebih dulu menghindar. Mencibir gadis mungil itu yang kini sudah memerah.

"Kayaknya kunci radio harus gue aja yang pegang," ucap di ketua ekskul dengan gaya sok seriusnya. "I'm scary nanti kalian pacaran di sini,"

"Bob! Mau gue ubah jadi minuman ya lu!"

Yeri mengacungkan pulpen di depan wajah. Ingin sekali mencolok mata Boban yang terus memicing menjijikkan. Tapi Liana Aylin lebih dulu mengambil pulpen dari tangannya. Takut-takut gadis itu betulan menusuk Boban dan menjadikannya butiran hitam yang dicampur dengan gula merah dan susu.

"Astaga.. Bang jadi Boba lo!"

Yeri mencibir. Diam-diam kepalanya yang pening karena Boban tiba-tiba reda ketika sebuah tangan hangat mengusap pelan jemarinya di bawah meja. Ia melirik, menggigit bibir bagian dalam agar tidak mengeluarkan suara mencicit.

"Nahlo merah tuh muka. Skincare abal-abalnya abis ya?"

"BOBAN! BENERAN LU MAU GUE JADIIN BUTIRAN BUTIRAN ITEM KEK TAI KAMBING YA?!" akhirnya, gadis itu meledak. Hendak mencakar wajah mulus Boban meski terhalang meja di antara mereka.

Beberapa perwakilan club bahasa Inggris agak mendelik kaget melihat kerusuhan yang makin menjadi itu. Sementara anak-anak radio memang sudah biasa melihat 'kerusuhan' yang bahkan lebih parah dari ini.

Tapi, si biang rusuh yang biasanya aktif kini hanya diam menyimak di ujung meja. Seolah ia benar-benar tidak punya minat sedikitpun untuk ikut mengganggu Yerina.

Cowok dengan rambut agak panjang itu memperhatikan dari kejauhan. Melirik Mark dan Yeri berkali-kali. Meski akhirnya ia mendesah panjang sekali lagi. Benar-benar tidak minat untuk melerai atau mengompori dua orang itu.

"Tumben banget Haikal Raditya nggak ikutan, kenapa nih?" Laudya Ajeng duduk merapat pada sosok Haikal. Menggeser kursinya pada cowok itu. "Kenapa lu? Sakit gigi?"

"Verrel Bramasta nggak bakal sakit gigi," Ajeng memutar bola mata malas saat Haikal berdeham pelan. "Aman nggak si Teteh sama Mark?"

"Lu kira ketua kelas kita apaan sih?" Ajeng berbisik pelan saat Liana benar-benar memaparkan keputusan rapat mereka hari ini.

Gadis berambut pendek itu menarik napas panjang sekali lagi. "Meskipun mukanya agak mirip macan bangun tidur, lu harus percaya sama dia,"

Haikal mendesah pelan. Melirik dua orang itu di seberang meja. Harusnya memang tidak ada yang perlu di khawatirkan. Tapi ucapan Reinaldi tempo hari memang masih terngiang di kepalanya.


Haruskah dia percaya?

Melepaskan si sahabat pada manusia macam Mark Endaru itu?



Fur Eye ✓ [MARK | YERI] Where stories live. Discover now