--40. Pencarian Yerina--

151 24 11
                                    

*Tolong tandai kalo banyak typo*

"Le," Leon yang tengah menatap serius layar ponselnya hanya berdeham menjawab. Tapi panggilan kedua membuatnya menjawab dengan nada agak sewot.

"Iya Teh, apa?" gumam bocah itu dengan dengusan kesal.

"Lo kan anak osis nih," Yeri berdeham kemudian mendekat. "Tau nggak si Arin sama Mark dulu putus kenapa?"


Leon yang kala itu tengah berperang melawan musuh bersama Jaidan jadi mengumpat. Setelah fokusnya terganggu-- lalu tulisan besar 'GAME OVER' menandakan akhir dari kehidupan karakter game miliknya.

Kemudian cowok berwajah oriental itu menghela napas panjang. Jari-jarinya mulai bergerak lagi mengendalikan layar handphone. "Mana gue tau,"

Yeri mana puas dengan jawaban seperti itu. Jadi kini ia mendekat lebih jauh. "Gue yakin lo pasti tau sesuatu. Jangan kayak Aldi deh, berlagak sok misterius. Apaan sih yang harus di sembunyiin? Nggak ada kan?"

Kesabaran Leon Pramudya setebal tisu-- tidak dibagi dua. Karena masih ada Reinaldi dengan tingkat kesabaran paling tipis-- oke ini bukan tentang tisu. Leon berdecak, tapi tak membuat Yeri lantas menyerah ketika tuan muda itu menoleh padanya dengan kilat di matanya.

"Pas gue gabung osis, mereka udah putus," ujar Leon. Ia lantas menggerutu lagi karena gagal masuk untuk kedua kali. "Kenapa nggak tanya sama cowok lo aja sih Teh? Bang Mark yang harusnya jelasin ini sama lo sendiri,"

Yeri mencebikkan bibir. Lantas kembali ke posisinya semula. Bertanya pada Mark mungkin akan menghasilkan jawaban. Tapi kemungkinan ia juga tak akan puas dengan apa yang Mark katakan. Cowok maniak organisasi seperti Mark tak akan semudah itu untuk mengatakan hal yang bersangkutan dengan organisasinya.


Jika pembahasan Rinjani kemarin adalah benar. Bukan tidak mungkin Mark akan mengelak dan memilih topik lain untuk dibahas. Termasuk Reinaldi, Yeri sampai menguras emosi jika mengulik informasi dari bocah itu.


Meski yang ia temui saat ini sama saja. "Je,"

Jeje hampir menghabiskan sisa nugget di wadah tupperware hijau milik Praja seandainya gadis mungil itu tak menghentikannya. Yerina, dengan rambut kuncir apelnya-- menarik wadah di depan Jeje. Membuat cowok itu mengulum bibir dengan lirikan tajam.

"Gue mau nanya sesuatu," kata gadis itu dengan nada serius. Tapi Jeje tak begitu peduli, tangannya kembali menggapai wadah tupperware itu. Mencomot nugget yang tersisa.

"Apaan?" tanya Jeje masih mengabaikan gadis itu.

"Gue serius nanya sama lo," Bahkan ketika Yerina mendengus kesal, ia masih saja menghabiskan sisa nuggetnya.

"Kalo cari pacar lo, dia di sekre noh. Ngurus buat acara sama sekolah depan," cowok bermata sipit itu menunjuk ruang kosong dengan sembarang. Berharap Yeri bisa segera pergi-- karena ia memang akan pergi ke sekre untuk urusan osisnya.

"Ck. Bukan," Yeri berdecak kecil. Ia meneguk ludah, memilih diam selama beberapa detik karena Jeje tak juga mau peduli padanya. "Je.. Lo kan temen gue,"


Pada akhirnya Jeje berhenti. Ia menoleh tepat pada Yerina. Berada di kelas yang sama sejak kelas 10. Ia tahu tabiat Yerina seperti apa. Jadi setelah ia betulan paham dengan tujuan gadis itu, Jeje berdeham pelan dan mendekatkan wajahnya.

"Kalo lo mau tau sesuatu, si Troy suka dengerin lo di radio sekolah. Tapi Mark nggak pernah bilang kan?" Jeje melirik pintu kelas sekilas. "Dia cemburu. Dah simple, nggak usah khawatir Mark bakal kecantol anak keperawanan sekolah depan,"

Fur Eye ✓ [MARK | YERI] Where stories live. Discover now