--09. Pengamat Ulung--

191 43 2
                                    

Yeri tak tahu jika kejadian tadi siang harus berlarut sampai malam begini. Ketika empat bocah itu sudah duduk melingkar di ruang tamu rumahnya. Mengelilingi dua kotak martabak juga beberapa Sosis bakar yang mereka beli di perempatan.


"Kan.. Gue tuh bilang juga apa," si Haikal sudah memulai lagi pembicaraan setelah menghabiskan sepotong martabak dalam sekali suap.


Mengunyahnya sampai kedua pipi yang bulat tambah besar seolah bisa meletus kapan saja. Ia telan susah payah sebelum kemudian terbatuk.


"Si teteh tuh emang ada sesuatu sama bang Mark," katanya sudah merasa paling benar. "Eh tapi. Si Shaka tunggal juga muncul lagi nih,"


Yeri yang ada di paling ujung hanya mendengus. Menuangkan cola dari botol besar ke gelas panjangnya.


"Ck. Nggak ada ya. Ngarang lu,"


Sontak mereka berdecih kompak. Memandang satu-satunya gadis di sana dengan pandangan julid. Terutama si pengurus osis berambut cepak itu.


"Halah. Bullshit bener. Kemarin lo bilang lagi bingung ngadepin Shaka," Reinaldi yang mereka kenal memang jutek. Tapi di tempat yang begini--julidnya justru mengalahkan Yerina sendiri.


"Njun, gimana ya si Shaka balik lagi pas gue berusaha move on," katanya dengan gaya sok dramatis mengikuti Yeri yang beberapa hari lalu merengek padanya.



"Anjir si Njun," James terbahak. Bertepuk tangan ramai. Tapi tak bisa menahan untuk melirik gadis itu yang kini bergoler malas.



"Lagian.. Si Shaka paling cuma cari pelarian," gadis mungil itu mendesah berat. Membuat Gino yang ada di sebelahnya menatap itu prihatin.



"Mark juga.. Kan," tiba-tiba Yeri merasa lemas padahal tadi dia habis makan malam.


"Si Arin lagi pkl--" meski Yeri tau, si Arinda itu sudah berubah status jadi mantan sih.


Aldi memperhatikan. Biasanya cewek itu seolah tahu banyak hal di sekolah. Sesimple pak Herman punya hubungan dengan bu Airin saja cewek itu langsung tahu.

"Atau Mark sama si Almina ya? Gue liat-liat mereka nempel terus.."


Tadi, ketika mereka masih rusuh di dalam UKS. Tiba-tiba ada seorang gadis berpipi bulat datang dengan napas tak teratur. Yang berikutnya langsung memanggil Mark. Membuat laki-laki itu langsung berdiri menegak setelah beberapa saat membenturkan kepala ke tembok.


Yeri jelas melihat sendiri bagaimana respon Mark yang langsung pergi begitu saja tanpa mengatakan apapun. Laki-laki itu.. Seolah lupa bahwa ia menjadi bulan-bulanan bocah-bocah itu.


Gadis mungil itu mendenguskan hidung. Kini bisa melihat sesuatu menghalangi pandangannya. Membuatnya langsung tahu, bahwa hari ini mungkin ada yang merindukannya.

Ia ambil sehelai bulu matanya lalu menengadahkan tangan. Meletakkannya di sana sebelum mulai menepuk kedua tangannya dengan wajah lesu. Padahal biasanya Yeri semangat empat lima kalau begini.


Satu detik.. Dua detik..


"Teh," panggilan Gino membuat Yeri kembali mengangkat kepala dengan malas. Lupa pada hitungan bulu matanya. "Katanya lo nggak ada apapun. Ngapain mikirin sih? Cari penyakit,"


Yeri mendengus lagi. Sialan. Dia lupa untuk menebak siapa yang merindukannya. Ia kemudian duduk menegak untuk sekedar meneguk cola dalam gelasnya hingga tandas tak bersisa. Lantas, gadis itu kembali membenamkan kepala di atas meja kesal sendiri.



Fur Eye ✓ [MARK | YERI] Where stories live. Discover now