23. Saksi Bucin

230 43 22
                                    

Siang itu, tumben sekali rombongan sirkus TKR 2 menyambangi tempat paling horor dalam hidup mereka. Perpustakaan. Sebenarnya mereka hanya menghiperbolakan itu.


Bau-bau buku dan pemandangan rak tinggi di sana membuat mereka justru ingin menumpuknya dan menjadikan bantal. Alih-alih takut buku-buku itu memakan mereka hidup-hidup.

Jangan tanya di mana keberadaan William Abimanyu. Cowok itu sudah menggelesor lebih dulu dengan buku paket bahasa Indonesia di bawah kepalanya. Disisinya ada Yena yang akhir-akhir ini betulan bucin pada cowok itu.


Lalu, yang menyedihkan hanya Yerina. Gadis itu duduk di sisi Yena. Dengan senyum kecut yang sedari tadi enggan pergi. Memandangi bagaimana couple es batu x kompor gas di sisinya.

Gadis mungil itu melengos lagi. Berusaha fokus membaca materi di buku cetaknya. Mencari kalimat yang sekiranya akan berguna untuk rangkuman Bahasa Indonesia.

Ia kemudian bergerak untuk berdiri. Daripada terus menerus menyaksikan Abim dan Yena--lebih baik ia mencari beberapa novel. Yang mungkin saja bisa membuat otaknya lebih fresh siang ini.


Kakinya baru saja sampai pada rak novel di pojok ruangan. Dari sisi manapun, tempat ini tidak terlalu nampak. Karena selain ada di pojok--rak besar berisi jajaran buku paket produktif membuatnya makin terlihat terpencil.

Yeri hanya sendiri. Dia sama sekali tidak berniat mengajak Deya yang kini tengah menonton video di youtube. Di balik buku paketnya.


Mata gadis itu mencari-cari. Menyisir deretan buku dengan cover warna-warni. Lalu, matanya menangkap sebuah cover berwarna pink pastel dengan tulisan kecil 'How about you?'.

Baru saja tangan Yeri akan menggapai buku di rak teratas--telinganya mendengar sayup-sayup suara beberapa gadis yang berbincang lirih nyaris berbisik.

"Ya si Arin mah, nanti kalo udah selesai kepengurusan juga bakal balikan lagi,"

Yeri berhenti bergerak untuk mengambil buku tadi. Ia menatap lurus pada deretan buku tepat di depan wajahnya. Mendengarkan dengan seksama suara-suara yang nyaris berbisik itu.


"Sama si Mark?"

"Ya siapa lagi sih?" suara itu terdengar menekan setiap katanya. Menjelaskan pada si gadis lain yang sepertinya tengah menutup mulutnya dengan kedua tangan.

"Lo tau gimana bucinnya Mark dulu. Gue aja tuh sampe nggak tega liatnya,"


"Ih gila ya, kalo gue kayaknya nggak bakal bisa milih," suara itu hampir memekik. Tapi agaknya mereka masih enggan berhenti.


"Ya tapi, udah kebukti lah Mark tuh sukanya cuma sama Arin. Jadi persentase dia balikan gede banget anjir,"

"Apalagi sekarang Arin lagi sering ke sekolah buat latian soal kan,"

"Nah bener banget, kayaknya tuh benih-benih bisa tumbuh lagi!"



Yeri mengulum bibir. Tiba-tiba ada yang mencelos. Ia jadi terpikir sesuatu. Ya. Mark pasti akan kembali pada Arin apapun yang terjadi. Mark pasti akan berbalik pergi darinya--yang belum jelas hubungan rumitnya.


Benang merah harusnya sudah menemukan titik temunya. Tapi agaknya Yeri masih sibuk dengan perasaannya sendiri yang makin terasa aneh mengetahui kemungkinan besar Mark dan Arin yang akan melanjutkan hubungan mereka. Ada rasa tidak rela--yang Yeri tekan kuat-kuat.


Yeri mengumpati dirinya sendiri. Pada pikirannya yang amat dangkal menyangka jika Mark benar-benar serius mendekatinya. Yang nyatanya--belum sampai sehari cowok itu kembali pergi dengan Arin.


Fur Eye ✓ [MARK | YERI] Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt