22. Pembalasan?

207 42 11
                                    

Baca ini jam berapa bestie?




🍉🍉🍦🍦

Buku latihan soal masih terbuka lebar di depannya. Dengan pensil biru di tengah lipatannya. Sementara laki-laki itu justru mengacak rambut belakang dengan frustrasi. Padahal belum menyentuh pensilnya sama sekali.

Olimpiade, akreditasi, dan.. Yeri. Tiga hal itu seolah sedang berebut untuk diurus lebih dulu oleh otaknya. Saat Mark memutuskan belajar demi olimpiade Bahasa Inggris seminggu lagi--ia justru memikirkan hal lain. Yerina.

Gadis mungil itu benar-benar diam. Mengabaikan panggilan ataupun pesan darinya. Mungkin, Yeri bahkan tidak tahu dirinya meninggalkan martabak toblerone yang akhir-akhir ini digemari teman-teman sekelasnya. --Yang mana ia rela berputar-putar demi mencari tukang martabak dengan varian itu-- untuk meminta maaf.

Mungkin, kini martabak itu sudah dingin--bahkan luruh karena air hujan menetes deras tengah malam ini. Tapi, ia bisa dengan mudah tahu--bahwa gadis itu benar-benar tidak ingin menemuinya.


Mark yang sempat berdiri agak lama di depan gerbang rumah gadis itu nyatanya harus pergi dengan perasaan acak. Yeri melihatnya, menatap matanya selama beberapa saat sebelum gorden putih di kamarnya tertutup sempurna.

Mark akui, dia.. Sepecundang itu ketika memutuskan untuk pulang. Bahkan mengabaikan vespa baby blue yang ia tahu milik James.

Handphone miliknya kini menyala-nyala di ujung meja. Membuat cowok itu bergerak untuk sekedar mencari tahu--barangkali Yeri sudah mau membalas pesannya yang seperti kereta tak berujung itu.


Nyatanya. Nama orang lain dengan foto profil yang sama seperti terakhir kali dilihatnya.

Arin is calling..


Mark menyugar rambutnya yang agak panjang. Mengembuskan napas keras, tapi tak melakukan apapun untuk membuat handphonenya diam. Ia hanya memandangi itu agak lama. Membiarkannya mati, sebelum akhirnya lagi-lagi nama Arin memenuhi layar ponselnya.

Cowok itu melengos, pada akhirnya meraih ponselnya dengan malas-malasan. Medial log hijau dan tanpa menunggu lama--suara Arin terdengar menyambutnya.

"Akhirnya kamu jawab juga,"  suara itu, yang sejak beberapa bulan lalu tak ia dengar lagi ketika penat belajar. "Gimana sama persiapan olimpiade nya?"


Apa boleh Mark berharap yang ada di seberang sana adalah Yeri alih-alih Arin?


"Hmm.." Mark hanya bergumam lirih.

"Jangan lupa makan. Kamu biasanya nggak makan dan cuma fokus belajar. Aku yakin.. Kamu pasti bisa Mark,"


Dulu, pasti ada debaran yang mengisi rongga dadanya. Nyatanya kini hanya sepi. Meski berkali-kali Arin menyemangatinya, ia tidak merasakan apapun selain gumaman cepat dan ceria gadis itu. Yang perlahan--itu digantikan dengan suara-suara semu Yeri di kepalanya.


Mark menghela napas panjang. Mungkin saja sampai di seberang sana. Sampai akhirnya Arin sendiri yang menanyakan hal ini padanya.


"Kamu kenapa sih? Udah ngantuk ya?" Mark tak membalas. "Yaudah, take care. Jangan kecapekan, sleep well Mark!"


Panggilan terputus. Membuat ruangan itu kembali sepi seperti sebelumnya. Mark menerawang. Di malam minggu seperti ini--ia justru berakhir gusar begini.


Ngenes?

Apa itu kata yang cocok untuk menggambarkan bagaimana genjrengan random cowok di ujung jendela kamarnya itu?


Fur Eye ✓ [MARK | YERI] Where stories live. Discover now