--35. Konglomerat--

196 37 7
                                    

Yeri kira, Senin pagi ini akan ia habiskan dengan goleran malas di dalam kelas. Nyatanya pengumuman untuk apel pagi benar-benar dilakukan sesuai apa yang Doni katakan di grup kelas.

Gadis mungil itu mendesah pelan ketika dirinya diseret Deya untuk mencari tempat lebih teduh. Meski agak percuma-- karena ia justru terpisah dengan Nadeya. Si jangkung itu selalu ada di barisan paling depan, sedangkan dirinya akan mengendap di paling belakang.

Tak bisa mendengar apa yang diucapkan kepala sekolah ataupun pengumuman apapun yang diinformasikan melalui apel pagi seperti ini.

Ia melengos kasar ketika Dino Candra ada di sisinya persis. Mengganggu seperti biasa, meski cowok itu berakhir menahan diri agar tak berteriak nyaring ketika Yeri menginjak sepatunya yang berwarna putih.

"Sepatu gue putih ya sialan," cowok bermata sipit itu mendelik. Ingin sekali memakan Yeri dengan sekali hap. "Jangan nangis kalo sepatu lo gue gantung di pohon akasia depan ruang laborat,"


Yeri mendengus. Kini jadi saling meributkan hal sepele dengan Dino. Membuat Yeri mengumpat ingin sekali mendorong Dino ke parit samping parkiran sekolah. Cowok itu memang kadang memancing emosi lebih besar daripada Novandika Faujin.


Memutuskan untuk tidak meladeni Dino nyatanya membuatnya mengusap ujung mata karena menahan kantuk yang menyerang dari awal pembukaan UUD'45. Sembari menunggu pak Herman menyampaikan pidato.


Heran, pak Herman itu termasuk guru muda yang ganteng suaranya tegas tapi juga enak didengar. Tapi kenapa obrolannya bisa sampai ngalor ngidul begitu? Apa mungkin karena Yeri yang sama sekali tak menikmati setiap kata dari pak Herman? Entahlah.


Sepuluh menit kemudian. Peserta apel tak dibubarkan. Hanya istirahat di tempat padahal cuaca semakin panas karena matahari mulai naik.


Gerutuan Praja yang mengeluh kelaparan pun terdengar hingga telinganya. Juga suara Arunika yang mengomel kecil mengapa harus ditahan begini padahal tidak ada hal penting apapun.

Awalnya Yeri setuju untuk diam-diam keluar barisan dengan Nika. Tapi pengumuman hasil olimpiade membuat mata Yeri membulat. Gadis itu jadi fokus mendengarkan pak Herman kali ini.


Ia menggosok tangannya di depan dada. Menanti nama Mark disebutkan dengan gelar juara yang diterimanya. Meski, ia sudah tahu lebih dulu dari mengintip berkas milik miss Tiffany sih.

"Juara 3 olimpiade bahasa tingkat SMA dan SMK se-Jakarta. Mark Endaru Gabriel 11 TAV 2," suara nyaring pak Herman menggema.


Membuat para peserta apel dan guru bertepuk tangan meski tak ikhlas. Sementara Yeri yang ada di belakang meloncat riang dengan senyum lebar merekah dan mata berbinarnya. Bersahutan dengan sorakan nyaring dari 11 TAV 2 yang berbaris tak jauh darinya.


Bahkan Yeri tak peduli pada Yena yang memandanginya aneh. Yang tak lama jadi mendorongnya dengan satu kata andalan manusia ketika melihat temannya bahagia.


"Cieee..."



Yeri menyeringai. Melompat kecil agar bisa melihat sosok Mark dengan pakaian rapinya. Ia ingin melambai, tapi tubuh tinggi Doni dan Deya tak akan menyampaikan rasa gembiranya.


Yeri berdoa dalam hati. "Fur Eye, gue bangga sama Mark. Titip salam kangen gue ya!"

Pak Herman menyampaikan ucapan selamatnya pada tiga orang lain yang juga mewakili sekolah untuk olimpiade yang Mark ikuti minggu lalu. Pria muda itu juga memberikan piagam penghargaan dari sekolah maupun dari penyelenggara olimpiade. Juga berjajar piala dan medali yang berhasil didapatkan oleh para peserta didiknya.



Fur Eye ✓ [MARK | YERI] Where stories live. Discover now