--41. Believe, Mark

158 25 6
                                    

"Mark boleh tanya gak?"

Mark yang merunduk memetik gitarnya jadi mendongak mengangkat kedua alis. "Everything,"


Yeri menggigit bibirnya berpikir sejenak. Kemudian menghela napas menenangkan diri.

"Lo sama Arin, kalian sebenernya putus bukan karena keinginan kalian kan?"

Mark diam membeku. Seperti tertembak tepat membuatnya bahkan tak bisa membalas apapun. Ia mengerjap beberapa detik, menarik napas panjang sebelum mendongak menatap tepat pada handphone yang menampilkan wajah gadis itu.

"Apa kita gak terburu-buru? I mean, mungkin dia masih nunggu--"

"Sstt.. Apaan sih?" nada bicara Mark menegas. Cowok itu menghela napas panjang dan mengacak rambut depannya. "Masa lalu biar jadi history tanpa harus kita ingat,"

Yeri melengos kecil. Meneguk ludah untuk membasahi tenggorokannya yang tercekat dan terasa kering. Ia rasa, mungkin saja hubungan mereka ini hanya karena euforia dari orang-orang sekitar. Mereka yang suka cemistry Yerina dan Mark di radio.

"Tapi dia masih nunggu lo,"

"Sedangkan gue enggak," jawab Mark lagi. Cowok itu tersenyum kecil. "Sorry, tapi gue bener-bener udah menghapus semuanya,"

Yeri menggigit bibir bagian dalamnya ragu. Mungkin Mark memang sudah menghapus semuanya. Tapi Arin? Gadis itu tak mungkin melupakan Mark begitu saja. Bayangkan bagaimana dua orang itu menjalin hubungan sejak SMP. Dan Yerina ada di antara beberapa orang-- menyaksikan manisnya interaksi keduanya.


Mark dan Arin. Di SMP mereka seolah jadi couple goals semua orang. Si anak organisasi dengan banyak prestasi berkencan. Ayolah!

"Keputusan kalian, pasti berat ya?" tanya Yeri membuat Mark mengangkat alis. "Lo gak akan cerita ke gue karena itu rahasia osis. Right?"


Mark yang diam membuat Yeri tertawa dalam hatinya. Serahasia itu organisasi sekolah. Mau bagaimanapun, anak-anak tidak akan semudah itu membocorkan rahasia mereka-- kecuali mereka adalah Yerina Mauryn.


Bahkan Reinaldi-- si Injun itu tidak pernah mengatakan apapun perihal masalah osis padanya. Padahal, mereka sudah lebih dari kata sering untuk berbagi keluh kesah dan mengumpat pada masalah mereka.

"Sorry. Karena lo gak bakal tahu alasannya,"


Yeri tersenyum kecut. Tak akan pernah dia tahu meski mengorek banyak informasi dari orang lain. Nyatanya, osis sepandai itu menjaga rahasia besar mengenai pengurus atau masalah mereka.

"Enggak apa, setidaknya, lo udah jujur meski gak semuanya," kata gadis itu kemudian tersenyum manis. "Mau denger lagu yang enak dong! Apa ya?"


Mark mulai memetik gitarnya lagi. Yeri ikut menyanyi. Merasa ringan meski di dalam lubuk hatinya banyak hal yang mengganjal. Pikirannya tak tenang, tapi petikan gitar Mark menemaninya menikmati derasnya hujan di luar jendela. Bersama ribuan rasa yang ingin ia katakan pada cowok itu.

Tentang bagaimana dirinya terlalu takut pada kenyataan bahwa Mark dan Arin memang harusnya masih bersatu.


Dan itu, memang tidak sepenuhnya benar. Arin dan Mark memang seharusnya tidak bersama. Tapi fakta dibalik itu semua justru membuatnya merasa sesak. Agak empati juga. Seharusnya mereka masih bisa menjalin hubungan tanpa embel-embel rekan satu organisasi bukan?


Yeri memekik nyaring. Mengacak rambutnya yang setengah basah dengan frustrasi. Kemudian gadis itu membenamkan wajahnya bantal miliknya. Merengek disana dengan perasaan sesak.

Fur Eye ✓ [MARK | YERI] Where stories live. Discover now