3. Ceramah

1.2K 91 1
                                        

Happy reading ❤️
Jangan lupa buat tekan tombol ⭐ biar aku semangat buat update,makasih.

Tau kan rasanya tertekan? Lebih tepatnya ditekan tekan oleh orang tua.

Shakila mengunyah makanannya pelan. Matanya sedari tadi menunduk, ada sesuatu yang tidak beres. Ini waktunya makan malam dan di meja makan ini kedua orangtuanya terdiam. Biasanya mereka akan mengobrol tapi tidak untuk malam ini. Ia sesekali melihat wajah ayahnya yang nampak datar, dan sedikit marah.

Shakila menjadi cemas sendiri. Sepertinya memang ada yang ingin di bicarakan oleh ayahnya, dan pastinya itu pembicaraan yang membuat mentalnya down. Dengan segera ia mengunyah makanannya cepat dan melengang pergi ke kamar.

"Mau kemana?" tanya ayah menatap Shakila dengan sedikit nada tinggi.

"Ke kamar yah," sahut Shakila yang sudah berdiri dari kursinya.

Ayah berdehem pelan. "Duduk! Ada yang mau ayah sampaikan,"

Shakila meneguk ludahnya. Ia sudah menduganya dan ia tahu apa yang akan dibicarakan ayahnya. "Ngomong apa yah?"

Ayah terlihat menghela napas gusar. "Sesekali kamu main sama temen satu kompleks. Jangan cuma dirumah aja keluar pas ada yang penting. Kamu tahu kan? Kalau kita tidak muncul di masyarakat maka kita tidak akan dianggap?"

Shakila menutup kedua matanya dan menghembuskan napas berat. Ia sudah menduganya. "Iya yah,"

"Jangan iya-iya saja. Kamu udah besar bentar lagi juga udah mau kuliah coba tanya-tanya sama teman satu kompleks. Tanya sama yang udah senior," tutur ayah menasehatinya.

Shakila memutar bola matanya kesal. Kenapa harus bertanya dengan teman satu kompleks-nya? Padahal bisa saja ia tanya-teman sekelasnya. Tanya internet juga bisa. Ia tahu alasan ayahnya, ayahnya hanya ingin Shakila keluar dari rumah dan bermain dengan teman satu kompleksnya.

Memang ia sudah kelas 12 sudah tinggal menghitung bulan saja ia akan keluar dari SMAnya. Ini sudah semester dua, dan ia harus memaksakan dirinya untuk terus belajar, padahal ia sama sekali tidak suka dengan pelajaran.

"Kamu mau masuk jurusan apa?" tanya ayah dengan bunda yang menyimaknya.

Deg

Shakila meneguk ludahnya kasar. Bahkan ia sendiri tidak memikirkannya sampai sekarang, ia tidak tahu mau masuk jurusan apa.

"Belum tahu yah. Masih bingung," ujar Shakila meringis.

"Kamu ini bagaimana? Bentar lagi udah mau ujian, 'kan? Kamu mau menyusahkan kedua orangtuamu karena nanti nilainya jelek?" tanya bunda kesal.

"Bunda lihat kamu di rumah cuma asik main hp terus. Kalau begitu kapan mau pintar?!" lanjut bunda penuh tekanan.

Shakila menundukkan kepalanya. Paham betul dengan omongan bundanya, ia merasa bersalah. Sebenarnya shakila juga belajar seperti teman yang lainnya, tapi ia tidak tahu kenapa ia tidak sepintar orang lain. Belajar hanya membuatnya tertekan.

"Kamu lihat kak Nabila. Orangannya baik sopan kuliah sambil kerja. Harusnya kamu bisa meniru kak Nabila, bukan malah malas-malasan dirumah!" seru bunda

Shakila hanya mampu tersenyum, sudah biasa dibanding bandingkan dengan anak pamannya. Sebenarnya kalau boleh jujur shakila iri dengan kak Nabila dari segi manapun, terlihat sangat beruntung. Beda dengan dirinya.

"Coba kamu tanya kak Nabila tentang kuliah siapa tahu mau bantu," suruh bunda

"Iya, Bun." jawab Shakila malas.

Senyap Yang Tak Terucap (Completed)Where stories live. Discover now