Sosok pemuda kecil berparas bak malaikat yang tumbuh dengan baik di balik luka luka yang ia sembunyikan.
Memaksakan diri nya untuk tetap bertahan kala hidupnya menjadi taruhan.
Menyayangi adik adiknya meski terkadang ia disiksa, dihina, dan dicaci o...
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Jadilahseperti bunga, yang memberikan keharumannya. Bahkan untuk tangan yang telah merusaknya.
Ali bin abi tholib
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Renjun berjalan menyelusuri koridor kampus sendirian. Entah kenapa hari ini kampus menjadi sedikit sepi. Memang mata kuliahnya hari ini lebih sedikit, namun Renjun tidak ingin membuang waktu di rumah jadi dia memutuskan untuk belajar di perpustakaan.
Setelah sampai di perpustakaan disana hanya ada tiga orang mahasiswa dan satu penjaga. Bagus, perpustakaan sebesar ini hanya ada empat pengunjung yang datang. Memang minat membaca di kampus besar ini sangat minim, rata rata mahasiswa lebih memilih mencari referensi di internet sambil nongkrong di Cafe cafe mahal. Tapi bagi Renjun, ia tidak akan menyia yia kan fasilitas yang sudah kampus nya berikan.
Sudah lebih dari satu minggu yang lalu, penyakitnya jarang kambuh, mungkin karena pengaruh positif dari Jaemin dan Doyoung. Renjun mulai jarang melamun, jika ia sedang kosong ia lebih memilih untuk menyibukkan dirinya, seperti balajar, mendengar musik, dan bercerita panjang dengan Jaemin.
Renjun juga mulai terbuka, namun tetap pada Jaemin. Dia hanya bercerita tentang kampus dan pengalamannya pada adik adiknya, untuk masalah penyakit Renjun hanya berani bercerita pada Jaemin dan Doyoung.
Semangat sembuh Renjun terus menerus bertambah. Meskipun terkadang ia masih tetap mendapat tatapan benci, hinaan, dan cacian dari kedua adiknya, Renjun tak pernah mempermasalahkan hal itu. Ia tetap fokus bagaimana cara agar adik adiknya tetap bisa tersenyum lebar seperti dulu.
Karna bagi Renjun, Renjun sendirilah yang telah melenyapkan senyuman itu. Hampir 10 tahun Renjun tidak melihat senyuman di bibir mingil Jeno dan Chenle. Namun ia tidak pernah menyerah untuk berjuang membangkitkannya lagi.
Setelah memilih beberapa buku tebal untuk bahan referensinya, Renjun mulai membukanya satu persatu. Tangannya tergerak lihai memainkan sudut pulpen nya di atas kertas putih bersih yang ia bawa.
"Ahh... kenapa banyak yang sama sihh?" Racau nya frustasi.