Bab 2: Harisa mendaki dan dorrr

13.7K 1.1K 37
                                    


Hari ini adalah hari praktikum terakhir aku. Rasanya lega seolah beban laporan dan deadline - deadlinenya terangkat semua. Teman sekelasku sudah heboh ingin membuat acara dengan kakak Asisten Praktikum.

"Gimana kalo ke pantai? kita nginap disana." Kata ketua tingkatku yang duduk di sudut kelas sambil buka botol air mineral dan minumnya seperti orang kesetanan. Wajar sih, yang namanya hari terakhir praktikum emang ketua tingkat disibukkan dengan dosen pembimbing untuk tanda tangan. Bayangkan kalau dosennya dicari sampe ujung kota.

Asisten dosenku yang juga diajak dalam rapat kecil-kecilan tentang syukuran ini cuma ngangguk singkat. "Boleh, Kayaknya seru juga. Disana kita bisa bakar-bakar ikan sampe tengah malam."

"Ada masukan lain gak? biar ditampung dulu sarannya."

"Maaf kak, tapi kayaknya udah mainstream. Puncak aja gimana?" Temen aku yang lain ngangguk. Saran Aldo benar juga. Lagian kita baru aja ke pantai liburan kemarin. Selain itu liburan sisa semester kemarin juga di pantai. Sekali-kali tempat lain dong.

"Kalo mau yang anti mainstream mendaki aja gimana?" Tiba-tiba aja Bagas mengeluarkan ide itu. Teman aku yang cowok mengangguk sedangkan pihak ceweknya ada yang protes ada yang setuju.

"Jangan mendaki deh, puncak aja. Gue gak tau mendaki. Capek tau." Wanda tentu saja protes. Wanda ini anaknya emang tipe cewek banget. Lagian kalo mendaki pasti dia gak bisa kabar-kabaran sama pacarnya.

"Tapi kemarin gue, anak-anak cowok dan bang Wahyu udah sepakat mau mendaki setelah praktikum. Maksud gue yah sekalian aja. Disini ceweknya juga banyak yang ikut rapat kemarin dan mereka setuju." Setelah Bagas berbicara seperti itu, teman-teman cewekku pada gaduh. Ada yang excited ada yang ngomel.

"Lo gak bisa ambil keputusan gitu dong."

Karena suasana jadi gaduh akhirnya para asisten mencoba melerai debat kaum cowok dan cewek. Harusnya acara ini dibuat untuk meningkatkan solidaritas antara asisten dan praktikan. Kalau debat begini yang ada malah kacau.

"Udah, udah. Gini, sebenarnya kemarin gue sempat ngobrol dengan beberapa teman kalian. Kami memang berencana untuk mendaki di Bawakaraeng yang rencananya dari hari kamis lusa sampe senin. Kita ambil senin karena kalian gak ada jadwal kuliah. Kemarin kita gak tau kalo akan ada acara syukuran kayak gini. Kita udah sewa alat campingnya dan gak mungkin dibatalin." Teman perempuanku mendesah kecewa.

"Tenang yah, ini solusi gue. Kita tetap mendaki. Ceweknya kemarin ada yang bilang mau ikut mendaki kan, nah gimana kalo yang gak bisa atau gak kuat kita pasangin tenda di Lembanna. Yang gak tau Lembanna, dia semacam dusun di kaki gunung. Banyak kok yang camp disana. Sementara yang lain lanjut sampe ke atas. Malam pertama kita ngumpul kok di Lembanna semuanya. Besok yang mau ke puncak baru jalan." Ucap Kak Wahyu.

Saran Kak Wahyu sebagai asisten buat teman-temanku menimbang-nimbang. Kalo boleh jujur aku mau banget ikut mendaki. Sayang aja kalo kesempatan ini batal. "Trus kalo ada apa-apa dan butuh cowoknya gimana? masa yang tinggal cewek doang?"

"Gak kok, gue sama Arya gak ikutan. Arya kalian tau sendirikan abis kecelakaan lukanya bisa makin parah kalo dipake jalan" Jawab ketua tingkatku. Setelah menimbang akhirnya teman-temanku sepakat kita liburan di gunung Bawakaraeng.

duh jadi gak sabar

*****

Hari ini aku excited banget karena ini adalah hari aku akan ikut mendaki dengan teman dan asisten praktikumku. Ini adalah kali pertamanya aku mendaki dan jadi pengalaman paling seru kayaknya. Biasanya aku cuman ke puncak buat menginap. Saking excitednya, aku bahkan packing dari kemarin dan gak bisa tidur karena gak sabar.

Berlayarnya Perahu Nyonya Rian (SELESAI)Where stories live. Discover now