Bab 20: Harisa memiliki kejelasan

15.1K 967 24
                                    

Abang sama sekali gak memberikan aku kesempatan untuk bernapas. Bibirnya masih dengan lahap menghisap bibirku. Tangannya yang semula hanya menahan tengkukku, kini sudah merayap kemana-mana membuat aku jadi butuh pasokan udara yang semakin banyak.

Aku mengerang agar Abang bisa berhenti dulu. Sayangnya, dia sama sekali nggak menanggapi. Dengan sedikit dorongan pelan, akhirnya dia sadar dan mundur.

"Aku gak bisa napas," ucapku dengan terengah. Abang terkekeh lalu menyatukan kening kami.

"Sorry."

Abang kemudian kembali meraup bibirku. Kali ini lebih lembut, tapi tangannya menarik pinggangku agar bisa merapat dengan badannya. Dia menuntun aku untuk berdiri dan jalan entah ke mana di isela ciuman kami.

Abang menjatuhkanku ke ranjang diikuti dengan dia yang berada di atasku. Dia menciumku makin dalam. Dari bibir kemudian dia berpindah ke pipi, rahang, leher, kemudian dada bagian atasku.

Sialan, entah kenapa aku mengeluarkan suara aneh. Apalagi saat kedua kakiku dilebarkan dan dia berada di antaranya. Aku bisa ngerasain ada sesuatu yang keras di pahaku.

Saat aku mau menarik lehernya, dia tiba-tiba melepaskan diri dan bangkit. Dia menatapku jail saat aku hendak protes. "Aku masih marah sama kamu"

"Marah kenapa lagi?"

"Kamu internship di Bali, enam bulan!"

Aku berdecak. Gila, dalam kondisi begini dia masih sempat-sempatnya bahas itu. "Sudah kubatalin."

"Really?"

"Iya!!"

Aku beranjak keluar untuk mengambil air minum. Ciuman dengan Abang buat leherku jadi kering. Belum sempat aku turun dari ranjang, Abang mendorongku kembali agar telentang di bawahnya.

"Jangan pikir kamu bisa lolos setelah bikin aku tegang dengan pakaian harammu."

Sudah Sa, katakan goodbye dengan kesucianmu.

Welcome home 'Jungkat-jungkit'!!!

*****

"Sekarang jam berapa?"

"Baru jam setengah sebelas. Ada kuliah?"

Aku mengangguk. Duh, kalo ingat kuliah rasanya malas banget. Badanku pegal semua kayak habis ditonjok. Mana pelukan Abang nyaman begini sehabis main 'jungkat-jungkit'.

"Ada, jam satu."

"Yaudah buruan mandi Honeybee." Aku makin merapatkan tubuhku ke tubuh Abang. Dia mengeratkan tangannya di bahuku dengan kaki yang semakin membelit kakiku. Hidungku tepat di dadanya yang polos. Baunya masih tetap harum walaupun tadi kami mandi keringat.

"Bentar Kak, masih mager."

Aku melirik ke atas saat sadar dadanya bergetar. Dia terkekeh. Kalau begini, dia jadi manis banget. Beda dengan tadi waktu kami berdua sedang ada ritual. Matanya tajam kayak mau makan orang. Untung aku yang dimakan. Hehehe

Aniway, aku baru pertama kali liat mukanya setegang itu. Bukan tegang marah, tapi aku liatnya lebih....ehm seksi.

Err.. kalau dibayangin, aku jadi geli sendiri.

"Mikirin apa?"

Aku menggeleng lalu menempelkan dahiku di dadanya yang keras. Bagiamana tidak keras, dia setiap hari work out sebelum ke kantor. Biasanya setelah kita lari pagi bersama di subuh hari, dia lanjut work out di ruangannya sementara aku membuat sarapan.

"Kita udah baikan kan?"

"Emang kita marahan?" Tanyaku balik.

"Engga marahan tapi minta cerai," gerutunya.

Berlayarnya Perahu Nyonya Rian (SELESAI)Où les histoires vivent. Découvrez maintenant