Bab 10: Harisa insecure dan pengen diet

11.3K 994 13
                                    

Sepulang dari supermarket itu, aku gak pernah berhenti memikirkan Mba Mona yang cantiknya kelewatan. Aku melirik perutku yang tertimbun banyak lemak lalu membandingkan dengan perut Mba Mona yang tipisnya kayak papan.

Kayaknya sih, ukuran perutku hampir dua kali lipat perut Mba Mona yang kecilnya mirip perut IU aktris korea. Aku juga jauh kalah tinggi dari dia. Saat Mba Mona tingginya sampai telinga Abang, aku cuma mentok sampai dadanya. Sial.

Kalo Mba Mona saja yang cantiknya paripurna begitu bisa pisah sama Abang, bagaimana dengan aku yang hanya sebatas remahan rengginang? Itu baru Mba Mona, belum mantan-mantannya yang lain, belum cewek yang ada disekitarnya sebelumnya.

Memikirkan hal itu membuat aku marasa timpang dengan Abang, alias gak cocok. Kira-kira kalo pernikahan kami diumumkan setelah aku lulus kuliah, Abang bakal malu gak yah? Atau udah ceraikan aku sebelum lulus karena standarnya yang jauh dari aku?

"Penjual sate disana rame terus. Singgah yuk, aku juga udah laper." Abang menepikan mobilnya beberapa meter dari penjual sate ayam yang ramai itu. Kalo boleh jujur, selera makanku saat ini lagi turun, takut menambah lemak yang bersarang di perutku. Pengen punya perut langsing juga kayak Mba Mona.

"Bawa pulang aja boleh kak? Mesti antri meja tuh, banyak banget pembelinya."

"Iya juga." Abang menyetujui ucapanku. Padahal, itu cuma cara supaya menghindar dari makan malam. Kalo Abang makan di rumah, aku bisa gak ikut makan dengan alasan mesti kerja tugas dulu.

Selagi Abang menunggu pesanannya di tenda warung, aku diam-diam membuka akun instagram Mba Mona. Aku berdecak kagum karena dia terlihat gak ada minus satu pun. Dia cantik, punya attitude, cerdas dan aku sudah melihat itu secara langsung.

Saking asyiknya membuka akun Mba Mona, aku gak sadar kalau Abang sudah membuka pintu mobil dengan satu bungkus sate ayam di tangannya. Bau satenya langsung menguar ketika Abang sudah mulai menutup pintu mobil dan menjalankannya. Astaga, padahal aku baru mau diet sudah digoda begini.

Sesampainya di rumah, aku langsung dipanggil Abang untuk makan. Tapi ku tolak. Alasannya apalagi selain mau kerja tugas dulu?

Sayangnya Abang tidak sebaik yang ku kira. Dia malah datang di sampingku yang mencoba fokus mengerjakan tugas dengan khidmat, lalu makan dengan suara yang cukup besar. "Ayamnya empuk Ca."

Dia makan lagi satenya. "Aku baru dapat sate yang segurih ini." Tahan Sa, tahan godaan setan yang terkutuk.

Tusuk pertama sudah ludes lalu digantikan oleh tusuk kedua. Abang semakin tidak tau diri. "Kamu gak mau makan Ca? Ku habisin boleh?"

Abang mendekatkan satenya ke arahku. Aku jadi meringis. Aroma satenya seakan-akan melambai minta dimakan. Duh, gimana ini? "Habisin aja Kak, aku gak lapar kok."

"Yakin?" Aku mengangguk meski tidak ikhlas. Memang aku punya pilihan apa lagi? Demi perut rata, aku gak masalah kehabisan sate ayam. Cih sate ayam doang, makanan gak enak kok.

Setusuk demi setusuk sate dihabiskan oleh Abang. Semakin banyak yang dimakan sama Abang, maka moodku akan semakin berantakan. Biarpun aku menolak, seharusnya Abang menyisakan untuk aku. Aku cuma berharap dua tusuk sate terakhir gak ikut ludes. Abang gak setega itu kan, habisin semuanya?

Sayangnya, satu tusuk kembali dimakan sama Abang. Gapapa deh, masih ada satu tusuk. Ayo Abang, simpan piringnya. Bilang sama aku kalo ini untuk Harisa makan. Satu tusuk sate gak akan menambah lemakku kok, kayaknya sih.

Malang sekali nasibmu nak, satu tusuk sate terakhir ikut dimakan sama Abang. Aku memejamkan mata dan mencoba menghilangkan rasa menyesalku karena menolak ajakan Abang untuk makan. Padahal tadi satenya kelihatan enak banget. Yaudahlah, kita bisa makan lain kali. Ayo semangat Harisa!!

Berlayarnya Perahu Nyonya Rian (SELESAI)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora