Bab 7: Harisa dikiss-kiss Abang

14.4K 1.2K 28
                                    

Teriakan penonton dari tribun stadion menjadi penanda berakhirnya konser Tulus. Aku dan Khandra, adiknya Kak Wahyu, ikut bersorak ketika Tulus mulai membungkukkan badannya tanda penghormatan pada penonton.

"Pecah banget. Ya gak sih Mba?"

"Yoi."

Lalu kita berjalan menuju pintu utama untuk keluar dari stadion. Khandra keliatan senang banget. Selama kita jalan keluar, dia beberapa kali menunjukkan aku foto Tulus yang dia dapat.

"Lain kali kita nonton konser lagi ya Mba?"

"Iya."

Saat sampai di pelataran parkir, Kak Wahyu yang tadi izin keluar duluan buat angkat telefon gak terlihat. Aku melirik Khandra yang masih asik dengan ponsel di tanganya.

"Dra, Kak Wahyu dimana? Gak di telfon?" Khandra mengangguk kemudian mengangkat handphonenya ke telinga tanda dia lagi menelfon Kak Wahyu.

"Mas? dimana sih? Ini kita lagi di depan pintu. Iya, kesini. Oke."

Setelah menelfon, Khandra menarik tanganku untuk berjalan ke tempat yang lebih dekat dari tempat drop off. Sesekali tangannya kita digoyangkan ke depan dan ke belakang. "Tau gak Mba? Mas Wahyu tuh keliatan hepi banget pas Mba bilang mau ikut nonton Tulus."

"Walaupun gak pernah ngomong, jelas banget dia naksir sama Mba. Dikit-dikit Mas Wahyu cerita tentang Mba. Mba yang hobinya mutar pulpen kalo gabut, Mba yang suka panik dalam lab, banyak deh."

Aku jujur kaget sama ucapan Khandra karena gak menyangka kalo aku sampai diceritain ini itu sama Mas Wahyu. Belum lagi dengan Bang Wahyu yang selama ini merhatiin tingkahku. Aku jadi ga enak. Padahal aku berencana kasi tau Kak Wahyu malam ini kalo aku udah punya pawang.

Berbicara tentang pawangku, aku jadi meringis. Ku lirik jam tangan yang udah menunjukkan pukul sembilan malam. Seharusnya malam ini adalah ngedate pertamaku sama Abang.

Konser tadi ditunda beberapa jam karena kata panitianya ada masalah teknis. Awalnya aku pengen pulang aja, tapi karena Khandra yang merengek ditemani sama cewek, katanya kalo sama Kak Wahyu gak asik. Jadi aku gak tega buat nolak.

Sialnya dari tadi siang handphone ku lowbat karena lupa dicharge tadi malam. Jadi aku lupa mengabari Abang kalo ngedatenya mesti ditunda dulu. Lagipula, aku mau ikut juga karena pengen kasih tau Kak Wahyu kalo aku udah menikah. Tapi pasti Abang bakalan marah sama aku.

Gak lama kemudian mobil Kak Wahyu udah ada di depan kami. Aku dan Khandra bergegas masuk ke dalam mobil.

"Sebelum pulang kita makan dulu, gak papa kan?" Tanya Kak Wahyu sambil melirik ke arahku yang sedang masang sabuk di belakang.

Aku menggeleng. Kalo kita singgah makan dulu yang ada aku sampainya jam sebelas malam. Ini aja aku takut disidang sama Abang. "Gak deh kak, udah jam sembilan malam. Orang rumah nanti khawatir soalnya aku gak bisa dihubungi. Hpku lowbat."

Lalu abang melirik ke adiknya. "Lo ada makanan di kos gak?"

Khandra menggeleng. "Gak ada Mas, tapi drive thruin boleh ya. Biar cepat selesai. Bolehkan Mba?" Aku mengangguk menyetujui.

Setelah memesan makan, Kak Wahyu mengantar Khandra ke kosnya terlebih dahulu lalu mengantarku pulang. Kak Wahyu dan Khandra perantau yang kuliah disini. Karena beda kampus dan kos-kosannya gak bisa campur cewek dan cowok, Kak Wahyu dan Khandra tinggal di tempat berbeda.

Sepanjang perjalanan kami lebih banyak diam. Aku rasa ini waktu yang tepat untuk bilang semuanya tentang statusku pada Kak Wahyu.

"Kak, setelah ini jangan berharap sama aku lagi yah." Aku tau ini to the point sekali. Tapi, mau bagaimana lagi? Aku bingung harus mulai dari mana.

Berlayarnya Perahu Nyonya Rian (SELESAI)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora