hidden desire 2 - chap 6

205 16 2
                                    

CHAPTER ENAM

"Aku merasa lega karena kau yang menemaniku."

Di kursi pengemudi, Hazel tersenyum miring. "Ini sudah jadi tugas saya, Nyonya." Ganjil. Hazel bahkan sejak dahulu sudah disupiri oleh banyak supir handal. Sekarang, nasib dengan bermain dengannya; dia yang justru menjadi supir untuk perempuan ini. "Jadinya di hotel Hellington, Nyonya? Benar kan?" tanyanya pelan.

"Yah, please."

"Kira-kira kapan Anda selesai?"

"Kau tidak akan keluar menemaniku?" tanya Sarah cepat. "Kau harus turun juga dan temani aku masuk."

Dengan banyak orang yang mungkin mengenalinya?

Hazel tersenyum simpul. "Tidak perlu, Nyonya. Saya dapat menunggu di tempat lain kemudian Anda bisa menelepon saya." Yah, menyusahkan sih tapi apa boleh buat. Toh daripada ikut masuk, Hazel mau taruh wajahnya di mana? Kalau bukan karena Karle, dan seluruh permintaannya, Hazel mana mau bekerja seperti sekarang? Demi Karle. Sejak awal, semua ini karena Karle.

"Tapi aku butuh.."

"Nyonya, mari berangkat," ujar pria itu. Mobil pun meninggalkan hunian Sarah yang luas, membuat mereka langsung bergabung dengan sesaknya jalanan di waktu siang tersebut. Duduk berdua dalam mobil yang sama dengan Sarah saja sudah agak aneh untuk Hazel apalagi menyadari jelas betapa Sarah terus berniat mendekatinya. Hazel bukan pria polos yang baru mengenal perempuan. Ada daftar perempuan yang kerap mengisi waktunya sampai akhirnya dia bertemu Karle dan mengajak Karle tinggal bersamanya. Jadi, tipikal perempuan seperti Sarah ini sangat mudah ditebak. Jika ia berharap Hazel akan tunduk patuh hanya karena Hazel adalah supirnya, maka sosok itu sudah berharap terlalu jauh.

"Nyonya, harap telepon saya kalau memang sudah selesai. Saya tetap tidak dapat bergabung dengan Anda. Ini bukan .. bukan bagian dari pekerjaan saya. Saya melamar sebagai supir, bukan jadi asisten Anda."

Sarah agak tergagap, tidak menduga jawaban selugas itu. "Ya—yah, tapi maksudku, kau mungkin bisa bersantai juga. Rilex, have fun, semuanya akan menyenangkan."

.

.

Karle mengerang di sofa. Sudah dua jam berlalu, tulangnya seperti akan rontok. "Ayolah, Rowe! Istirahat sebentar ya? Nona lelah sekali, aduh." Karle menyentuh pinggangnya yang nyeri. Rowe makan apa sih sampai tubuh sebesar itu? "Ayo, istirahat dulu." Gantian Rowe yang merengek."

"Nona, kau payah!"

"Yak! Kau terus mengajaku bermain ke sana kemari. Kau tahu? Aku bertambah tua dan tenagaku.. terbatas," jawabnya dengan masam.

"Tidak asik!" celetuk Rowe kemudian melesat lagi ke taman belakang untuk mengisi senjata airnya. Rowe itu bocah yang sangat aktif. Karle pikir seiring pertemanan mereka yang kian akrab, Rowe akan patuh terhadapnya. Tetapi, tidak. Jangan harap. Dia mirip penjahat cilik yang gemar menyedot habis tenaga yang Karle punya.

Karle memaksa dirinya bangkit, mengekori bocah itu. Sejujurnya, Karle cukup penasaran bagaimana Rowe akhirnya nyaman dengannya. Apakah Karle membuat Rowe nyaman? Atau karena Karle mudah dijahili oleh anak itu? Karle akhirnya berdiri di sebelah Rowe, mengusap rambut tebal bocah itu. "Setelah ini kau harus tidur siang—"

"Tidak mau! Mau main saja!"

Akhirnya, Karle membungkuk untuk bertemu tatap dengan Rowe. Karle menarik senyuman simpul. "Kau butuh istirahat kalau mau bermain dengan lebih semangat. Selama kau tidur, aku akan bangunkan benteng baru di taman dan membuatkan makanan pula." Karle menepuk bahu Rowe. "Sir, you need to take a rest. Let me take the responsibility while you are sleep, okay? Soldier?"

hidden desire (2017) ✔Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum