chap 6

1.7K 90 2
                                    

CHAPTER ENAM

Sisa percakapan mereka tidak lagi Karle ikuti. Malah, gadis itu tidak jadi menelpon saking tegangnya. Karena hal tersebut, dia berbalik menapaki anak tangga seraya berjalan cepat untuk sampai di depan meja makan lagi. Dia termangu, cukup lama di hadapan makanan yang masih utuh tersebut.

"Kau sedang makan malam?"

Pikiran Karle membuyar, gadis tersebut langsung menoleh ke arah sumber suara setelah beberapa menit karena ternyata ia melamun saja. Mr. Priceton bergerak menghampirinya, berjalan ke dekat kursi Karle.

"Apa yang kau pikirkan?" tanya pria tersebut.

Karle tidak memiliki jawaban selain menundukan wajah.

"Kau masih marah padaku? Hmm?" Mr. Priceton memiringkan wajah namun Karle mengabaikan sorot matanya. Perutnya seakan terkoyak baru mendengar suara Mr. Priceton lagi. "Baiklah, aku minta maaf. Aku menyesal, tapi kau tahu, aku tidak akan berbuat seperti itu kalau kau nekat. Jadi, berjanjilah untuk tidak mengulanginya."

Karle membasahi bibir bawahnya. "Tidak perlu."

Mr. Priceton menairk kursi, dan terduduk di sampingnya. "Aku tidak bermaksud apapun, dan kalau kau terluka, aku sungguh menyesal. Apa kau terluka?"

Karle melirik kecil. "Tidak perlu khawatir," ia berkata sendu. "Lagipula, aku tidak memikirkannya lagi." Aku malah memikirkan perkataanmu, batinnya meracau. "Apakah kau sendiri sudah makan, Tuan?"

"Tidak usah pedulikan aku."

"Makanlah," Karle bergumam lemah. "Ini terlalu banyak."

Mr. Priceton menarik senyuman kecil. "Aku baik-baik saja." Sementara menit demi menit hanya berlalu dalam keheningan, terdengar suara ponsel milik Mr. Priceton hingga pria itu pun bangkit dan meninggalkan Karle.

Karle tidak ingin makan apapun, jadi dia langsung menarik dirinya. Sedikit melirik ke arah Mr. Priceton yang berjalan pelan menuju salah satu jendela di sana. Dari sini, figur Mr. Priceton begitu sempurna—tubuh ramping dan tegap, dia tidak terlalu berotot namun Karle cukup tahu kalau Mr. Priceton orang yang menjaga kesehatannya. Dia cepat mengenyahkan pikiran aneh yang merasukinya.

Bersama.

Kata itu terngiang lagi namun Karle sudah memacu langkahnya untuk pergi ke kamar. Dia masih ingin berbicara dengan Mr. Priceton—bagaimana Momnya atau bagaimana Mr. Jetkins namun malam ini, gemuruh di kepala Karle tidak bisa ditoleransi, daripada membuatnya kesal lagi apalagi Mr. Priceton yang tiap kali menghadapinya justru tenang, Karle hanya masuk ke dalam kamar seraya terduduk di tepian ranjang.

Apa masih ada cara ia pergi dari sini?

.

Sejak kecil, aku terbiasa untuk membayangkan bahwa kisah cinta yang sempurna adalah ketika pangeran baik hati berkuda putih mendatangiku. Dia akan mengulurkan tangan, membawaku ke dalam dekapannya kemudian kami pergi ke Istana Langit. Kami akan bahagia untuk waktu yang lama.

Sejak kecil, aku terbiasa disuguhkan dengan bayangan mengenai orang tua yang ideal. Mereka tampan dan cantik. Mereka sangat murah senyum dan selalu mendekapku jika aku terluka. Mereka akan menenangkanku bila aku menangis. Mereka tidak akan pernah bosan menyayangiku maupun memberikan apapun yang aku inginkan.

Tapi apa yang aku dapatkan? Apa yang ada di hadapanku setelah aku begitu sabar untuk bertahun-tahun mendekam di pantu?

Di dalam kamar tersebut, Karle kembali merenungi nasibnya yang berputar dalam beberapa waktu ini. Dia jelas masih ingat aroma kamarnya di panti, bagaimana seprainya yang sejuk meskipun harganya murah, bagaimana lezatnya masakan di sana meskipun mereka perlu berbagi jatah. Karle cukup ingat bagaimana dia dengan lepasnya tersenyum dan terus menerus membayangkan bahwa kehidupan bagaikan negeri dongeng yang ada dalam imajinasinya.

"Kau harus ikut denganku mulai sekarang." Satu pria jangkung berjas dengan wajah tanpa ekspresi. Pria yang lebih banyak memasang tatapan menusuk daripada menatapnya hangat. Mr. Priceton jelas tidak masuk kualifikasi ideal Karle. Pria itu entah mengapa, masih bungkam soal alasan mengapa Karle perlu di sini.

Apakah Karle punya hutang jasa?

Apakah di waktu sebelum Karle lahir, orang tuanya mungkin punya banyak kesalahan kepada Mr. Priceton sehingga dia memburu Karle sampai detik ini?

Apakah Mr. Priceton berusaha melampiaskan dendam terpendamnya kepada Karle?

Apa yang terjadi?

Otaknya buntu untuk berpikir, semakin dipikirkan malah semakin membuatnya murung karena tidak ada kejelasan.

"Kau sudah tidur di dalam sana?" Terdengar ketukan pintu tapi Karle hanya mengangkat wajahnya yang tertekuk lesu. Itu suara Mr. Priceton. Dia jadi lebih cerewet daripada yang Karle hafal. "Aku akan tidur juga. Selamat malam. Jangan marah."

Karle kembali menumpu dagunya di atas bantal dalam pelukannya. Apakah aku akan dipenjara seperti ini untuk selamanya?

[]

hidden desire (2017) ✔Where stories live. Discover now