hidden desire 2 - chap 3

562 44 8
                                    

CHAPTER TIGA

Seharusnya ini jadi episode romantis! Sungguh! Kisah mereka seharusnya menggebu-gebu dan romantis. Namun, tawa renyah Karle mengacaukan segalanya seperti badai yang tidak diprediksi. Kemudian mereka berdua sama-sama tertawa bersamaan. "Tapi kau bilang ini cocok denganku!"

"Kurasa aku salah lihat," jawabnya, masih dengan nada geli, kemudian menghapus tangis di sudut matanya. "Astaga, aku sampai menangis."

Hazel ingin mengurung tubuh kecil Karle, namun Karle sudah terburu-buru menarik diri tanpa melepaskan pandangan mereka. "Apa yang kau pikirkan?"

"Aku berniat mencari pekerjaan. Kita tidak bisa mengandalkan kartu kreditmu kemudian dengan ajaib, semuanya terbayarkan," katanya dengan bibir mengerucut. "Aku mau cari kerja!"

"Memang apa yang bisa kau kerjakan?"

Karle terkesiap. "Kau merendahkanku? Di panti, aku belajar banyak! Aku belajar menjahit, memasak, bahkan menulis!" katanya dengan cepat.

Hazel hanya menggungingkan senyuman. Menggemaskan. Tidak ada kata-kata yang dapat menjelaskan secara terperinci. Dia menikmati bagaimana Karle terpengaruh oleh kata-katanya dan itu menakjubkan. "Begitukah? Apa lagi yang kau bisa? Mencari pekerjaan tidak semudah itu."

"Aku .. aku sempat mendengar."

"Apa? Dengar apa? Jangan dengar yang aneh-aneh," katanya.

"Nyonya Sarah, tetangga kita .." Karle membasahi bibir bawahnya gugup. "Dia mencari pengasuh untuk putranya. Bagaimana menurutmu?"

*

*

Sarah Miles terlihat dari kalangan sosialita. Dan kau hampir benar. Rumahnya megah tidak dapat terjabarkan lagi. Entah tangga-tangga yang meliuk elegan, sofa-sofa warna cokelat hangat dan beberapa furnitur besar yang terlihat dibuat langsung sesuai pesanan dan jelas, terbatas.

"Bagaimana menurutmu? Nona, aku jarang mengundang tamu dan aku harap Rowe menyukaimu.." katanya menuju ke lantai dua.

Karle mengangguk. "Kurasa dia anak manis."

"Begitu? Rowe! Bibi Karleigh datang, dia ingin berteman—"

Karle hampir terkena serangan jantung mendapati satu mainan hampir mengenai wajahnya di ambang pintu. Sarah buru-buru mengulum senyuman. "Maaf ... dia tidak terbiasa .." Sarah meminta Karle untuk masuk kemudian berjalan ke dekat tenda biru yang remang-remang. Kamar itu penuh dengan warna biru dan hiasan-hiasan khas bawah laut. Karle pun ikut membungkuk sesaat Sarah mulai menarik satu tubuh tersebut. "Ayo, perkenalkan dirimu dengan baik, Rowe."

*

*

Hazel berbicara serius di sambungan telepon. Rasanya bagaikan ditampar realita jika ada panggilan dari ajudannya. Tidak hanya itu, desakan untuk kembali begitu mengalir derah bagaikan banjir bandang. Mereka membutuhkan Tuan Priceton untuk kembali. Apalagi, menurut laporan, Selena bukan sosok yang cocok untuk mengurus rumah besar dan berteman hangat dengan pembantu lama Hazel. "Aku sedang berusaha membujuk Karle, tapi masalahnya adalah dia justru bahagia di sini bahkan mau repot untuk bekerja demi membiayai kami. Apakah aku tega?"

"Baik, Tuan. Kami akan terus menunggu kabar darimu."

"Baik-baik di sana. Aku pasti akan kembali."

Pintu terdorong pelan, Karle terhuyung masuk yang sontak mengejutkan Hazel. Pria itu nampak bingung melihat Karle memijat-mijat punggung dan pinggangnya. "Kau terjatuh?"

"Karena tertimpa tubuh anak-anak seberat dua puluh kilo? Mungkin ya," jawabnya cepat. Karle meringkuk di atas sofa yang baru diangkut tadi pagi ke rumah mereka itu jadi masih terbungkus kain putih. "Ah, aku tidak tahu dia sangat lincah begitu."

"Apakah terjadi sesuatu?"

Karle melirik Hazel. "Bekerja itu sulit. Apalagi menjadi pengasuh." Karle meringis mengingat beberapa jam dia habiskan untuk mengejar Rowe, untuk menggendong Rowe, bahkan mengajak makan Rowe saja seperti berkelahi dengan beruang ganas. "Ah ... ini bahkan baru hari pertama."

"Aku sudah bilang, tidak perlu memaksakan diri—"

"Mereka butuh supir!"

Hazel melotot. "Dan?"

"Kau bisa menyetir kan?" Karle beringsut terduduk menatap Hazel. "Kita akan bekerja bersama jika kau mau. Nyonya Sarah itu yang terbaik! Dia sepertinya menyukaimu!"

Menyukai. Hazel melipat bibirnya. Tentu saja dia tidak bodoh. Tentu saja dia tidak polos. Sejak pertemuan dia dan Sarah di hari pertama, Hazel sudah menyadari binar dan kerlingan yang Sarah tunjukkan secara terang-terangan kepadanya. Hazel mengakui, itu menganggu. Dia pernah tahu bahwa wanita yang ditinggal oleh suaminya lama pasti ada kecenderngan untuk tertarik kepada pria lain. Apakah dirinya? Mengapa Karle membiarkan begitu saja?

Hazel pun ikut terduduk. "Kau tidak apa-apa? Tidak cemburu?"

"Mengapa harus? Huh?"

"Karena Nyonya Sarah mungkin terlihat menggodaku, dan dia .." Hazel membasahi bibir bawahnya dan memandang turun ke arah bibir Karle yang terbuka. Menarik perhatiannya. "Mungkin akan berusaha mendekatiku. Kau tidak paham ya? Wanita dan pria dewasa .. sama-sama tertarik. Apa yang akan terjadi?"

[]

hidden desire (2017) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang